Surat Panggilan dari Jaksa Hanya Fotokopi Jadi Alasan Mantan Bupati Kuantan Singingi tak Datang Diperiksa

Surat Panggilan dari Jaksa Hanya Fotokopi Jadi Alasan Mantan Bupati Kuantan Singingi tak Datang Diperiksa
Selasa, 03 Agustus 2021 18:10 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Mantan Bupati Kuansing, Mursini, kembali tak memenuhi panggilan jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau. Mursini dijadwalkan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi. Adapun kasus dugaan rasuah yang menjerat Mursini, yakni terkait belanja barang dan jasa di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing pada 6 kegiatan dengan total anggaran mencapai Rp13.300.600.000, yang bersumber dari APBD Kuansing Tahun Anggaran (TA) 2017.

Mursini lewat penasehat hukumnya, Suroto, menyampaikan alasan ketidakhadirannya untuk menjalani pemeriksaan. Pihaknya menilai, surat panggilan jaksa yang diterima, bukan surat yang asli, melainkan fotokopi.

"Surat panggilannya yang fotokopi yang disampaikan ke beliau (Mursini,red)," kata Suroto, Selasa (3/8/2021).

Karena hal itu, Suroto pun meminta agar penyidik kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap kliennya tersebut. Tentunya dengan surat panggilan yang sah, sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Kami minta bapak (Mursini) dipanggil ulang dengan surat panggilan yang sesuai dengan prosedur KUHAP, Pasal 112 ayat (1) KUHAP, yaitu dengan surat yang sah," ucap Suroto.

Panggilan Pertama Jumat Pekan Lalu

Sejatinya, Mursini dijadwalkan diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka pada Jumat (30/7/2021) kemarin. Namun yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan sakit.Penyidik kemudian melayangkan surat pemanggilan kedua untuk menjalani pemeriksaan pada Senin (2/8/2021) kemarin.

"Dia (Mursini,red) tidak hadir. Yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan," ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Selasa (3/8/2021), melansir Tribunnews.com.

Untuk itu diungkapkannya, jaksa penyidik akan kembali melayangkan surat pemanggilan ketiga. "Tentu penyidik akan melayangkan panggilan berikutnya," ucap Asisten Intelijen Kejati Riau.

Saat disinggung apakah saat dilayangkannya surat pemanggilan ketiga itu, akan disertai dengan upaya paksa, Raharjo enggan membeberkan.

"Ya, nanti dulu lah. Ini baru panggilan kedua kok," ucapnya.

Rincian 6 kegiatan yang terindikasi menyimpang dan ada dugaan korupsi yang dilakukan Mursini, pertama, dialog atau audiensi dengan toko-tokoh masyarakat, pimpinan/anggota organisasi sosial masyarakat, kedua, penerimaan kunjungan kerja pejabat negera/dapertemen/lembaga pemeringah non dapartemen/luar negeri, ketiga, rapat korlordinasi unsur Muspida, keempat, rapat koordinasi pejabat pemerintah daerah, kelima, kunjungan kerja/ inspeksi kepala daerah/ wakil kepala daerah dan keenam, kegiatan penyediaan makan dan minum.

Rugikan Negara Rp 5,8 MIliar Lebih

Kasus ini merupakan pengembangan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dan berdasarkan putusan pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Akibat perbuatan tersangka Mursini ini, negara dirugikan sebesar Rp5,8 miliar lebih atau Rp5.876.038.606. Adapun modus yang dilakukan tersangka Mursini, yaitu dengan menerbitkan SK nomor: KPTS44/II/2017 tanggal 22 Februari 2017 tentang penunjukan pejabat Pengguna Anggaran, Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Setdakab Kuansing.

Mursini memerintahkan kepada terpidana Muharlius selaku Pengguna Anggaran (PA), dan M Saleh selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait dana yang diduga untuk 6 kegiatan tersebut.

Atas perbuatannya, Mursini disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, jo pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diungkapkan Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto dalam wawancara sebelumnya, penanganan perkara ini dilakukan secara 'keroyokan'. Dimana atas perintah pimpinan Korps Adhyaksa dan juga hasil supervisi tim Jampidsus Kejagung RI, maka dibentuklah tim gabungan dari Kejari Kuansing dan Kejati Riau.

"Ini mempercepat proses penyidikan. Karena tenaga penyidik terbatas, apalagi kasus yang ditangani (Kejari Kuansing) banyak," tuturnya.

Disinggung soal adanya indikasi keterlibatan pihak lain, Raharjo menyebutkan, jaksa masih akan melihat perkembangan, sesuai fakta dan data yang ada.

"Kita lihat perkembangan ke depan," beber dia.

