Home > Berita > Umum

Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti Dinobatkan sebagai Kerabat Sultan Pelalawan

Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti Dinobatkan sebagai Kerabat Sultan Pelalawan
Kamis, 09 Desember 2021 16:42 WIB

PELALAWAN, POTRETNEWS.com — Kerajaan dan Kesultanan Nusantara harus mendapat posisi strategis dalam ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Sebab, sumbangsih mereka dalam proses lahirnya NKRI sangat luar biasa.

Hal itu disampaikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menerima penganugerahan Gelar Kekerabatan Datuk Sri Wira Utama Diraja dari Kesultanan Pelalawan di Istana Sayap, Pelalawan, Riau, Kamis (9/12/2021), melansir okezone.com.

“Kerajaan dan Kesultanan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini. Tapi kenapa saat ini arah perjalanan bangsa dan negara ini hanya ditentukan oleh Partai Politik sebagai satu-satunya instrumen. Kenapa para pendiri bangsa dan para pemilik saham lahirnya bangsa ini, yakni entitas civil society yang non-partisan, termasuk Kerajaan dan Kesultanan Nusantara tidak memiliki saluran atau ruang untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa?” tanya LaNyalla.

Menurutnya, Indonesia besar karena lahir dari sejarah peradaban yang unggul. Yaitu peradaban kerajaan dan kesultanan Nusantara. Dukungan nyata kepada lahirnya negara ini juga dibuktikan tidak hanya dengan secara moril namun juga materiil.

“Bentuk konkret terhadap lahirnya bangsa ini adalah dukungan moril dengan sikap Legowo yang luar biasa dari para Raja dan Sultan Nusantara yang mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah Negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945,” katanya lagi.

Salah satunya, Sultan Syarif Harun yang bertahta pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1946 di Kesultanan Pelalawan. Sultan Syarif telah menunjukkan kebesaran jiwanya dengan mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara dengan membangun Tugu Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 29 November 1946 di Kota Pelalawan.

“Karena itu saya terima kasih atas pemberian Gelar Kekerabatan dari Kesultanan Pelalawan dan saya bangga menjadi Kerabat Kesultanan Pelalawan,” ujar dia.

Sementara dukungan materiil yang dimaksud adalah berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan untuk dipergunakan bagi kepentingan pendirian negara ini di awal kemerdekaan. Bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset Kerajaan dan Kesultanan Nusantara masih dipergunakan untuk kepentingan Pemerintah.

“Karena itulah sekali lagi saya sampaikan, harus ada ruang bagi Raja dan Sultan Nusantara dan elemen sipil non partisan lainnya dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini,” ujar dia lagi.

Artinya, segala sesuatu yang menghambat ruang tersebut harus dibenahi. Yakni Konstitusi saat ini yang merupakan Konstitusi Hasil Amandemen di tahun 1999 hingga 2002 silam yang hanya memberikan ruang kepada partai politik mengurus segala hal di negeri ini.

Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, sebelum dilakukan Amandemen, UUD 1945 Naskah Asli, Utusan Daerah dan Utusan Golongan mempunyai porsi yang sama dengan anggota DPR yang merupakan representasi Partai Politik. Tapi setelah Amandemen, Utusan Golongan dihapus, dan Utusan Daerah diubah menjadi DPD RI, tetapi dengan kewenangannya jauh berbeda dengan Utusan Daerah.

“DPD RI sebagai wakil daerah, dipilih melalui Pemilu seperti Partai Politik, hanya bisa mengusulkan Rancangan Undang-Undang dan membahas di fase Pertama di Badan Legislasi. Sedangkan pemutus untuk mengesahkan menjadi Undang-Undang adalah DPR bersama Pemerintah. DPD RI juga tidak bisa mengusulkan pasangan Capres dan Cawapres dari jalur non-partai politik. Padahal, masyarakat melalui sejumlah survei menghendaki ada calon pemimpin nasional dari unsur non-partai politik,” paparnya.

Lebih parah lagi, Partai Politik membuat aturan melalui Undang-Undang Pemilu tentang Ambang Batas Pencalonan Presiden, atau Presidential Threshold sebesar 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen perolehan suara partai dalam Pileg.

“Negara ini menjadi miskin calon pemimpin nasional. Selain itu juga banyak dampak buruk atau mudarat dari penerapan Ambang Batas Pencalonan Presiden ini,” lanjutnya.

Ditambahkan LaNyalla Indonesia telah meninggalkan Demokrasi Pancasila, kini sudah menjadi Demokrasi Liberal. Di mana pada hakikatnya, Demokrasi Pancasila adalah Demokrasi yang mewakili semua elemen bangsa.

“Karena bangsa ini sangat majemuk seharusnya semua elemen terwakili di dalam Lembaga Tertinggi Negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, selain DPR sebagai representasi Partai Politik, terdapat Utusan Daerah dan Utusan Golongan,” katanya.

Tetapi yang terjadi sekarang, semua diatur sendiri oleh kesepakatan-kesepakatan dan kongsi antar partai politik. Bangsa ini sudah lupa dengan semangat para pendiri bangsa saat merumuskan Sila ke-Empat dari Pancasila, yang berharap kepada para Hikmat yang Bijaksana untuk melakukan Musyawarah Mufakat, demi mewujudkan cita-cita hakiki bangsa ini, yaitu; Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum, Pelalawan
wwwwww