Sang Penguasa

Sang Penguasa

Sumber foto: http://onvsoff.blogspot.com/2013/08/sepata-dua-kata-untuk-sang-penguasa.html

Sabtu, 04 September 2021 14:25 WIB

Oleh Eddy Asnawi*

TANPA disadari kita sedang mengalami distorsi. Apa yang rakyat rasakan, inginkan dalam harapan hidup bernegara ini berbeda haluan dengan kehendak penguasa. ”Disuruh kami berjalan ke Barat, Dia berjalan ke Timur, kami pun menjadi tak tentu arah. Tak ada lagi kata-kata dan perbuatan yang menjadi panutan.”

Akhirnya semakin lama titah penguasa semakin tak bernyawa, hilang dari kepercayaan. Sang nakhoda pun tak tahu lagi kemana arah kapal hendak berlabuh, rakyat sebagai penumpang pun sudah terpapar dalam diam rasa ketakutan kalau-kalau ada badai besar yang yang menghantam kapal menjadi karam.

Akrobat politik kekuasaan selalu dipertontonkan kepada rakyat. Rakyat dibelenggu dengan aturan, tak ada yang berani menyanggah, kritik sosial dan pesan moralitas sudah menjadi tak bermakna. Kadangkala kemenangan jadi pujian tanpa hiraukan kebenaran.

Popularitas menjadi ukuran kejayaan seseorang tanpa peduli sifat kenegarawan. Kekuasaan sudah berwujud absolutisme, sudah menjadi candu utk selalu dipertahankan, rakyat terpinggirkan dari haknya mendapatkan kesejahteraan, kemerdekaan menjadi sesuatu yang sangat mahal untuk digapai.

Bertahan untuk hidup dari kemiskinan sudahlah cukup. Plato dalam bukunya Politeia, yang merasa prihatin melihat keadaan negaranya yang dipimpin oleh orang yang haus akan kekayaan dan kekuasaan melahirkan pemerintahan sewenang-wenang tanpa memperhatikan penderitaan rakyatnya.

Katanya, agar supaya negara menjadi baik, maka pemimpin negara harus diserahkan kepada filosof. Karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, berpengetahuan tinggi, tahu mana yang baik dan yang buruk.

Tidak usah dikhawatirkan bahwa ia akan menyalahgunakan kekuasaan yang diserahkan kepadanya. Walaupun dalam kenyataannya keinginan Plato ini tidak pernah kesampaian di masa hidupnya. Secercah harapan untuk mewujudkannya di masa kini dan mendatang.

Oswald Spengler memberikan pencerahan, dikatakan bahwa kehancuran peradaban ditandai oleh kepemimpinan yang tidak kreatif. Kreativitas dari sifat utama pemimpin yang beradab dan mulia hati. Oleh karena ikhtiar manusia adalah bagian dari kreativitas, maka perbuatan amar ma`ruf nahi munkar menjadi sesuatu mesti ditegakkan. Wassalam. ***

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/04092021/potretnewscom_rtplb_2211.jpg*Penulis, Dr H Eddy Asnawi SH MHum adalah pengamat sosial, berdomisili di Pekambaru.

Kategori : Opini
wwwwww