Home > Berita > Umum

Usai Lapor KPK, Petani Kopsa M Laporkan PTPN V ke Bareskrim Polri

Usai Lapor KPK, Petani Kopsa M Laporkan PTPN V ke Bareskrim Polri

Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agrari-SETARA Institute, Disna Riantina bersama tim di Bareskrim Polri, pada Kamis, 27 Mei 2021

Jum'at, 28 Mei 2021 11:17 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — PT Perkebunan Nusantara V kembali dilaporkan oleh petani Sawit yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) ke penegak hukum atas dugaan penyerobotan tanah seluas 400 hektare di Desa Pangkalanbaru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Sebelumnya, pada Selasa (25/5/2021), para petani yang didampingi oleh Setara Institute telah melaporkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.

”Pada Kamis, 27 Mei 2021, Setara Institute bersama 200 petani secara resmi kembali melaporkan pejabat di PTPN V ke penegak hukum. Namun kali ini kami melaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan STTL/220/V/2021/BARESKRIM ,” kata Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria-Setara Institute, Disna Riantina saat dihubungi potretnews.com, Jumat (28/5/2021).

Disna dan tim mendatangi Bareskrim Polri membawa sejumlah alat bukti kepemilikan lahan berupa 7 sertifikat tanah dan 193 surat keterangan tanah (SKT).

Dalam pelaporan ini, Setara Institute menduga ada praktik kolusi yang dilakukan oleh pejabat tinggi di PTPN V. Lantaran lahan seluas 400 hektar dari sebagian total kebun plasma yang dibangun seluas 2.000 hektar tersebut diduga diperjualbelikan oleh adik kandung dari Direktur SDM PTPN V saat itu.

“Berdasarkan bukti yang ada, bahwa pada 18 April 2007 telah dilakukan pengikatan jual beli secara melawan hukum di hadapan notaris bernama Hendrik Priyanto yang beralamat di Jalan Pembangunan No. 10 C, Kampung Melayu, Payungsekaki, Kota Pekanbaru, Riau. Legalisasi penyerobotan itu diduga dilakukan oleh ES sebagai penjual, lalu HS selaku pembeli tanah seluas 400 hektar tersebut,” ujarnya.

“Selain Direktur SDM PTPN V (saat itu) dan adik kandungnya yang dilaporkan, kami juga melaporkan Hendrik Priyanro selaku notaris dalam urusan jual beli tanah tersebut. Jadi sebanyak 3 orang telah kami laporkan ke Bareskrim Polri,” imbuhnya.

Diketahui HS merupakan Direktur Utama dari PT Langgam Harmuni yang diduga menguasai dan mengambil hasil dari perkebunan milik Kopsa M seluas 400 hektar. Kemudian Setara Institute juga menduga PT Langgam Harmuni selama ini beroperasi tanpa izin, karena tidak ada satupun HGU yang dikeluarkan di lokasi kebun sawit tersebut, yakni di Desa Pangkalanbaru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Disna mengungkapkan bahwa didalam akta jual beli kalau pihak notaris mengklaim melakukan pengikatan dengan menggunakan kuasa lisan yang diberikan pihak mengatasnamakan petani.

”Faktanya para petani tidak pernah memberikan kuasa dalam bentuk apapun bahkan sebaliknya mereka membuat pernyataan tentang tidak pernah memberikan surat kuasa lisan kepada siapapun. Kalau petani tidak ada dan tidak pernah memberikan kuasanya kepada siapa pun, maka ini adalah adalah bentuk penyerobotan kebun milik petani anggota Kopsa M, serta merupakan bentuk pembiaran yang dilakukan oleh PTPN V,” tegasnya.

Setelah seluas 400 hektar lahannya telah diserobot dan diperjualbelikan, kini lahan kebun yang dimiliki petani dari anggota Kopsa M hanya seluas 1400 hektar. “Tinggal 1.400 hektar, itupun kebun produktif hanya 400 hektar, sisanya 1.000 hektar bisa disebut kebun gagal. Lalu ada sekitar 200 hektar lagi kami menduganya diserobot serta diperjualbelikan, dalam waktu dekat akan kami laporkan juga,” cetusnya.

Kebun yang dianggap gagal dan tidak tuntas oleh Disna dan Tim Setara Institute, karena kegagalan ini dibuktikan oleh hasil uji kelayakan fisik kebun dari Dinas Perkebunan. Lalu ketika hasilnya keluar pada tahun 2017, kebun tersebut dinyatakan gagal.

“Berdasar hasil uji kelayakan fisik kebun ada 3 hal yang menyebut kalau kebun yang dibangun oleh PTPN V untuk Kopsa M itu gagal, yang pertama dilihat dari jumlah populasi hamparan per hektar yang seharusnya 128- 130 batang per hektar, namun PTPN V hanya menanam 115-116 batang. Kedua, sarana dan prasarana mulai dari parit, titian pengantaran buah, jalan masuk pengangkutan buah, namun tidak diurus serta tidak dibuat oleh PTPN V. Dan terakhir hasil kebun petani selama ini rendah karena tidak dilakukan perawatan menyeluruh,” pungkasnya. 

Berita ini membutuhkan konfirmasi lebih lanjut dengan berbagai pihak. *** 

Kategori : Umum, Pekanbaru
wwwwww