Sebelumnya, 5 orang terdakwa dalam perkara yang sama, sudah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Mereka adalah mantan Plt Sekda Kuansing, Muharlius selaku pengguna anggaran (PA), M Saleh selaku mantan Kabag umum dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Verdy Ananta selaku mantan bendahara pengeluaraan rutin, Hetty Herlina selaku mantan Kasubag Kepegawaian sekaligus PPTK serta Yuhendrizal selaku mantan Kasubag tata usaha dan selaku PPTK.

Bupati Terpilih Ikut Diperiksa

Pada perkara ini, sejumlah pihak juga sudah diperiksa. Diantaranya, Wakil Bupati Kuansing Halim, Bupati terpilih Andi Putra dalam statusnya sebagai mantan Ketua DPRD Kuansing, serta mantan anggota DPRD Kuansing Rosi Atali dan Musliadi. Serta Muradi, mantan Kabag Umum Setdakab Kuansing.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk 5 terdakwa, terungkap adanya aliran uang miliaran rupiah ke sejumlah orang yang diambil dari pelaksanan enam kegiatan tersebut.

Diantaranya uang Rp500 juta yang diberikan Verdi Ananta kepada seseorang di Kota Batam, Selasa (13/6/2017) silam. Pemberian uang dalam bentuk pecahan dollar Amerika itu atas perintah Mursini.

Selang beberapa pekan kemudian, giliran Kabag Umum, M Saleh yang menyerahkan uang kepada seseorang di Batam sebesar Rp150 juta juga atas perintah Mursini. Terhadap Mursini, juga menerima aliran dana sebesar Rp150 juta di kediaman pribadinya di Pekanbaru.

Dirinya menerima uang dalam bentuk ringgit Malaysia sebesar Rp100 juta dan Rp50 juta pecahan rupiah untuk keperluan berobat istrinya. Lalu, Plt Sekdakab Kuansing, Muharlius pernah meminjam uang untuk pribadi kepada Verdi Ananta Rp80 juta pada November 2017. Uang itu, dipergunakan terdakwa untuk membayar honor Satpol PP pada lebaran Idul Fitri 2017. Sementara, Verdi Ananta, pernah meminjam uang Rp35 juta kepada Saleh.

Uang tersebut, berasal dari dana pelaksanaan enam kegiatan, serta dipergunakan oleh Verdi untuk membantu biaya pengobatan orang tuanya. Tidak hanya itu saja, Ketua DPRD Kuansing tahun 2017, Andi Putra juga menerima uang Rp90 juta. Uang ini, diberikan melalui Roni atas perintah Muharlius.

Kemudian, mantan anggota DPRD Kuansing tahun 2017, Musliadi menerima aliran dana Rp500 juta. Uang itu diberikan Kabag Umum, M Saleh atas perintah Mursini. Mursini juga memerintahkan Saleh memberikan uang ke mantan anggota DPRD Kuansing yakni, Rosi Atali. Uang tersebut diterima Rosi Atali dari Verdi Ananta di Jalan Perumnas Teluk Kuantan.

Berdasarkan pemeriksaan BPK RI Nomor : 28.C/LHP/XVIII.PEK/06/2018 tanggal 28 Juni 2018. Terdapat temuan atas enam kegiatan tersebut sebesar Rp7.083.929.681. Bahkan, Inspektorat Kuansing diperintahkan melakukan pemeriksaan khusus atas belanja barang dan jasa pada enam kegiatan di Setdakab tidak diyakini kewajarannya sebesar Rp7.083.929.681, dan menuntaskannya dengan proses tuntutan ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku.

Kemudian, Inspektur Kuansing Hernalis memberikan arahan kepada Muharlius, Saleh, Hetty Herlina, Verdi Ananta, Yuhendrizal, dan Viktor Kurniawan untuk memperbaiki dan melengkapi SPJ dari kuitansi enam kegiatan tersebut pada Juni 2018 di rumah Dinas Bupati Kuansing.

Karena menurut M Saleh tempat itu yang paling aman dan layak untuk melengkapi dan memperbaiki SPJ atas enam kegiatan di sana.Selanjutnya M Saleh minta izin kepada Mursini, dan yang bersangkutan mengizinkan. Untuk melengkapi dan memperbaiki SPJ kegiatan tersebut, Verdi Ananta membuat nota/bon/faktur dari penyedia barang/jasa.

Sedangkan jumlah, harga serta item pada nota itu diisinya bersama Hetty Herlina. Kemudian, untuk stempel yang ada dalam nota diminta oleh Hetty dan Saleh dari penyedia barang/jasa. Selain itu, ada juga juga stempel yang seakan-akan dari penyedia barang yang dibuat oleh mereka berdua. Bahwa terdakwa Muharlius, Saleh, Hetty Herlina, Verdi Ananta, Yuhendrizal, dan Viktor Kurniawan membuat SPJ fiktif agar seolah-olah benar kegiatan tersebut dilaksanakan. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim
wwwwww