Home > Berita > Umum

BPK Sebut BPD Kurang Optimal Dorong Perekonomian Daerah

BPK Sebut BPD Kurang Optimal Dorong Perekonomian Daerah
Senin, 28 Juni 2021 09:28 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih belum optimal mendorong perekonomian daerah, termasuk kontribusi bagi pemerintah daerah setempat. Hal itu salah satunya disebabkan porsi penyaluran kredit produktif yang lebih rendah dibanding kredit konsumer. Hal itu dijelaskan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2020 (IHPS II-2020).

Dalam laporannya BPK turut mengulas efektivitas pengelolaan pada BPD. Menurut BPK, persaingan yang ketat dalam industri perbankan, baik bank negara maupun bank swasta, menuntut untuk beroperasi secara lebih efektif. Sebagai bank daerah, BPD memiliki keunggulan dalam akses dan informasi pasar di wilayahnya. BPD merupakan bank milik pemerintah daerah yang sebagian besar dana pihak ketiga (DPK) yang dikelolanya didominasi oleh low cost deposit, sehingga seharusnya BPD lebih unggul dibandingkan bank lainnya dalam penetapan pricing tingkat suku bunga kredit.

"Namun demikian proporsi kredit yang disalurkan oleh BPD lebih besar untuk kredit sektor konsumtif daripada disalurkan ke sektor riil yang lebih produktif dan belum optimal dalam memberikan kontribusi kepada pengelolaan keuangan pemerintah daerah," demikian tulis BPK dalam IHPS II-2020, dikutip Investor Daily, Minggu (27/6), melansir investor.id.

Dalam hal ini, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan BPD tahun buku 2018 sampai dengan kuartal III-2020. Pemeriksaan dilakukan serentak pada delapan BPD yang terdiri dari Bank Jambi, Bank Riau Kepri, Bank Bengkulu, Bank Nagari, Bank Sumut, Bank Sumsel Babel, Bank DKI, dan Bank Jateng. Hasilnya, BPK menyimpulkan masih banyak permasalahan yang mengganggu efektivitas pengelolaan pada delapan BPD tersebut.

Permasalahan signifikan yang ditemukan dalam pemeriksaan di antaranya mencakup tentang penghimpunan dana, penempatan dana, penguatan modal, pelayanan pengelolaan keuangan daerah, termasuk perkreditan. Khusus membahas permasalahan perkreditan, BPK menyoroti kebijakan BPD yang belum memuat kewajiban penyaluran kredit dan pembiayaan kepada usaha produktif secara memadai. Hal itu berdampak pada tidak terpenuhinya kewajiban penyaluran kredit produktif sesuai jenis buku bank seperti yang diatur dalam POJK.

"Kondisi ini berakibat pada tujuan penyaluran kredit atau pembiayaan kredit kepada usaha produktif untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan daerah melalui kredit modal kerja dan kredit investasi tidak tercapai. Hal ini terjadi pada Bank Nagari, Bank Sumut, Bank Bengkulu, Bank Jambi, Bank Riau Kepri, Bank Sumsel Babel dan Bank Jateng," kata BPK.

Lebih lanjut, BPK juga mengatakan, pelaksanaan penyaluran kredit dan pembiayaan belum sepenuhnya mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, penerapan manajemen risiko, dan efisiensi bank. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan masih adanya penyaluran kredit yang belum sepenuhnya didasarkan atas kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan dan analisis kredit yang memadai sehingga menimbulkan risiko kredit bermasalah. Hal ini terjadi pada Bank Nagari, Bank Bengkulu, Bank Jambi, Bank Riau Kepri, Bank Sumsel Babel, dan Bank DKI.

Permasalahan signifikan terakhir adalah pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan penyaluran kredit dan tindak lanjut atas hasil pengawasan belum sepenuhnya memadai. Dengan begitu ditemukan bahwa permasalahan kredit belum seluruhnya dapat diselesaikan dan potensi meningkatnya kredit bermasalah. Fenomena itu terjadi pada semua BPD yang menjadi objek pemeriksaan BPK. Dari sejumlah permasalahan penyaluran kredit tersebut BPK pun menyampaikan sejumlah rekomendasi.

Pertama, Menyusun strategi yang efektif untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif pada setiap kantor cabang, dan selanjutnya untuk lebih optimal dalam pencapaian target realisasi penyaluran kredit produktif sesuai jenis buku bank seperti yang diatur dalam POJK. Rekomendasi kedua, Meningkatkan perilaku prinsip kehati-hatian kepada analis/pengelola kredit/pembiayaan melalui pendidikan, pelatihan, dan coaching secara berkala. Serta ketiga, menindaklanjuti hasil pengawasan internal dan pemeriksaan eksternal sesuai rencana aksi yang disusun, dan menggunakan hasil pengawasan/ pemeriksaan sebagai bahan perencanaan mendatang. Kontribusi ke Pemda Sementara itu, pemeriksaan juga menemukan permasalahan signifikan terkait pelayanan pengelolaan keuangan daerah oleh BPD, yang pada akhirnya membuat kontribusi ke pemda belum optimal.

Di antaranya adalah semua BPD yang diperiksa belum melakukan pemetaan dan standarisasi jenis dan produk layanan untuk mendukung pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, belum memiliki kebijakan teknis/SOP yang mengatur secara khusus layanan pengelolaan keuangan daerah yang mengakibatkan kebutuhan pemda atas layanan perbankan belum terpenuhi secara optimal.

"BPD belum melakukan pelayanan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan perencanaan yang memadai dan kerjasama BPD dengan pemda dalam pengelolaan keuangan daerah belum didukung dengan perjanjian yang memadai yang mengakibatkan kebutuhan pemda atas layanan perbankan belum terpenuhi secara optimal. Hal ini terjadi pada semua BPD yang menjadi objek pemeriksaan BPK," ungkap BPK.

Terakhir, BPK turut menemukan bahwa semua divisi pengawasan internal BPD yang diperiksa belum memadai dalam melakukan pengawasan. Kemudian hasil pengawasan internal belum ditindaklanjuti secara memadai yang mengakibatkan pelayanan pengelolaan keuangan daerah belum optimal. Secara umum, hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan bank pada delapan BPD tersebut mengungkapkan 98 temuan. Diantaranya memuat satu permasalahan kerugian negara sebesar Rp 102,35 juta, satu permasalahan potensi kerugian negara sebesar Rp 1,91 miliar, dan 122 ketidakefektifan. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww