Home > Berita > Siak

(Syarifah) Sembilan, Jangan Menjadi Casus Belli; Retak Mencari Belah

(Syarifah) Sembilan, Jangan Menjadi <i>Casus Belli</i>; Retak Mencari Belah

Pemimpin Redaksi ”potretnews.com” Mario Abdillah Khair (kiri) menyerahkan cendera mata kepada Tengku Bongsu Syed Ariev usai menjadi pembicara diskusi akhir tahun 2019 di kantor koran online ini/ISTIMEWA

Senin, 26 Oktober 2020 11:20 WIB

POTRETNEWS.com — Kepada siapakah seorang konon bernama Syarifah Sembilan hendak disanding dan dibanding? Sebagaimana biasa seorang tokoh dan pahlawan selalu disanding dan dibandingkan dengan orang-orang terpandang lainnya dalam Kesultanan Melayu.

Dalam sejarah Kesultanan Siak Sri Inderapura (merujok kepada Almarhum DYTM Tengku Syed Abubakar, YAM Tengku Syarifah Arifah, Almarhum Raja Hasan Yunos, Encik Amrun Salmon, Almarhum Tenas Effendi, tetua juga saksi sejarah di Sungai Apit) tiada pernah menyebut mengenai ketokohan Syarifah Sembilan berzapin melawan penjajah Portugis (dapat dibaca tajuk artikel sebelumnya).

BERITA TERKAIT:

* Syarifah Sembilan; Mitos atau Fakta Sejarah? Berikut Penjelasan Waris Kesultanan Siak

Setidak-tidaknya ada 2 sumber lisan dan tulisan sehingga dapat menjadi pegangan sebagai bahagian dari sejarah. Menurut pandangan saya, ada 3 (tiga) point kenapa seorang tokoh Syarifah Sembilan tidak dapat dikategorikan sebagai bahagian dari Sejarah Kesultanan Siak Sri Inderapura atau mereka-reka :

1. Sejarah dapat dikategorikan sebagai ilmu jika memenuhi tokoh-masa-tempat (menurut Almarhum Raja Hasan Yunos) namun tiada ditemukan 3 (tiga) kategori ini dalam seorang tokoh Syarifah Sembilan.

2. Siapakah ayahanda dan ibonda kepada Syarifah Sembilan? Sampai sekarang tiada satupun dapat menjawab. Salah seorang rujokan nasab ahlulbayt bernama Syed Alidien Assegaff (saya menyebut beliau Ayah Engku Alidien) menegaskan tiada nama Syarifah Sembilan dalam nasab ahlulbayt.

3. Dalam catatan Sejarah Kesultanan Melayu (Sejarah Siak, Tuhfat Al Nafis, Sejarah Johor) juga tiada ditemukan bernama Syarifah Sembilan. Sangat wajar hal ini menimbulkan keresahan, aksi - reaksi kemarahan dan teguran oleh anakjati Siak Sri Inderapura, semua kalangan lama dan Generasi Muda, tidak hanya di Indonesia tetapi juga luar Indonesia (Kerabat Diraja dan rakyat) kerana "hubungan darah dan persaudaraan" yang terjalin ratusan tahun.

Untuk itu, izinkan saya menjelaskan ringkas mengenai "hubungan darah dan persaudaraan" ini. Salah satunya PERANG LINGGI. Masa menjelang Perang Linggi Raja Alam (bakal Sultan Siak Sri Inderapura ke 4), beliau datang ke Linggi untuk memperkuat aliansi dengan iparnya Daeng Kemboja - Yang Dipertuan Muda III (YDM) Kesultanan Johor Riau Pahang (1745-1777) sudah lebih dahulu membentuk kekuatan gabungan dengan Kerajaan Selangor dan penghulu-penghulu Rembau yang empat suku.

Dalam pelayaran dari Riau ke Linggi bersama Yang Dipertuan Muda Terengganu untuk menjemput kembali YDM III ke Riau atas permintaan Sultan Sulaiman, Raja Haji singgah ke Melaka. Tiada catatan dari sumber setempat mengenai jumlah pasukan yang terlibat.

Tuhfat Al Nafis hanya menyatakan pasukan penggempur datang dari Batu Bahara (kawasan kekuasaan Raja Alam) berkekuatan ratusan orang. Mula-mula pasukan gabungan dari Riau (dipimpin oleh Daeng Kemboja dan Raja Haji), Selangor (Raja Lumu), Rembau (Raja Hadil), Kelang (Raja Tua), Asahan/Siak/Batu Bahara (Raja Alam) menyerang Tranquera dan membuat kubu pertahanan di Kelibang.

Daeng Kemboja sebagai pemimpin pasukan menulis surat kepada Governor Bruijin 27 Juli 1756 secara terbuka permusuhan kepada Belanda. Pertempuran terus berlaku, Raja Alam mengumpulkan kekuatan tambahan dari Batu Bahara, di daerah Kubu beliau menyiapkan antara 70-80 perahu, Pulau Guntung diduduki dan pasukannya mengepung muara Sungai Siak.

Awal Oktober 1756 pasukan gabungan Riau-Selangor-Rembau-Batu Bahara tiba di kota Melaka. Dan 4 Februari 1757 Raja Alam dengan pasukan Batu Bahara membakar pinggir kota Melaka. Beberapa kali pihak Belanda hendak mengajak berunding, tetapi tak membuahkan hasil.

Pengepungan dilakukan oleh Daeng Kemboja dan Raja Haji berlangsung cukup lama. Pada 1 Januari 1758 di benteng Filipina, sebuah benteng kechik Belanda di Linggi terjadi perjanjian persahabatan antara YDM III Daeng Kemboja yang bermaustatin di Linggi dengan Belanda.

PERANG LINGGI menjadi salah satu dari puluhan hingga ratusan bukti pertempuran "hubungan darah dan persaudaraan" Kesultanan Melayu. Jadi, bagaimana kita sebagai rakyat Siak dan bahagian dari Sejarah Kesultanan Melayu menyikapi seorang tokoh dan sejarah Syarifah Sembilan? Izinkan saya memberikan saran mengenai Syarifah Sembilan antara lain sebagai berikut :

1. L'homme d'action. Pemerintah, lembaga terkait (Lembaga Adat Melayu), tetua dan masyarakat duduk bersama mencari titik terang penyelesaian.

2. Perlunya pembelajaran sejarah yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai Kesultanan Siak Sri Inderapura.

3. Pemuliharaan dan naiktaraf khazanah sejarah sebagai saksi dan bukti besarnya Imperium Kesultanan Melayu. Menjadi tanggung jawab bersama menjaga khazanah, yang lama merangkul yang muda, dan yang muda senantiasa bertunjuk ajar.

Kerana manusia tak luput dari kesilapan dan sebaik-baiknya manusia dengan hati terbuka mengakui khilaf dan memperbaiki serta meluruskan. Kita adalah bersaudara dalam satu PAYUNG NEGERI SIAK SRI INDERAPURA.

•Tegakkan adat ke seluruh negeri
•Demi agama dan negeri siap untuk mati
•Dari angkara murka menyayat hati
•Hilang satu
•Menerjang seribu
•Makmurlah hidup hamba negeri
•Mohon ridho dari Ilahi
(Cetusan ikrar bersama Bathin-Bathin serta tetua di hadapan Tengku Bagus Syed Toha - Temenggong Kesultanan Siak Sri Inderapura di Tebing Tinggi Tanah Jantan). (Tengku Bongsu Syed Ariev) ***/Riau

Penulis adalah Waris Kesultanan Siak.

Kategori : Siak, Umum
wwwwww