Home > Berita > Umum

Kerja Sama antara DLHK Riau dengan PT Bumi Laksmana Jaya soal Pemanfaatan Hasil Kayu Hutan Dinilai Langgar Peraturan Menteri

Kerja Sama antara DLHK Riau dengan PT Bumi Laksmana Jaya soal Pemanfaatan Hasil Kayu Hutan Dinilai Langgar Peraturan Menteri

Gambar hanya ilustrasi/INTERNET

Selasa, 28 September 2021 16:07 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menilai perjanjian kerja sama antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau dengan PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ) tentang pemanfaatan hasil kayu hutan melalui budi daya Accacia Sp dan Gerunggang bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor P.49/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2017.

Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo mengatakan, di dalam pasal 14 ayat 1 dan 2, peraturan menteri tersebut ada aturan yang berbunyi mengenai kewenangan gubernur dan Kepala Dinas LHK dalam melakukan perjanjian kerja sama pemanfaatan kayu hutan pada kesatuan pengelola hutan (KPH).

“Di dalam pasal 14 ayat 1, perjanjian kerja sama pemanfaatan hutan pada KPH dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan koperasi setempat ditandatangani oleh kepala dinas provinsi dan mitra kerja sama,” kata Okto kepada potretnews.com, Selasa (28/9/2021).

Sedangkan dalam ayat 2 di pasal 14 tersebut, berbunyi: Perjanjian kerja sama pemanfaatan hutan pada KPH dengan UMKM dan BUMD ditandatangani oleh gubernur dan mitra kerja sama. Namun dalam hal ini, kedua perjanjian kerja sama tentang pemanfaatan hasil kayu hutan ini malah ditandangani oleh Kepala Dinas LHK atas nama Mamun Murod bersama Direktur PT BLJ atas nama Abdul Rahman.

Berdasarkan data yang diperoleh potretnews.com, ada dua surat perjanjian kerja sama antara DLHK Riau dengan PT BLJ. Di antaranya, surat perjanjian dengan nomor 525/PPH/3099 tertanggal 22 Oktober 2020, memiliki luas wilayah kawasan hutan yang dikerjasamakan lebih kurang seluas 4.031 hektar. Luas areal yang dikerjasamakan itu berada di beberapa desa di Kecamatan Bantan, Bengkalis. Perjanjian kerja sama itu berlaku selama 20 tahun.

Surat perjanjian kedua dengan nomor 525/PPH/3101 memiliki luas wilayah kawasan hutan yang dikerjasamakan lebih kurang seluas 3.910 hektar dengan jangka waktu 20 tahun. Areal kawasan hutan yang dikerjasamakan dalam surat perjanjian kedua ini juga berada di beberapa desa di Kecamatan Bantan.

Selain menilai Mamun Murod tak berwenang dan telah melanggar Permen LHK nomor P.49, Jikalahari juga menyebut PT BLJ merupakan perusahaan yang tidak punya pengalaman dalam usaha kehutanan dan lingkungan hidup.

Tak hanya disebut tidak memilik pengalaman dalam usaha kehutanan dan lingkungan hidup, organisasi pemantau laju deforestasi hutan di Riau ini juga menyebut PT BLJ merupakan perusahaan BUMD yang pernah terlibat korupsi dana penyertaan modal Pemkab Bengkalis yang merugikan negara senilai Rp265 miliar. Kasus ini menyeret mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh yang dihukum penjara 6 tahun. “Bukan hanya terlibat korupsi, PT BLJ juga tidak punya pengalaman dalam usaha kehutanan dan lingkungan hidup,” kata Okto.

Kata dia, PT BLJ sebagai mitra pelaksana pengelolaan kehutanan tidak memiliki pengalaman dalam usaha kehutanan. Sebab, selama ini BUMD milik Pemkab Bengkalis itu bergerak di bidang industri, kontraktor, beralamat di Jalan Pahlawan no 15, Bengkalis, Riau. Maka PT BLJ akan sulit untuk menjalankan usaha kehutanan, terlebih lokasi kerja sama merupakan zona lindung gambut.

“PT BLJ juga merupakan perusahaan yang memiliki catatan buruk karena terlibat korupsi dana penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis ke BUMD yang merugikan negara Rp265 miliar,” sebutnya.

Sebagaimana diketahui, kasus korupsi penyertaan modal pada PT BLJ menyeret sejumlah nama penjabat di Bengkalis. Seperti direktur, komisaris hingga pejabat pemerintah Bengkalis. Dalam kasus ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru telah menghukum mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh penjara selama 6 tahun.

Kemudian Burhanuddin selaku mantan Sekretaris Daerah Bengkalis, Mukhlis mantan Kepala Inspektorat Bengkalis, dan Ribut Susanto selaku Komisaris PT BLJ. Mereka bertiga dihukum penjara 3 tahun 4 bulan dengan pidana denda Rp50 juta atau subsider 2 bulan kurungan.

Selain itu, pengadilan juga menghukum Yusrizal Andayani selaku Direktur PT BLJ selama 9 tahun penjara dan Ari Suryanto selaku staf khusus Direktur PT BLJ selama 6 tahun penjara.

Okto menambahkan, jauh sebelum adanya kerja sama antara DLHK Riau dengan PT BLJ, pada tahun 2015, aliansi masyarakat telah menolak keberadaan PT Rimba Rokan Lestari (RRL) yang merupakan anak perusahaan April Group di Kecamatan Bantan. “Aliansi masyarakat mendesak pemerintah mencabut PT RRL karena berada di atas permukiman dan lahan pertanian masyarakat di 19 desa di Kecamatan Bantan dan Bengkalis yang dihuni lebih dari 28 ribu jiwa, bahkan Desa Bantansari dan Desa Bantan Timur telah mengusulkan izin perhutanan sosial sejak Desember 2018 dan telah diverifikasi teknis pada Desember 2019,” ujarnya.

“Kita minta Presiden Jokowi segera mengintruksikan Gubernur Riau untuk membatalkan kerja sama antara DLHK Riau dengan PT BLJ dan Menteri LHK untuk menerbitkan izin perhutanan sosial di areal eks PT RRL untuk mensejahterakan masyarakat di tengah pandemi Covid -19,” pungkasnya.

Berita ini membutuhkan konfirmasi lebih lanjut dengan berbagai pihak. ***

Kategori : Umum, Bengkalis
wwwwww