Jangan Takut Jadi Orang Jujur

Jangan Takut Jadi Orang Jujur

Gambar hanya ilustrasi. (sumber: internet)

Kamis, 24 Mei 2018 18:47 WIB

Oleh Heri Kurnia*

HATI rakyat sudah lama kesal melihat parasitisme negara. Janji demi janji diucapkan ketika kampaye. Bahkan Tuhan menjadi saksi atas ucapan yang dilontarkan agar mampu meyakinkan rakyatnya. 

Merintih ketika ditindas, menindas ketika berkuasa. Inilah cerminan negara kebangganku yang aku pelajari sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Pergantian presiden, kabinet, panglima tentara dan tenokrat ekonomi rupanya tak mampu mengubah keadaan, bahkan dalam beberapa hal malah semangkin memperparah suasana.

Kerusuhan provinsialistis atau etnis, sosial - ekonomi dan religius terjadi di mana-mana. Pelanggaran HAM (hak asasi manusia), tak berharganya nyawa manusia, pelecehan seksual dan pemerkosaan, penjualan dan perbudakan perempuan menjadi hal yang sangat tabu di kalangan masyarakat.

Inilah negaraku, negara yang dibangun berdasarkan semangat revolusi rupanya tak menjadi alasan penting untuk menghentikan sang penguasa menjarah harta kekayaan negara dan rakyatnya. Akhirnya cita-cita negara ini hanya menjadi sebuah khayalan pengantar tidur malam yang panjang sambil terdiam mendengar alunan suara Pancasila dan UUD 1945.

Luka yang pernah membekas di tubuh veteran ketika bertempur melawan penjajah tentu pernah mempunyai cita-cita untuk melihat apa yang diperjuangkannya menjadi buah yang tidak sia-sia. Namun itu cuma menjadi harapan. 74 tahun Indonesia merdeka rupanya belum bangkit dari trauma panjang sisa hasil penjajahan. Akhirnya negaraku menjadi negara kleptokratis.

Kleptokratis merupakan pemerintahan inegaliter yang sama sekali tidak adil. Memindahkan kekayaan nasional dari rakyat kepada lapisan atas yang berkuasa. Politikus dan birokrasi, militer dan polisi, pengusaha dan pemilik modal.

Kebengisan penguasa dari segala tindak tanduk keserakahannya menghilangkan sifat yang dikenal manusia dimuka bumi yaitu etika. Etika manusia dikenal karena adanya potensi akal budi yang dimilikinya. Maka dari itu akal budi tidak lepas dari ruang relativitas, ia tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh konteks historis yang beragam antara satu tempat dengan tempat yang lain.

Kita boleh saja berbangga diri melihat antusias pemerintah atau nir – pemerintah membentuk berbagai macam badan dan peraturan, dengan tujuan mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, walaupun dalam pembentukan tersebut menambah beban negara dengan anggaran yang cukup fantastis tak menjadi persoalan, asalkan argumentasi tersebut di-support oleh berbagai pihak yang sangat dipandang perlu demi terciptanya tujuan mulia dan di-back up oleh sebuah regulasi yang tidak tumpang tindih dengan lembaga–lembaga lain.

Namun yang menjadi persoalan adalah jika adanya pesanan–pesanan dari oknum penguasa yang ingin menarik anggaran–anggaran negara tersebut lewat dalih badan dan regulasi, ini yang sangat jahat. Akhirnya hang bejat menjadi tumbuh subur dan berakar memperkuat tatanan value sampai kepada sistem yang membentuk kader – kader bermental koruptor.

Maka dari pada itu menjadi orang baik di tengah orang-orang tidak baik adalah penderitaan. Menjadi orang yang jujur di tengah masyarakat yang terbiasa berbohong adalah suatu penderitaan pula. Penegak hukum yang jujur, kadangkala harus berhadapan dengan setumpuk uang, ancaman mutasi, kehilangan pekerjaan dan jabatan, bahkan ancaman keselamatan dan nyawa.

Mahasiswa yang bergerak bangkit melawan seringkali digembosi dan harus menerima intimidasi dari berbagai pihak, bahkan yang sangat disayangkan intimidaasi tersebut masuk melalui lembaga internal kampus lewat orang-orang yang punya wewenang secara langsung atau tidak langsung. diberi nilai jelek oleh dosen, dijauhi teman-teman, bahkan diancam DO (drop out) oleh pihak universitas.

Kampus yang dikenal mempunyai Tridharma Perguruan Tinggi rupanya hanyalah slogan belaka. Jadi tidak perlu kaget jika pergerakan mahasiswa hari ini dinilai kurang karena tak semua mahasiswa mampu menghadapi konsekuensi tersebut. Tapi percayalah sebelum hari kiamat tiba pasti akan ada orang – orang baik yang tetap siap berjuang.

Namun perjuangan tetaplah perjuangan. Karena setiap perjuangan pasti ada yang ”tegar” atau ”mati terkapar” dan Itu merupakan pilihan juga menjadi konsekuensi dari sebuah perjuangan yang panjang untuk kemenangan jihad melawan kezaliman.

Jadi jangan takut untuk menjadi orang yang baik, orang yang jujur di tengah-tengah suasana yang hancur karena sejatinya dalam hati nurani mereka masih terdapat ruang dan benih kejujuran. Karena kejujuran merupakan fitrah dan asasi manusia untuk menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia. ***

*Penulis adalah Kabid PAO HMI Cabang Pekanbaru

Kategori : Opini
wwwwww