Home > Berita > Inhu

Jadi Terdakwa Kasus Dugaan Pemerasan Kepala SMP Rp1,5 Miliar, Mantan Kajari Inhu & Dua Anak Buahnya Jalani Sidang Perdana

Jadi Terdakwa Kasus Dugaan Pemerasan Kepala SMP Rp1,5 Miliar, Mantan Kajari Inhu & Dua Anak Buahnya Jalani Sidang Perdana

Ilustrasi/INTERNET

Kamis, 10 Desember 2020 15:49 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Sempat heboh di publik, kasus dugaan pemerasan terhadap 61 orang kepala sekolah (Kepsek) setingkat SMP di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) oleh sejumlah oknum jaksa, akhirnya bergulir di persidangan.

Adapun pesakitan dalam kasus ini, berjumlah 3 orang. Di antaranya mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Inhu, Hayin Suhikto, dan 2 orang bawahannya.

Dua orang itu yakni mantan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Inhu, Ostar Al Pansari dan mantan Kasubsi Barang Rampasan Kejari Inhu, Rionald Febri Rinaldo.

Perkara ini, sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Namun belakangan, perkara ini diambil alih Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ketiga orang oknum jaksa ini, menjalani proses peradilan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Sidang perdana digelar pada Kamis (10/12/2020) ini.

Sidang ini dilaksanakan dengan skema video conference. Majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina, berada di ruang sidang, sedangkan JPU di Kantor Kejagung dan ketiga terdakwa di Rutan Salemba Cabang Kejagung di Jakarta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung), Eliksander Siagian, mendakwa para terdakwa telah melakukan pemerasan Rp1,5 miliar.

Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan, perbuatan para terdakwa terjadi pada kurun waktu Mei 2019 sampai dengan Juni 2020 lalu.

Terdakwa Hayin menerima uang Rp 769 juta, terdakwa Ostar menerima Rp275 juta dan satu unit iPhone X dan terdakwa Rionald menerima uang Rp115 juta.

"Seluruh dana diterima Rp1,5 miliar lebih. Penerimaan itu bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya terdakwa selaku penyelenggara negara," tegas JPU, melansir tribunnews.com.

Lanjut JPU, uang yang diterima terdakwa itu berasal dari 61 Kepala SMP Negeri di Inhu. Penerimaan uang itu berawal ketika kepala SMP itu menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2016 hingga 2018.

Ada laporan yang masuk ke jaksa di Inhu, jika pengelolaan dana ada indikasi diselewengkan.

Namun bukannya melakukan penyelidikan, dan pelaksanaan tugas sesuai prosedur yang berlaku terhadap adanya dugaan tidak pidana korupsi dalam pengelolaan dana BOS itu, para terdakwa justru meminta uang kepada para kepala SMP agar kasus tidak dilanjutkan.

Tindakan para terdakwa bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Pasal 10 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 23 huruf d, e dan f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Selanjutnya, Pasal 4 angka 1 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 4 huruf d, Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007 perihal Kode Etik Perilaku Jaksa, Peraturan Jaksa Agung Nomor 006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI.

Terdakwa juga melanggar Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.

"Perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-845/F/Fjp/05/2018 tanggal 04 Mei 2018 perihal Petunjuk Teknis Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang Berkualitas," papar JPU.

Atas dakwaan tersebut, para terdakwa tidak mengajukan keberatan. Untuk itu, adapun agenda sidang selanjutnya pada pekan depan, adalah meminta keterangan saksi. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Inhu, Hukrim
wwwwww