Home > Berita > Umum
*Colok Bengkalis Simbol Identitas dan Jati Diri Melayu

Syaukani Al-Karim: Bangsa yang Selalu Pertahankan Kebudayaannya akan Jadi Negeri yang Sulit Dihapus oleh Sejarah

Syaukani Al-Karim: Bangsa yang Selalu Pertahankan Kebudayaannya akan Jadi Negeri yang Sulit Dihapus oleh Sejarah

Budayakan Riau, Syaukani Al-Karim (atas). Menara Colok Dusun Kampung Parit peraih juara 3 Festival Lampu Colok 2017 Bengkalis (bawah).

Minggu, 17 April 2022 16:06 WIB
Junaidi Usman

BENGKALIS, POTRETNEWS.com — Ketenaran Lampu Colok Bengkalis dari masa ke masa semakin membuat kita berdecak kagum.

Lampu Colok Bengkalis yang baru ditetapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI pada Desember 2021 kemarin adalah suatu hal yang luar biasa sebab ketetapan ini melalui proses yang perlu dilengkapi administrasi maupun hal lainnya termasuk dari sisi kemanfaatan bagi masyarakat Melayu di Bengkalis itu sendiri.

Untuk itulah, jurnalis potretnews.com coba mendapatkan informasi dari Syaukani Al-Karim, budayawan Riau tentang Lampu Colok Bengkalis ini dengan tanggapan pertama memberikan apresiasi kepada pemerintah yang tetap melestarikan Tradisi Lampu Colok Bengkalis.

"Memang tradisi Colok Bengkalis sebuah tradisi yang lama dalam masyarakat Melayu dan ini dilakukan pada setiap malam tujuh likur yang jatuh pada 26 puasa malam ke-27,.orang-orang Melayu selalu menyebutnya sebagai malam tujuh likur. Ini sebuah malam yang merujuk kepada angka 27. Mengapa disebut 7 likur karena kata likur itu sendiri sebuah proses akulturasi budaya, kata likur itu sendiri sudah merujuk pada angka 20, jadi 7 likur itu adalah angka 27. Dan kita orang-orang Melayu memasang Colok itu pada puasa yang ke-26 menyambut esoknya hari ke-27," kata Syaukani Al-Karim.

Diakui Syaukani Al-Karim, sepanjang yang diketahuinya, penyebutannya 7 likur karena kata likur sudah merujuk kepada angka 20.

"Sepanjang saya mengikuti perkembangan Colok di Bengkalis hingga di usia ke-50an ini memang dari teknik pembuatan terjadi perkembangan yang luar biasa. Awal tahun 1980an ketika saya bersekolah di SMP, sejak dulu Bengkalis memang meriah dalam soal pemasangan Colok. Dulu kita lihat Damon, Hang Tuah, Sungai Alam seterusnya Pangkalan Batang sampai ke Meskom adalah daerah-daerah yang sejak lama menjadi wilayah konsentrasi pemasangan Colok dalam tanda petik yang baik dan indah Colok di daerah ini. Anak-anak muda sekarang dengan pengetahuan dan ilmu yang mereka miliki, mengembangkan teknik pembuatannya misalnya menggunakan teknik tiga dimensi sehingga kita melihat Colok itu seolah-olah sebagai gambar yang sedang membentang dengan (ruangan-ruangan) di hadapan kita," puji Syaukani.

Penetapan lampu Colok Bengkalis sebagai situs Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) semestinya lebih mendorong kita untuk secara terus-menerus mengembangkan colok, baik dari sisi kuantitatif maupun dari sisi teknik pembuatannya. Kita bersyukur, sebetulnya pemerintah mendorong ini dan kita memberikan hormat kepada masyarakat apakah melalui dukungan pemerintah maupun secara mandiri tetap mempertahankan tradisi ini. Tradisi lampu Colok di Bengkalis ini adalah bagian dari kehidupan kita dan tentu saja ada tanggungjawab kita semua para pihak khususnya masyarakat untuk secara terus-menerus melakukan atau melestarikan tradisi ini sehingga pada masa datang, anak-anak kita, generasi berikutnya tetap melihat ini sebagai sebuah bagian dari kehidupan mereka, sebagai sebuah bagian dari tradisi yang harus mereka pertahankan," ungkapnya.

Dukungan warga setempat yang berada di luar pulau maupun luar provinsi dengan mengirimkan sedikit rezeki yang mereka miliki ke panitia yang akan ikut dalam Festival Lampu Colok 2022, menurut Syaukani Al-Karim, "Setiap makhluk Melayu adalah orang yang tidak bisa melepaskan diri dari kebudayaan yang mengasuhnya. Kalau disebutkan ada dukungan dari masyarakat yang berada di luar Bengkalis mengumpulkan uang untuk membantu masyarakat membuat Colok, itu karena mereka merasa bahwa di dalam tradisi Colok itu ada kerinduan mereka, ada masa kecil mereka, ada hasrat mereka untuk mempertahankan tradisi itu agar tetap hidup di tengah-tengah masyarakat. Bahwa Colok ini merupakan sebuah wilayah nostalgia kolektif masyarakat Bengkalis dan tentu kalau masyarakat Bengkalis menyebut Colok akan banyak orang memiliki sebuah ingatan tentang bagaimana semaraknya Bengkalis pada masa lampau. Itu mungkin yang menjadi dasar bagi banyak masyarakat yang berada di luar pulau Bengkalis ikut memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya agar tradisi yang merupakan bagian dari hidup mereka ini tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dan kita perlu mengucapkan terima kasih yang sangat besar, memberikan rasa hormat kepada semangat yang dimiliki oleh masyarakat baik yang menyumbang maupun membuat karena semuanya memang harus memiliki korelasi. Ada yang membuat, mengembangkan tekniknya, menyemarakkan dan ada pihak-pihak yang memberikan bantuan sebagai bagian dari kebersamaan masyarakat Kabupaten Bengkalis," kata Syaukani Al-Karim memberikan tanggapan.

