Mengenal Hukum di Indonesia, Perlukah Reformasi?

Mengenal Hukum di Indonesia, Perlukah Reformasi?
Selasa, 13 Desember 2022 17:06 WIB

Oleh Alhafiz Arya Farizi*

Negara Indonesia merupakan negara hukum. Yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang menjunjung tinggi segala peraturan dan perundang-undangan yang sudah tercantum dalam negara tersebut, seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mempunyai makna bahwa negara hukum yang pelaksanaan ketatanegaraannya dilaksanakan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Dalam sebuah negara hukum, kekuasaan akan dijalankan oleh pemerintah berdasar kedaulatan hukum atau yang kita sebut sebagai supremasi hukum yang bertujuan untuk menjalankan sebuah ketertiban hukum.

Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi. Hukum ialah sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia, merujuk pada sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan penegakan hukum oleh kelembagaan penegak hukum karena segala kehidupan manusia dibatasi oleh hukum.

Kata hukum berasal dari bahasa Arab al-hukmu yang berarti putusan, ketetapan, perintah, pemerintahan, kekuasaan dan hukuman.

Hukum mengatur sanksi bagi penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap pelanggaran hak individu dalam hukum perdata dan hukum pidana yang mengupayakan cara negara untuk menuntut pelaku pelanggaran hukum publik.

Secara umum, rumusan pengertian hukum setidaknya mengandung beberapa unsur sebagai berikut:

• Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.

• Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat luas.

• Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya, diatur pula mengenai aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang represif. Meski demikian, terdapat pula norma hukum yang bersifat fakultatif/melengkapi.

• Hukum memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.

Sejarah Hukum di Indonesia
A. Fase Pra-Kolonial
Fase Pra-Kolonial biasa disebut dengan fase sebelum penjajahan, dahulu Indonesia sebelum adanya penjajahan menganut sistem kerajaan, diantaranya Kerajaan Majapahit, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram dan kerajaan-kerajaan lainnya. Pada saat itu, berarti masih menerapkan hukum sistem antar masing-masing wilayah kerajaan. Terdapat 2 zaman kerajaan yaitu Kerajaan Hindu-Budha dan zaman Kerajaan Islam

B. Fase Kolonial
Fase Kolonial biasa disebut dengan fase penjajahan. Semenjak Belanda menjajah Indonesia, banyak sekali perubahan terutama dalam sistem hukum di Indonesia. Sejak masa VOC berlangsung pada abad XVII, tatanan hukumnya dikualifikasikan sebagai tatanan hukum represif in optima forma. Tatanan hukum yang berlaku saat itu menguntungkan bangsa Belanda dan merugikan bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi.

C. Periode Kolonialisme Jepang
Pada Maret 1942, terjadi pada saat Jepang ingin menguasai kekuasaan yang Belanda miliki pada waktu itu. Jepang mulai menduduki seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan balatentara Jepang berpedoman kepada undang-undangnya yang disebut “Gunseirei”. Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi. Seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.

D. Fase Kemerdekaan

Di fase kemerdekaan ini, terdapat 3 masa yaitu masa orde lama, masa orde baru dan masa reformasi.
1. Masa Orde Lama
Tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh bangsa Indonesia sendiri atau Negara Indonesia. Orde Lama dipimpin Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Sejak 18 Agustus 1945, tata hukum positif di Indonesia adalah system hukum yang tersusun atas subsistem hukum adat, subsistem hukum Islam dan subsistem hukum Barat. Dinamika politik pada masa ini mengalami pasang surut.

2. Masa Orde Baru
Setelah Kudeta G.30.S/PKI digagalkan, kemudian sejak terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sering dikenal sebagai “Supersemar”, maka dimulailah suatu babak baru dalam perjalanan sejarah kehidupan bangsa Indonesia, yang kemudian menyebut diri sebagai pemerintahan Orde Baru. Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan.

Di antaranya Undang-Undang Pokok Agraria, yang bersamaan dengan dibuatnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing, Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Pertambangan. Orde Baru juga menundukkan lembaga-lembaga hukum di bawak eksekutif, pengendalian sistem pendidikan, pemikiran kritis masyarakat dibatasi, hingga tak ada perkembangan dalam hukum nasional. Penyelenggaraan pemerintahan Orde Baru menyalahgunakan ketentuan peraturan perundang-undangan demi suatu kekuasaan. Keterpurukan kondisi sistem ketatanegaraan yang dibangun pada masa Orde Baru mencapai puncaknya ketika diiringi dengan munculnya krisis ekonomi yang melanda dunia perekonomian bangsa Indonesia dan negara-negara Asia.

