Anak-Anak Riau Semakin Banyak yang Sakit di Kala Asap ”Tak Separah Pemberitaan”

Anak-Anak Riau Semakin Banyak yang Sakit di Kala Asap ”Tak Separah Pemberitaan”

Seorang balita bernama Zikra terpaksa menggunakan alat bantu oksigen karena menderita ISPA dan sesak nafas saat mengungsi di posko kesehatan warga terdampak kabut asap di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus Kemensos di Kota Pe

Kamis, 19 September 2019 08:16 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Anak-anak yang jatuh sakit akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, selama sebulan terakhir semakin banyak.

Berdasarkan pantuan di posko kesehatan korban kabut asap di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Kementerian Sosial di Pekanbaru, Rabu (18/9/2019), dalam hari ini ada dua korban dari balita dan bayi yang sakit cukup parah akibat terpapar asap.

Salah satu korban bernama Zikra, balita berumur dua tahun lima bulan, yang datang dalam kondisi sesak nafas. Sejak pagi hingga sore hari, anak dari pasangan Roni Kurniawan dan Marvel itu harus menghirup oksigen dari tabung menggunakan selang yang dimasukan ke hidungnya.

”Sudah dua hari ini sesak napasnya,” kata Marvel (27), ibu korban, warga Kelurahan Merantipandak Kecamatan Rumbaipesisir, Pekanbaru.

Marvel mengatakan, anaknya kerap bermain di luar saat dititipkan ke rumah neneknya, sedangkan kedua orangtuanya bekerja. Kemarin, Zikra sempat dilarikan ke Unit Gawat Darurat (UGD) di Puskesmas setempat akibat sesak napas, dan mendapat penanganan nebulizer.

Pada pagi ini, anaknya sesak napas lagi dan Ketua RT menyarankan Zikra dibawa ke BRSAMPK karena dinilai fasilitasnya cukup lengkap. Marvel memutuskan untuk mengungsi ke posko kesehatan itu bersama Zikra dan anak pertamanya yang bernama Felni, yang berusia 7 tahun.

”Biarlah saya mengungsi di sini, saya tinggalkan dulu kerja saya di rumah makan. Biarlah saya kehilangan pekerjaan, saya pilih anak saya,” kata Marvel sambil membelai anaknya.

Kepala BRSAMPK Pekanbaru, Sutiono, mengatakan posko kesehatan tersebut mulai dibuka pada 15 September lalu. Dan hingga kini sudah puluhan warga mendapat pengobatan gratis dan beberapa ada yang mengungsi akibat kabut asap.

”Warga ada yang mengungsi ke sini, biasanya menginap pada malam hari karena asap pekat waktu malam. Pagi mereka bekerja,” katanya.

Sutiono mengatakan, selain balita bernama Zikra, ada satu bayi berusia lima bulan yang akhirnya dirujuk ke rumah sakit umum pemerintah karena mengalami sesak nafas. Diduga bayi tersebut juga sakit akibat terpapar kabut asap karhutla. ”Ada satu bayi sudah kami rujuk ke RS Petala Bumi pagi tadi,” kata Sutiono.

Ia menjelaskan, posko tersebut menyediakan fasilitas tempat tidur lipat, kasur, mainan untuk anak-anak dan dua tenaga dokter. Di sana juga disediakan obat, vitamin dan tabung oksigen yang bisa didapatkan dengan gratis. ”Warga yang menginap di sini juga dapat makanan gratis,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, sedikitnya 144.219 warga menderita ISPA akibat kabut asap Karhutla di Kalimantan dan Sumatra. Khusus untuk di Riau sendiri ada 15.346 penderita dari kurun waktu 1 hingga 15 September 2019.

Pernyataan Wiranto
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menilai, kondisi asap di Riau tidak separah yang diberitakan. Hal itu ia katakan setelah melakukan kunjungan langsung ke Riau bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

”Ketika saya melihat dengan presiden antara realitas dengan yang dikabarkan, dengan yang ada, itu sangat berbeda. Ternyata kemarin waktu kita di Riau tidak separah yang diberitakan," kata Wiranto saat konferensi pers yang dilaksanakan di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (18/9).

Wiranto mengatakan, ketika ia berada di Riau, jarak pandang masih cukup baik. Dengan jarak pandang tersebut, pesawat yang ia gunakan bersama dengan presiden masih bisa melakukan pendaratan. Masyarakat di sana pun ia lihat tidak menggunakan masker.

”Pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker dan sebagainya. Kita pun juga tidak pake masker. Karena pada saat siang sangat jelas awan-awan terlihat," tuturnya.

Ia berharap kondisi karhutla beserta asapnya dapat dibereskan sesegera mungkin. Menurut dia, seluruh elemen tidak perlu saling menyalahkan karena persoalan tersebut merupakan persoalan yang harus dihadapi bersama-sama.

”Tidak hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita bersama, titik-titik api semakin lama semakin berkurang. Memang kemarin secara penegakan hukum, kita sudah mengancam kepada para pembakar, apakah koorporasi atau perorangan agar diberi hukuman yang setimpal dan tegas," katanya.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Fandi Rahman, mengkritik Presiden Jokowi yang tak menggunakan masker saat memantau karhutla di Provinsi Riau, Selasa (17/9). Menurut dia, Jokowi seperti ingin menunjukkan kondisi Riau baik-baik saja.

”Saat beliau datang dengan tanpa memakai masker seakan-akan Riau itu sehat. Tetapi ketika pulang kondisinya seperti ini," ujar Fandi di kantor Eksekutif Walhi Nasional, Jakarta, Rabu (18/9).

Padahal, kata Fandi, masyarakat di Riau telah terpapar asap karhutla selama berpekan-pekan. Apalagi, usai kunjungan Jokowi bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Menko Polhukam Wiranto, data confidence atau sebaran titik panas, menunjukkan angka 91 persen.

Berdasarkan data, Fandi menuturkan, dua hari sebelum kunjungan presiden, titik api masih berkisar 170 titik. Saat ini dari yang terpantau, titik api menjadi 300 titik dan memengaruhi kualitas udara di sana.

"Hari ini saja, dari pukul 00.00 sampai 11.46 kondisi partikel udara di PM10 berkisar 320, turun lagi 248.5, turun lagi 225. Kondisi ini fluktuatif. Karena konsentrasi titik api di Riau itu tinggi, rendah, hilang," kata dia.

Sehingga, menurutnya, kedatangan Jokowi ke Riau belum memberikan pengaruh dalam penanganan karhutla di daerah itu. Padahal, saat Jokowi berada di Riau, hujan buatan sengaja diturunkan.

"Hujan buatan itu. Tapi setelah Presiden pulang lagi-lagi masyarakat seolah diminta menikmati asap kembali," ucap Fandi.

Ia menambahkan, kondisi Riau yang memburuk jelas memengaruhi kesehatan masyarakat yang terdampak asap kebakaran. Fandi mencatat per Selasa (17/9), sebanyak 24.421 orang menderita ISPA, 749 orang iritasi mata, dan 1.370 orang menderita asma, data dari fasilitas pelayanan kesehatan setingkat Puskesmas.

”Dua hari sebelum kedatangan presiden kondisi hotspot di Riau itu berkisar di confidence itu di angka 70,” ujar Fandi. ***

Berita ini telah tayang di republika.co.id dengan judul "Anak-Anak Riau Jatuh Sakit Kala Asap tak Separah Pemberitaan"

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Pekanbaru, Lingkungan
wwwwww