Diungkapkan Syaukani Al-Karim meskipun menetap dan tinggal di Pekanbaru namun hari ini beliau telah kembali memiliki KTP Bengkalis. "Sepanjang hidup saya lebih banyak beraktivitas di Bengkalis dan tentu saya sangat menikmati peristiwa-peristiwa bagaimana Colok ini begitu semarak di masyarakat Kabupaten Bengkalis. Kita sering mendengar bahwa Colok ini adalah sebuah tradisi bagaimana orang di masa lampau ingin memberikan suasana yang terang, memberikan suasana yang gembira dalam menyambut lebaran. Tapi lebih dari itu, Colok ini adalah sebuah cara orang Melayu, sebuah simbol yang disampaikan oleh masyarakat Melayu yang tradisinya bersumber kepada Islam untuk menyatakan pada sesuatu yang Maha Tinggi bahwa mereka bergembira bukan karena datangnya lebaran tapi bergembira karena secara bersungguh-sungguh menjalankan apa yang menjadi kewajiban mereka pada bulan Ramadhan. Dalam satu kesempatan, saya membaca bahwa Colok ini adalah sebuah makna bahwa orang-orang Melayu dengan tradisi Islam itu ingin memberitahu kepada langit bahwa ibadah puasa yang mereka laksanakan pada hari-hari terakhir itu telah memberikan rasa iman yang terang bagaikan pelita yang dipasang sehingga dengan itu mereka merasa layak untuk mengharapkan Lailatul Qadar," ungkapnya.

Beberapa kali tahun Ramadhan, Syaukani Al-Karim tidak bisa melihat secara langsung kemeriahan Colok di Bengkalis, hanya bisa menyaksikan video-video pendek lampu Colok misalnya di Dusun Kampung Parit, Desa Sungai Alam atau berbagai tempat lain yang dikirim kawan-kawannya untuk mengobati sedikit kerinduan. "Hal-hal semacam itu tidak melunasi rindu, kita tentunya lebih baik melihat langsung. Bagi kita bukan hanya sekedar melihat Coloknya itu, tapi menyaksikan Colok itu ada sebuah peristiwa silaturahmi yang lain bahwa kita berada di tanah yang sama dengan keriangan yang sama sehingga peristiwa melihat Colok ini adalah peristiwa berbaur, bersilaturahmi dengan masyarakat di tempat Colok itu berada. Kalau kita hanya melihat Colok lewat kiriman foto atau video, mungkin hanya sekedar mengobatii rindu tapi menikmati secara utuh bagaimana keriangan peristiwa pemasangan Colok itu tentu agak sulit kita dapatkan. Maka bagi kami yang tidak berdomisili di Bengkalis akan selalu berikhtiar bagaimana minimal jika Colok dinyalakan empat malam, dapat melihat satu malam, jadilah agar kita dapat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keriangan masyarakat yang merupakan bagian dari hidup kita yang tidak terpisahkan," tuturnya.

Sebagai cucu dari Soeman HS, penulis novel roman "Mencari Pencuri Anak Perawan", Syaukani Al-Karim berpesan, "Saya ingin menyampaikan kepada adik-adik atau anak-anak kami, anak-anak muda, Bengkalis adalah sebuah tanah yang penuh dengan tradisi dan kearifan. Dari sejumlah tradisi yang terjaga salah satunya adalah pemasangan Colok ini. Dan ini adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagian kehidupan kita. Colok adalah bagian dari keutuhan-keutuhan kita sebagai masyarakat Kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu kita menyarankan kepada adik-adik, kepada anak-anak untuk tetap mempertahankan tradisi ini. Tradisi ini adalah sebuah tradisi yang baik, sebuah tradisi yang tidak hanya kita lihat dari pemasangannya, tapi ada sejumlah nilai yang ada dalam tradisi pemasangan Colok ini. Ada nilai gotong-royong di sana, ada nilai kebersamaan, ada nilai keikhlasan dalam menyambut hari besar Islam Ramadhan dan Idul Fitri. Nilai-nilai inilah sesungguhnya yang harus selalu ada dan selalu kita pertahankan. Kita yakin dan percaya bahwa sebuah negeri, sebuah bangsa yang selalu mempertahankan kebudayaannya akan menjadi sebuah negeri yang sulit dihapus oleh sejarah. Tapi kalau generasi muda tidak mempertahankan tradisi, maka lambat laun negeri itu akan hilang dari peta kebudayaan, akan hilang dari peta tradisi. Mempertahankan tradisi adalah mempertahankan jati diri kita, dan mempertahankan jati diri itu adalah kewajiban setiap kita sebagai makhluk Kabupaten Bengkalis. Kita tentu mengharapkan, antusias masyarakat memasang Colok ini seharusnya mendapatkan dukungan dari para pihak. Kita berharap pemerintah meskipun sudah memberikan dukungan yang luar biasa pada hari ini supaya dapat secara terus-menerus meningkatkan dukungannya, memberikan wilayah keriangan kepada masyarakat. Insya Allah, dukungan yang diberikan oleh pemerintah itu akan selalu menjadi kontribusi penting bagi perkembangan kebudayaan di tanah Bengkalis," ungkap Syaukani Al-Karim yang saat ini salah seorang unsur Ketua MKA LAMR Kabupaten Bengkalis di akhir wawancara. ***

Kategori : Umum, Bengkalis
wwwwww