Cara Kotor Mendapatkan Dana Alokasi Khusus untuk Pemda Terungkap; Harus Dipancing dengan Uang!

Cara Kotor Mendapatkan Dana Alokasi Khusus untuk Pemda Terungkap; Harus Dipancing dengan Uang!

Ilustrasi/INTERNET

Rabu, 18 November 2020 18:34 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya praktik koruptif untuk mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat. Terungkap jika pemerintah daerah ingin mendapatkan DAK maka harus dipancing dengan uang. 

Oleh karena itu, KPKmendorong transparansi terkait pengalokasian DAK APBN. Tujuannya agar tidak ada lagi kepala daerah yang melakukan suap demi mendapat DAK untuk daerahnya.

”Kalau misalnya dana alokasi khusus itu dari awal sudah transparan, kira-kira daerah dengan kriteria apa saja yang berhak, tentu kepala-kepala daerah itu tidak akan mengurus," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Selasa (17/11/2020).

Alex menilai, kasus korupsi terkait pengurusan DAK telah sistemik. Sejauh ini, KPK telah menetapkan 12 tersangka dalam pusaran kasus suap pengurusan DAK, tiga di antaranya merupakan kepala daerah. Alex menyebut, niat para kepala daerah agar daerahnya memperoleh nilai DAK yang besar bukan merupakan kesalahan selama digunakan untuk pembangunan daerah.

Namun, upaya menambah anggaran DAK dengan cara menyuap untuk mengurus penambahan dana tersebut yang tidak dapat dibenarkan. "Ada salah satu kepala daerah yang pernah menyampaikan, kita ini untuk mendapatkan uang itu harus dengan uang juga, jadi membeli uang dengan uang," ujar Alex, melansir tribunnews.com.

Menurut Alex, transparansi terkait pengalokasian DAK dapat menjadi jalan keluar agar tidak ada lagi kepala daerah yang memberi suap supaya daerahnya memperoleh DAK.

KPK telah menetapkan 12 tersangka dalam rangkaian kasus suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus di sejumlah daerah. Enam tersangka telah divonis bersalah sedangkan enam lainnya masih diproses dalam tahap penyidikan.

Para tersangka yang telah dinyatakan bersalah adalah mantan anggota Komisi XI DPR, Amin Santono; pihak swasta bernama Eka Kamaludin; mantan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.

Kemudian, pihak swasta bernama Ahmad Ghias; mantan anggota DPR, Sukiman; dan mantan Pj Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Natan Pasomba.

Sedangkan enam tersangka lainnya adalah Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Bupati Labuhanbatu Utara Khairuddin Syah Siregar, mantan Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono, mantan Anggota DPR Irgan Chairul Mahfiz, Kepala Bappenda Labuhanbatu Utara Agusman Sinaga, dan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah.


KPK Tahan Wali Kota Dumai
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Dumai, Riau, Zulkifli AS sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan suap DAK Dumai. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata langsung menyampaikan pengumumam penahanan tersebut, Selasa (17/11/2020).

Penahanan dilakukan dalam kasus pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2017 dan APBN 2018 yang penyidikannya dilakukan sejak September 2019.

Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka ZAS selama 20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020 di rutan Polres Metro Jakarta Timur

"Tersangka ZAS memerintahkan pengumpulan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di pemerintahan kota Dumai, penyerahan uang senilai 550 Juta Dolar Amerika, Dolar Singapura dan Rupiah," ujar Alexander Marwata dalam live Jumpa Pers yang ditayangkan langsung di akun Twitter @KPK_RI, Selasa sore.

Sedangkan untuk Perkara Kedua, Tersangka ZAS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.

Terhadap hal sangkaan ini KPK menjerat tersangka dengan dua pasal Tipikor, Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"KPK berkomitmen akan tetap melakukan pemberantasan korupsi sekalipun adanya proses Pilkada yang sedang berlangsung saat ini," tegas Alexander Marwata.

Sementara itu, terkait proses pilkada saat ini ia menyampaikan pesan agar kepala daerah tetap amanah dengan kepercayaan yang telah dititipkan masyarakat.

”KPK juga tidak bosan mengingatkan para Kepala Daerah agar tetap memegang teguh amanah yang dititipkan oleh masyarakat yang telah memilih kepala daerah melalui pilkada secara demokratis,” sebutnya.

Banyak kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, harus menjadi pengingat bagi semua kepala daerah agar menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, memegang prinsip dan nilai-nilai integritas dengan tidak memperkaya diri sendiri atau keluarga atau Kelompok tertentu.

KPK juga mengingatkan agar kepala daerah untuk mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam menjalankan roda pemerintahan demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Dumai, Riau
wwwwww