Pegawai Pemda Masih Mendominasi Daftar Koruptor 2018

Pegawai Pemda Masih Mendominasi Daftar Koruptor 2018

Ilustrasi/INTERNET.

Senin, 29 April 2019 12:18 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa pegawai pemerintah daerah (pemda), dari tingkat provinsi dan kabupaten/kota mendominasi daftar pelaku korupsi pada tahun 2018. ICW mengumpulkan data putusan perkara korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan pada tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Pengumpulan data dilakukan sejak 1 Januari-31 Desember 2018.

"Pegawai pemda kembali menempati posisi pertama, di mana terdakwa korupsi yang berasal dari pegawai pemda berjumlah 319 orang," ungkap peneliti ICW Lalola Easter dalam diskusi bertajuk "Koruptor Belum Dihukum Maksimal", di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (28/4/2019).

Menilik data Mahkamah Agung yang diolah tim Lokadata Beritagar.id, dari putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah) tahun 2001-2018, terdapat 1.002 terpidana kasus korupsi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari eselon I hingga IV.

Berdasarkan tempat kerja, narapidana terbanyak berasal dari pemerintahan kabupaten, sebanyak 557 terpidana. Sementara, dari pemerintah kota ada 130 terpidana.

Peringkat kedua ditempati pihak swasta, mencapai 242 terdakwa. Bila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, dominasi pegawai daerah dan pihak swasta tetap tidak bergeser.

Pada 2017, terdapat 456 terdakwa pegawai pemda dan 224 terdakwa swasta yang terjerat kasus korupsi. Sedangkan pada 2016, terdapat 217 terdakwa pegawai pemda dan 150 pihak swasta yang terjerat kasus korupsi.

ICW menduga, ada kekeliruan struktural yang belum dijawab dan perlu ditelusuri lebih lanjut. Dugaan lain yang muncul adalah pegawai pemda dan swasta selalu terjerat kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa dan penerbitan izin usaha.

Banyak yang dihukum ringan
Sejak tahun 2005, ICW rutin memantau dan mengumpulkan data vonis tindak pidana korupsi dari tingkat Pengadilan Tipikor hingga Mahkamah Agung (MA), baik kasasi maupun peninjauan kembali (PK).

Namun, mayoritas koruptor belum dihukum maksimal. ICW mencatat, sepanjang 2018 rata-rata putusan pidana perkara korupsi hanya 2 tahun 5 bulan penjara.

"Berdasarkan pemantauan ICW pada 2018, ada 1.053 perkara dengan 1.162 terdakwa yang diputus pada ketiga tingkatan pengadilan (pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung)," sebut Easter.

Jika dirincikan, sebanyak 918 terdakwa atau 79 persen divonis dengan hukuman ringan (1-4 tahun), 180 terdakwa atau 15,4 persen hukuman sedang (4-10 tahun), dan 9 terdakwa atau 0,77 persen hukuman berat (lebih dari 10 tahun).

Sementara di tingkat banding atau yang diadili di pengadilan tinggi, vonis kategori ringan diberikan kepada 159 terdakwa (17,32 persen).

Sedangkan, vonis ringan yang dikeluarkan Mahkamah Agung pada putusan kasasi atau peninjauan kembali (PK) dijatuhkan kepada 10 terdakwa.

Selain itu ada juga 180 putusan kategori sedang yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan. Putusan kategori sedang ini berkisar antara 4-10 tahun.

Easter mengungkapkan, sebetulnya ada cara lain selain vonis hukuman penjara berat yang bisa membuat jera para pelaku korupsi.

Satu di antaranya adalah pemidanaan secara finansial, yakni dengan menjerat terdakwa lewat pidana tambahan uang pengganti dan kombinasi dakwaan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Namun sayangnya, kata dia, langkah tersebut tidak diambil sebagian besar penegak hukum. "Dari temuan ICW, di tahun 2018 itu hanya ada tiga terdakwa yang didakwa, dituntut, dan diputus menggunakan UU TPPU," sebutnya.

ICW berharap temuan tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki sistem peradilan ke depan, khususnya pada penegak hukum. ***

Artikel ini telah tayang di beritagar.id dengan judul "Pegawai pemda dominasi daftar koruptor 2018"


Editor:
Akham Sophian
Kategori : Hukrim
wwwwww