Tangkap dan Adili Pembuat Bencana Kabut Asap

Tangkap dan Adili Pembuat Bencana Kabut Asap

Pelajar memakai masker untuk meminimalisir dampak kabut asap. (foto: harianterbit.com)

Jum'at, 11 September 2015 04:54 WIB
SAAT kabut asap masih menjadi bencana bagi penduduk Sumatera dan Kalimantan, ada dua peristiwa penting yang terjadi di tanah air.  Pertama, Senin  kemarin, Presiden Joko Widodo melantik Willem Rampangilei sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggantikan Syamsul Maarif. BNPB merupakan lembaga negara yang bertugas mengordinasikan  penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Kedua, Komjen Anang Iskandar dilantik menjadi Kabareskrim Mabes Polri menggantikan Budi Waseso (Buwas). Memang penggantian kedua pejabat itu merupakan hal yang biasa dalam sebuah institusi. Tetapi bisa memiliki makna yang luar biasa, mengingat intensitas kabut asap yang semakin meningkat. BNPB mengurusi bencananya, dan Bareskrim menangani penegakan hukumnya. Walaupun pergantian Kabareskrim lebih dikaitkan dengan kegaduhan penegakan hukum dan secara resmi tudingan ini dibantah Kapolri. Terlepas dari penyebab mutasi mendadak, kedua pejabat tersebut sangat diperlukan untuk menuntaskan bencana kabut asap tersebut.

Presiden Jokowi telah turun langsung melihat lokasi kebakaran. Sudah ada empat langkah strategi untuk mengatasi kabut asap. Sukses tidaknya strategi ini, sangat tergantung pimpinan masing-masing lembaga yang menjadi pelaksanaannya. Pertama, membuat hujan buatan dan pemboman air dari udara. Kedua, pemadaman di darat oleh tim gabungan dari BPBD, Manggala Agni, anggota TNI-Polri serta unsur masyarakat. Di tiap provinsi lebih dari 1.500 personel dikerahkan memadamkan api.

Ketiga, operasi penegakan hukum oleh Polri dan PPNS. Hingga kini pihak kepolisian telah menindak 39 kasus kebakaran hutan di Sumatera sepanjang 2015. Penyidik PNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyegel lahan-lahan yang terbakar. Penegakan hukum akan lebih ditingkatkan dengan mengerahkan personil Polri dan PPNS memburu pembakar. Keempat adalah pelayanan kesehatan dan sosialisasi. Semua Kapolda di enam provinsi yang terbakar telah mengeluarkan maklumat pelarangan membakar hutan dan lahan.

Sedikitnya 25,6 juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatra dan 3 juta jiwa di Kalimantan. Sebagian besar warga mengalami gangguan kesehatan, aktivitas sekolah harus diliburkan, dan tidak sedikit jadwal penerbangan terganggu. Hingga akhir pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat ada 156 titik panas sumber kabut asap di Sumatra dan Kalimantan. Kebakaran hutan dan lahan terjadi setiap tahun selama 18 tahun terakhir.

Penyebab kebakaran itu sebanyak 90 persen adalah karena ulah manusia yang disengaja. Hanya 10 persen karena faktor tak disengaja.

Pelaku pembakaran hutan tersebut harus segera ditangkap dan diseret ke pengadilan. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku pembakaran baik hutan maupun lahan dapat dihukum penjara 10 tahun denda Rp10 miliar. UU Kehutanan mengatur pelaku pembakaran hutan dapat dihukum penjara 15 tahun dan denda Rp5 miliar. Namun, sangat disesalkan vonis hakim masih sangat rendah terhadap pembakar hutan dan lahan. Data Polda Riau tahun lalu, pengadilan sudah menyatakan 118 tersangka terbukti bersalah melakukan kejahatan lingkungan. Mereka hanya dijatuhi hukuman penjara selama 3 bulan sampai 5,5 bulan serta denda Rp10 juta hingga Rp3 miliar.

Penegakan hukum bagi pelaku pembakaran hutan sebaiknya didukung semua pihak. Tak cukup hanya Kementerian Kehutanan dan Kepolisian saja yang tegas. Kejaksaan harus berani menuntut dengan hukuman maksimal dan hakim menghukum seberat-beratnya. Jangan pelakunya saja diseret, tetapi yang menyediakan dana untuk membakar hutan harus ikut bertanggung jawab.

Kabareskrim yang baru diharapkan segera bergerak cepat menangkap pembuat bencana kabut asap. Prestasi bukan hanya berhasil mengungkap kasus korupsi. Polisi harus membantu penyidik PNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melaksanakan tugasnya. Penegakan hukum harus memberi efek jera. Jika tahun depan masih terulang, berarti masih ada yang salah dalam sistem hukum kita.(**)

Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww