4 Petani di Pelalawan Berstatus Terdakwa Kasus Dugaan Penebangan Pohon Akasia Milik PT Persada Karya Sejati

4 Petani di Pelalawan Berstatus Terdakwa Kasus Dugaan Penebangan Pohon Akasia Milik PT Persada Karya Sejati
Jum'at, 29 Oktober 2021 11:35 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Empat terdakwa penebangan kayu akasia PT Persada Karya Sejati (PKS) dan pemalsuan surat tanah di Kelurahan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, kembali disidang di pengadilan negeri setempat. Jaksa menghadirkan tiga saksi, salah satunya direktur perusahaan tersebut, Dodi.

Adapun empat terdakwa dimaksud adalah Ketua DPW Non Governmental Organization atau NGO Topan AD Wilayah Riau bernama M Iriyansyah, Ketua Umum NGO Topan AD Muara Sianturi, Lurah Pelalawan 2019 Tengku Makhrudin, dan Ketua Kelompok Tani Pelalawan Makmur Abadi, Alimun.

Hampir tiga jam lebih Dodi memberikan keterangan sebagai petinggi PT PKS yang membuat laporan ke Polda Riau pada pertengahan 2020. Pertanyaan bertubi-tubi datang dari kuasa hukum Muara Sianturi, Sarma Silitonga.

Hanya saja, Dodi tidak mampu menjelaskan secara gamblang terkait izin ini. Menurutnya, di perusahaan ada bidang perizinan yang mengetahui tentang status lahan di kelurahan tersebut. Sarma menanyakan izin perusahaan yang menurut anggota kelompok tani masuk dalam tanah ulayat. Di mana kelompok tani itu berniat mengolah lahan karena sudah lama tidak diolah.

Selain ulayat, alasan lainnya adalah terdakwa Tengku Makhrudin sebagai lurah tidak pernah didatangi menajemen PT PKS untuk memberi tahu ada lahan perusahaan di sana. Lurah, bahkan mengantarkan surat ke PT PKS di Pekanbaru tapi tidak mendapatkan jawaban.

"Terdakwa ini memakai sepeda motor ke sana, mengantarkan surat tapi tidak ada balasan," kata Sarma, Kamis siang, 28 Oktober 2021.

Saksi Dodi dalam sidang juga mengakui tidak pernah melihat surat dari lurah itu. Dia pun juga tak mendapatkan pemberitahuan dari bawahannya.

"Tidak saya ketahui dan tidak pernah melihat surat itu," ucap Dodi kepada hakim.

Dodi juga mengakui tak ada program CSR kepada masyarakat sekitar. Dia juga mengatakan tidak pernah datang menemui warga sekitar perusahaan.

Berdasarkan laporan dari bawahannya di lokasi, kelompok tani mulai masuk ke lokasi pada Desember 2019. Sempat berhenti tapi berlanjut lagi pada tahun 2020, di mana menurutnya ada alat berat yang dikerahkan.

"Ada 33 hektare yang dibersihkan kelompok tani, mulai ditanam sawit," kata Dodi.

Selain itu, Dodi mengakui tak ada kantor perusahaan di lokasi. Hanya ada pos sekuriti yang menurutnya dijadikan sebagai kantor.

Banyak Tidak Sesuai

Sementara itu, Sarma menyatakan kliennya Muara Sianturi keberatan dengan keterangan Dodi. Khususnya soal penebangan pohon akasia pada Desember 2019, melansir liputan6.com.

Berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki, kliennya dan anggota kelompok tani membersihkan lahan pada 5 Februari 2020. Mereka menolak disebut sebagai perusak lahan perusahaan karena tanah itu diakui warga sebagai miliknya.

Surat pembersihan ini diberitahukan NGO Topan AD ke Polsub Sektor Pelalawan. NGO ini ikut mendampingi kelompok tani karena melakukan advokasi setelah mendapat kuasa dari kelompok tani.

"Keterangan saksi tidak tepat, tidak sesuai dengan data yang kami miliki," tegas Sarma.

Selain itu, Sarma juga menyebut ada beberapa saksi yang dihadirkan ke pengadilan, termasuk sekuriti PT PKS yang menyatakan penebangan pohon akasia terjadi pada Februari 2020. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim
wwwwww