3. Masa Reformasi
Wakil Presiden B.J. Habibie menggantikan posisi Presiden Soeharto. Selama pemerintahannya sudah terjadi empat kali Amandemen UUD RI. Dengan demikian, komposisi UUD 1945 pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002 yang lalu, maka susunan UUD 1945 memiliki susunan sebagaimana berikut ini:
1). Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli;
2). Perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945;
3). Perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945;
4). Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
5). Perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945.

Setelah Reformasi 1998, ada banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, termasuk dalam hal reformasi hukum. Orde Baru mewariskan sistem yang jauh dari pemenuhan rasa keadilan. Orde Baru membuat pengadilan kita menghadapi tantangan independensi yang serius, penegakan hukum yang sewaktu-waktu bisa diatur sesuai selera dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang bisa leluasa terjadi kapan saja. Walau mungkin bisa dikatakan “gagal” dalam mengadili mantan Presiden Soeharto, namun sebenarnya rentetan capaian awal Indonesia dalam mengisi babak awal reformasi lumayan baik. Amandemen Konstitusi (Tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002) telah menancapkan berbagai tonggak capaian reformasi, antara lain:
- pembatasan masa jabatan presiden,
- pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat,
- masuknya sederetan pasal Hak Asasi Manusia dan lain-lain.

Reformasi juga telah melahirkan berbagai lembaga baru, seperti Mahkamah Konstitusi (MK) yang dicita-citakan sebagai “guardian of the constitution”, Komisi Yudisial untuk menjaga marwah Hakim, Dewan Perwakilan Daerah dan lain sebagainya.

Namun, tentu simbol utama perlawanan terhadap praktik KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) yang pernah dilanggengkan oleh rezim Orde Baru, tak lain tak bukan adalah lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Istilah “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” sudah terlanjur identik dengan rezim Orde Baru. Oleh karena itu, kelahiran KPK dapat dipandang sebagai antitesa yang menyediakan jawaban dan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan ala Orde Baru. KPK merupakan capaian reformasi yang menjadi ujung tombak untuk memastikan bahwa perilaku Korupsi bisa diberantas di negeri ini.

Jenis Jenis Hukum Di Indonesia
I. Hukum Perdata
Hukum Perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik yang harmonis. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (Hukum Tata Negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (Hukum Administrasi atau Tata Usaha Negara), kejahatan (Hukum Pidana) dan Hukum Perdata mengatur hubungan antara politik dan pemilu, penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya politik, tahapan Pemilu, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

II. Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam Hukum Acara Perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu (misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO)

III . Hukum Pidana
Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum Pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil. Hukum Pidana Materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan Hukum Pidana Materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum Pidana Formil mengatur tentang pelaksanaan Hukum Pidana Materiil. Di Indonesia, pengaturan Hukum Pidana Formil telah disahkan dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

IV. Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup Hukum Pidana. Hukum Acara Pidana di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU nomor 8 tahun 1981).

V. Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum Tata Negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem Pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.

VI. Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
Hukum Administrasi nyegara memiliki kemiripan dengan Hukum Tata Negara, kemiripanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah, sedangkan dalam hal perbedaan Hukum Tata Negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah, untuk Hukum Administrasi Negara di mana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum Tata Usaha Negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.

VII. Hukum Islam
Hukum Islam di Indonesia umumnya hanya mengatur aspek-aspek Hukum Perdata di Indonesia, seperti pernikahan Islam, pembagian warisan dan lain-lain. Provinsi Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang menerapkan Hukum Pidana Islam dalam Pengadilan Agama setempat, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004

