Sosialisasikan Program Bela Negara

Sosialisasikan Program Bela Negara

Ilustrasi bela negara.

Jum'at, 23 Oktober 2015 03:55 WIB

KEMENTERIAN - Pertahanan berencana merekrut 100 juta kader bela negara dari seluruh wilayah Indonesia mulai tahun ini. Kader-kader bela negara akan bertugas melakukan pertahanan negara jika sewaktu-waktu negara mendapat ancaman, baik nyata maupun belum nyata. Keberadaan kader bela negara dinilai sudah sangat penting dan mendesak. Sebab dalam pandangan Menteri Pertahanan, belakangan wawasan kebangsaan sudah mulai luntur.

Menhan menyebutkan negara dengan sistem bela negara yang kuat akan membuat negara itu kuat. Indonesia akan menjadi lebih kuat jika memiliki 100 juta kader bela negara. Pembentukan kader bela negara sebanyak 100 juta kader akan dilakukan melalui program ketahanan negara di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia dalam 10 tahun ke depan. Pada tahun ini, akan dimulai di 47 kabupaten/kota yang berada di 11 Kodam.

Program ini menjadi perbincangan hangat publik dan muncul polemik, ada yang pro kontra. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mendukung rencana program Bela Negara yang diusulkan Kementerian Pertahanan. Menurutnya, program tersebut diusulkan Kemenhan untuk meningkatkan kedisiplinan generasi muda di Indonesia. Ia menilai program ini sesuai dengan semangat Revolusi Mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo. Pengajarnya, akan dikombinasikan instruktur dari TNI, Polri, dan instruktur keilmuan lainnya.

Luhut dan Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra menyatakan program Bela Negara berbeda dengan program wajib militer. Konsep dasar bela negara merupakan latihan keprajuritan. Setiap warga yang mengikuti pelatihan itu akan ditanamkan rasa patriotisme, cinta Tanah Air, dan latihan baris berbaris. Kemudian dilatih kedisiplinan, soliditas, dan diajarkan kebersamaan. Sementara, wajib militer merupakan pelatihan yang diberikan negara kepada warganya untuk persiapan perang.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko juga menyatakan program Bela Negara yang akan diimplementasikan pemerintah sudah tepat. Sebab sistem pertahanan negara itu ada tiga lapis. Komponen utama TNI, kedua ialah komponen cadangan, ketiga komponen pendukung. Untuk kesiapan komponen cadangan dan pendukung, dibutuhkan upaya memberikan kesadaran bela negara kepada seluruh rakyat Indonesia. Komponen cadangan itu ialah pasukan cadangan yang terdiri dari warga negara yang menggabungkan peran militer dengan sipil.

Namun menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, pemerintah tidak perlu mengatur cara Warga Negara Indonesia (WNI) dalam hal bela negara. Menurutnya konsep bela negara dengan cara pendidikan militer merupakan pandangan sempit. Menurutnya, bela negara telah dilakukan WNI dengan berbagai cara sesuai kemampuan warga. Anggaran bela negara sebaiknya digunakan untuk penataan institusi negara.

Memang anggaran yang dibutuhkan untuk program bela negara ini tidak sedikit. Meski belum ada pengumuman resmi, angkanya bisa dikalkulasi dengan sederhana. Jika dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan dilatih 100 juta orang dengan anggaran pelatihan Rp 10 juta per orang, maka dibutuhkan anggaran sekitar Rp 1.000 triliun. Hal ini butuh anggaran besar di tengah kebijakan negara memodernisasi postur pertahanan dan Alutsista. Saat ini TNI masih kekurangan anggaran sebesar Rp 36 triliun untuk pembelian Alutsista.

Ketua Pusat Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi meminta pemerintah mendesak RUU Komponen Cadangan dan Bela Negara disahkan menjadi UU. Jika tidak, pemerintah terkesan mengambil jalan pintas tanpa menunggu kedua RUU tersebut diundangkan.

Kita mengapresiasi rencana program bela negara yang digagas Kemenhan ini. Namun perlu sosialisasi lebih luas agar seluruh lapisan masyarakat memahami tujuannya dan mempersiapkan berbagai infrastruktur pendukungnya lebih dalam. ***

(M Yamin Indra)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww