Tebas Lahan dengan Upah Rp500 Ribu Berujung Penjara, Istri Kaban Harap Keadilan Berpihak pada Suaminya

Tebas Lahan dengan Upah Rp500 Ribu Berujung Penjara, Istri Kaban Harap Keadilan Berpihak pada Suaminya

Dr.Elviriadi bersama kuasa hukum pak kaban di PN Pekanbaru, Selasa (12/1/2021).

Sabtu, 23 Januari 2021 15:40 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Abdul Kadim Kaban alias Kaban (43) ini adalah ayah dari dua orang anak yang saat ini tengah menghadapi persoalan hukum di Pengadilan Negeri Kota Pekanbaru.

Ia diadili karena awalnya disuruh salah satu pemilik lahan untuk membersihkan ilalang liar dan rumput-rumput seluas dua kapling dengan upah Rp500 ribu, pasca dibersihkan sampah yang ia kumpulkan tersebut ditumpuk kemudian dibakar setelah ditunggu kurang lebih dua minggu sambil menunggu musim penghujan datang.

Akibatnya Kaban ditangkap oleh pihak kepolisian setempat yakni dari Polsesk Tampan, Kota Pekanbaru dan saat ini sedang menghadapi proses sidang di PN Kota Pekanbaru serta sudah menjalani hukuman selama hampir 8 bulan.

Kaban yang mempunyai kerjaan utama sebagai satuan pengamanan ini, dan berkerja sebagai pembersihan lahan guna mencari tambahan disangkakan melanggar pasal berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru yakni pasal tentang UU PPLH dan UU Perkebunan dengan tuntutan penjara selama dua tahun berikut dengan denda Rp1 miliyar.

Istri Kaban (43) saat dihubungi potretnews.com, Jum’at (22/1/2021) menyampaikan bahwa ia berharap keadilan akan berpihak kepada suaminya. Sebab kini istrinya hanya seorang diri mengurusi kedua orang anak hasil pernikahannya dengan Kaban.

“Saya sebagai istri berharap ia bebas dari semua tuntutan yang dituntut kepada dirinya, karena kan dia sudah menjalani masa hukuman selama 8 bulan, kasihan lah sama anak-anak kami ini ada dua orang, yang satu berumur 20 tahun dan satu lagi berumur 7 tahun,” Ungkapnya.

Istrinya yang tak mau disebutkan namanya ini mengatakan bahwa dirinya kerap berbohong kepada anaknya paling kecil berumur 7 tahun saat ditanyai dimana keberadaan ayahnya.

“Saya selalu berbohong sama anak saya yang masih kecil itu, saat dia bertanya kemana ayahnya, kenapa tak pulang-pulang. Saya cuma menjawab kalau ayahnya sedang pergi berkerja di Kota Medan, dan pulang kampung ke Tanah Karo”

Sejak suaminya dipindahkan ke Rumah Tahanan Klas I Pekanbaru, dirinya selama hampir 8 bulan ini belum pernah berjumpa dengan suaminya.

“Iya belum pernah jumpa sejak suami saya dipindahkan ke Rutan Sialang bungkuk, dilarang berjumpa oleh pihak rutan dengan alasan situasi Covid-19, saya sedih sekali sebenarnya,” ucapnya.

Sedangkan pakar lingkungan Riau dan saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak keluarga, Dr.Elviriadi mengaku kecewa karena UU PPLH dan UU Perkebunan kembali menjerat orang perorangan, bukan menjerat koorporasi dengan senyata-nyatanya membakar hutan dan merusak hutan.

“Setidaknya sebelum sample dibawa uji labor, seharusnya dilihat dulu jenis kebakaran yang terjadi. Jangan tergea gesa, harus ikuti metode ilmiah dong...,”

Elviriadi juga menyebutkan bahwa ada 3 jenis kebakaran, ada yang bisa dipandang merusak lingkungan, dan ada juga masih selaras dengan daya dukung lahan.

“Ketiga jenis itu adalah, pertama low fire severity (terbakar ringan). Kedua, moderate fire severity (terbakar sedang). Ketiga, high fire severity.  Maka, berdasarkan pengamatan saya dilahan bekas terbakar Pak Kaban termsduk terbakar ringan,” paparnya.

“Yang saya perhatikan lapisan duff tidak rusak, tumbuhan mulai ada pertanda suksesi awal tidak terganggu, berarti kerusakan tanah tidak seberapa. Apa yang dilakukan Kaban merupakan pembakaran terkendali (Cotrolled Burning),” pungkasnya. ***

Kategori : Hukrim, Pekanbaru
wwwwww