Sisten Hukum Di Indonesia
Setiap negara, termasuk Indonesia memiliki sistem hukum untuk mengatur pemerintahannya. Dalam buku Sistem Hukum Indonesia: Ketentuan-ketentuan hukum Indonesia dan Hubungannya (2018) karya Handri Raharjo, dijelaskan sistem hukum adalah sebuah tatanan hukum yang terdiri dari beberapa sub sistem hukum yang memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan lain.
Sistem ini digunakan di negara-negara Eropa, seperti Belanda, Prancis, Italia, Jerman. Negara-negara bekas koloni seperti Indonesia, sebagian Asia, dan Amerika Latin, meneruskan sistem hukum ini.Tapi seiring perkembangan zaman, batas-batas antara Hukum Publik dan Hukum Privat semakin kabur dalam pembentukannya, peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. Sistem hukum di indonesia merupakan campuran antara sistem Hukum Eropa, Hukum Agama, dan Hukum Adat.

Perlukah Reformasi Hukum di Indonesia?
Sejarah sering berulang, perubahan sosial bisa naik-turun dan keadaan masyarakat bisa saja berputar mundur ke titik awal sebelum perubahan. Hal yang sama juga bisa terjadi dalam reformasi hukum. Penting bagi publik untuk mencermati tonggak-tonggak penanda perubahan, apakah kita masih berada dalam jalur, dalam persimpangan, atau sudah putar balik? Dalam reformasi hukum di Indonesia, tidak pernah ada suatu persimpangan berupa pilihan jelas jalan ke kiri atau ke kanan. Reformasi hukum di Indonesia sejak awal selalu berada dalam persimpangan yang rumit. Perumpamaan padang pasir mungkin lebih tepat untuk menggambarkan lapangan arena reformasi hukum, bukan jalan raya dengan jalur yang teduh dan pilihan persimpangan yang terlihat gamblang.

Untuk itulah kita perlu adanya tonggak-tonggak penanda untuk membaca situasi reformasi hukum di Indonesia. Reformasi hukum memerlukan penggerak perubahan hukum (law reformers). Selama ini, dengan segala kurang-lebihnya, upaya reformasi hukum di Indonesia tetap berjalan dengan adanya para penggerak dan pemimpin perubahan hukum yang tersebar di mana-mana. Tapi, reformasi hukum perlu penggerak sekaligus pemimpin di sisi pemerintahan, agar bisa efektif dalam membuat perubahan kebijakan secara langsung. Praktik yang terjadi di beberapa negara lain, peran ini biasanya dijalankan oleh menteri di bidang hukum, ataupun ada lembaga khusus (law reform agency) yang dibentuk untuk menggerakkan reformasi hukum di negara itu. Hal inilah yang nampaknya masih perlu diperbaiki dalam konteks reformasi hukum di Indonesia.

Peran yang diperlukan tentunya lebih dari sekedar peran sebagai instansi pelaksana yang tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan, tapi lebih sebagai penggerak yang betul-betul berkomitmen terhadap reformasi hukum di Indonesia, mau bekerjasama dengan penggerak perubahan hukum di luar pemerintahan, memahami substansi, konsisten dengan jalur perubahan yang disepakati, memberikan keteladanan (lead by example) dan efektif mewujudkan agenda reformasi hukum dalam kebijakan pemerintah.Tapi reformasi hukum tentunya tetap harus berjalan dan tidak bisa menunggu hal ideal tersebut terwujud.

Kabar baiknya, arus balik yang menggerus capaian reformasi bukannya tak terbendung. Sekadar contoh, kabar tertangkapnya buronan mantan Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK, ataupun kabar kemenangan gugatan PTUN pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat, keduanya jelas menunjukkan bahwa masih banyak penggerak perubahan hukum tersebar dan terus berjuang di banyak lini. Publik harus terus menerus bertanya tentang arah reformasi hukum di Indonesia. Dengan terus bertanya, kita tidak hanya suatu saat akan menemukan jawaban, tapi mungkin bisa menemukan imajinasi baru untuk perubahan. Prof Daniel S Lev pernah menyatakan bahwa kita perlu imajinasi serta ide-ide baru, juga keberanian untuk mengambil risiko dalam reformasi hukum. Hal ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk menemukan imajinasi baru itu. Oleh karenanya, mari kita terus bertanya: Reformasi Hukum Indonesia, Quo Vadis?

*Penulis adalah Mahasiswa Semester 3 Jurusan Hukum Tata Negara, Program Studi Siyasah Syariyah, STAIN Bengkalis

Kategori : Opini
wwwwww