Mewaspadai Konflik Usai Pilkada Serentak

Mewaspadai Konflik Usai Pilkada Serentak

Ilustrasi tempat pemungutan suara.

Jum'at, 11 Desember 2015 14:03 WIB
SECARA umum Pilkada Serentak 2015 di seluruh Indonesia berjalan dengan aman dan tertib, meski sempat ada riak sebab beberapa daerah terpaksa ditunda. Penyebabnya ada putusan hukum yang dikeluarkan hanya beberapa jam menjelang waktu pencoblosan, seperti Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar. KPU memutuskan akan menunggu putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap sebelum menyelenggarakannya kembali. Biaya yang ditanggung akibat penundaan tersebut amat besar. Siantar misalnya, berdasarkan penjelasan Sekretaris KPU Pematangsiantar Hermanto Panjaitan uang negara yang habis akibat penundaan ini Rp 2,1 miliar lebih.

Sebab sudah sempat dana yang dikeluarkan untuk pendirian TPS, honor ketua KPPS, honor anggota KPPS, Linmas, uang makan, dan transportasi. Jika Pilkada diulang kembali, maka dana yang sama jumlahnya mesti dikeluarkan. Kekurangan dana tersebut sudah dikoordinasikan kepada Pemko Pematangsiantar.

Tentu KPU memiliki pertimbangan yang dalam mengapa menunda Pilkada di beberapa daerah. Daripada rawan kalah apabila digugat jika memaksakan melaksanakan Pilkada, lebih baik menundanya. Biaya diperlukan jika mengulang, tentu lebih besar daripada menunda. Sikap bijak KPU perlu diapresiasi meski sempat mengecewakan rakyat yang telah menyediakan waktunya untuk memilih.

Banyak pihak menyesalkan mengapa ada putusan hukum dikeluarkan dalam waktu yang sangat mepet. Tetapi secara yuridis, tak ada ketentuan yang dilanggar hakim. Sebab tak ada diatur secara khusus batas waktu putusan hukum tentang Pilkada apakah seminggu atau satu hari menjelang hari H. Ini mesti menjadi perbaikan aturan main ke depan, agar jangan merepotkan KPU dan pemilih.

Bagi daerah yang sudah menyelenggarakan pilkada, diharap bersabar menunggu putusan resmi KPU. Meski ada hasil hitung cepat, itu hanyalah hasil sementara, tak bisa menjadi pegangan. Sebaiknya pemenang hitung cepat menunda pesta kemenangan. Para pendukung mesti bersabar sampai ada hasil resmi dari KPU.

Bukan tak percaya dengan metode hitung cepat. Secara statistik, hasilnya hitung cepat bisa dipertanggungjawabkan. Hanya UU mengatur dengan tegas, penghitungan resmi KPU yang menjadi pegangan bagi pemenang. Jadi sebaiknya euforia akibat menang hitung cepat mesti ditunda. Semua calon sebaiknya menahan diri demi kebaikan bersama.

Jiwa besar masing-masing calon sangat diperlukan. Pada hari pertama kampanye, masing-masing calon sudah mendeklarasikan siap menang, siap kalah. Bagaimana pun rakyat sudah menentukan pilihan. Jika memang tidak ada bukti aturan yang dilanggar yang bisa membuat Pilkada diulang, sebaiknya calon yang kalah mengurungkan niatnya menggugat.

Daripada menghabiskan energi, mengapa tidak menunggu pilkada selanjutnya. Manfaatkan lima tahun ini untuk sosialisasi dan berbuat untuk masyarakat. Jadilah kekuatan penyeimbang bagi kepala daerah terpilih. Kawal pemerintahannya untuk kemajuan daerah.

Aparat keamanan tak boleh lengah. Meski Pilkada sudah usai, potensi konflik masih besar. Gesekan horizontal antar sesama pendukung dan vertikal dengan KPU akibat ketidakpuasan, masih mungkin terjadi. Diharapkan intelijen bekerja maksimal untuk mendeteksi sejak dini berbagai kemungkinan konflik yang ada. ***

(M Yamin Indra)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww