Pesan Kader HMI untuk Saddam dan Arya

Pesan Kader HMI untuk Saddam dan Arya

Sadam Al Jihad (kanan) dan Arya Kharisma (kiri) berjalan di belakang Presiden Jokowi tatlaka masih satu kepengurusan. (PATRIOT)

Kamis, 20 Februari 2020 10:30 WIB

Oleh Ofika R Julias*

HIMPUNAN Mahasiswa Islam atau HMI adalah organisasi pergerakan mahasiswa tertua di Indonesia. Hingga detik ini, di usianya yang menginjak usia ke-73, HMI tetap eksis.

Profesor Lafran Pane mendirikan HMI dari tinjauan beberapa faktor permasalahan yakni; keumatan, keindonesiaan, dan keislaman. HMI secara resmi berdiri pada 5 Februari 1947 di Yogyakarta.

Usia HMI yang sudah tidak lagi muda tentu telah melahirkan tokoh-tokoh bangsa baik skala nasional maupun regional. Begitu juga dengan peran dari setiap kader HMI. Ada yang sebagai praktisi, akademisi, dan lain sebagainya.

Walaupun demikian, kader HMI di mana pun mereka berkiprah, haruslah dilandasi dengan dasar keumatan, kebangsaan dan keislaman, begitulah harapan dari Ayahanda Lafran Pane, yang pada 6 November 2017 dianugerahi gelar pahlawan nasional.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa kader HMI telah hadir dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara tentu mengalami banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh HMI sendiri.

Seiring banyaknya kontribusi HMI dari sejak kelahirannya, maka HMI telah banyak melewati tantangan melalui 10 Fase Perjuangan HMI;

1) Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (November 1946 - 5 Februari 1947);

2) Fase Berdiri dan Pengokohan (5 Februari - 30 November 1947);

3) Fase Perjuangan Bersenjata dan Perang Kemerdekaan, serta menghadapi pemberontakan II PKI (1947 - 1949);

4) Fase Pembinaan dan Pengembangan Organisasi (1950 - 1963); 5) Fase Tantangan I - Menghadapi PKI dan Islamophobia (1964 - 1965);

6) Fase Kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan Pelopor Kebangkitan Angkatan '66 (1966 - 1968);

7) Fase Partisipasi HMI dalam Pembangunan (1969 - Sekarang);

8) Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - 1994);

9) Fase Reformasi (1995 - 1999); dan,

10) Fase Tantangan II - Masa kemunduran dan kebangkitan kembali HMI, dan rekonstruksi Indonesia Baru (2000 - Sekarang).

Di masa Pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto memberlakukan asas tunggal Pancasila bagi seluruh organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan (mahasiswa) membuat tubuh HMI berada di persimpangan jalan antara kelompok yang ingin terus mempertahankan asas Islam dengan kelompok yang ingin menggunakan asas Pancasila.

Maka klimaksnya, pada kongres di Padang tahun 1986 HMI pecah menjadi dua kubu; HMI Dipo dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Bahkan konflik tubuh HMI Dipo dan HMI MPO sampai saat ini masih belum terselesaikan dengan tuntas dalam upaya penyatuan antara dua kubu.

Hari ini, HMI tidak hanya menghadapi pergolakan angkat senjata dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan keislaman. Ada tantangan terbesar di tubuh HMI yakni belum tuntasnya konflik internal HMI Dipo karena munculnya dualisme kepemimpinan antara Ketua Umum Respiratori Saddam Al Jihad dengan Pj Ketua Umum Arya Kharisma Hardy.

Bukannya membangun komunikasi konstruktif menuju rekonsialisi, kedua kubu masih saja mengklaim sebagai kepengurusan yang paling sah karena masing-masing seperti sudah siap menggelar kongres sendiri-sendiri pada dua tempat berbeda yakni Jakarta dan Palembang.

Tentu saja hal demikian akan membuat situasi menjadi keruh dan menimbulkan keretakan yang lebih besar di tubuh HMI. Apakah di usia yang sudah 73 tahun ini HMI akan mengalami kehancuran atau kebangkitan?

Karena, konflik di PB telah berdampak ke jenjang di bawahnya, di level badan koordinasi (badko) dan cabang di seluruh Indonesia.

Seharusnya kisruh di PB menjadi momen bagi pemegang ”tongkat komando” dan kader di semua jenjang kepengurusan untuk melakukan evaluasi diri dan berkomitmen tegas; bahwa saat ini yang harus diusir itu bukan hanya penjajah, tetapi para benalu yang merusak tubuh Himpunan.

Penulis berpendapat, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh kader HMI demi kemajuan dan mempertahankan eksistensi dan Himpunan. Pertama, perlu adanya kesadaran individual bahwa pada saat ini HMI mengalami kemunduran. Kedua, membangkitkan kembali ruh dan semangat keislaman dalam kader HMI, dan ketiga, mengembalikan dan meningkatkan lagi tradisi-tradisi intelektual bagi kader HMI.

Poin yang paling penting dan utama saat ini adalah mengakhiri dualisme pada tubuh HMI Dipo karena ini merupakan harapan dan keinginan seluruh kader yang tidak ingin HMI bertambah rusak oleh segelintir oknum di tubuh HMI. Saddam dan Arya, bersatulah! ***

*Penulis adalah Departemen PTKP Badko HMI Riau-Kepri.

Kategori : Opini
wwwwww