Anggota DPR RI Asal Riau Ini Marah Besar kepada Dirut Inalum, Gebrak Meja lalu Mengusirnya di Tengah Rapat, ”Kurang Ajar Anda…”

Anggota DPR RI Asal Riau Ini Marah Besar kepada Dirut Inalum, Gebrak Meja lalu Mengusirnya di Tengah Rapat, ”Kurang Ajar Anda…”

Kolase M Nasir dan Dirut Inalum Orias Petrus Moedak/TRIBUNNEWS.com

Kamis, 02 Juli 2020 14:27 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Rapat dengan pendapat (RDP) antara Komisi VII dengan lima BUMN tambang berlangsung panas. Adu mulut mengemuka saat membahas isu surat utang (bond) induk BUMN tambang, PT Inalum (Persero) atau MIND ID.

Direktur Utama Inalum, Orias Petrus Moedak berseteru dengan Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir. Debat keduanya berujung pada pengusiran Orias.

Awalnya, Nasir meminta penjelasan dan data lebih detail mengenai strategi Inalum me-refinancing utang sebesar 2,1 miliar dolar AS. Refinancing berarti menarik utang baru untuk menutup utang-utang yang lama.

Orias menjelaskan, keputusan refinancing untuk membayar utang lama Inalum yang akan jatuh tempo. Selain itu, utang baru juga untuk membiayai akuisisi 20 persen saham Vale Indonesia.

Salah satu munculnya utang lama, kata Orias, karena Inalum membutuhkan dana waktu mengakuisisi PT Freeport Indonesia (PTFI). Sementara, Inalum baru akan mendapatkan dividen dari PTFI mulai tahun depan.

”Jadi waktu kami beli (PTFI) memang 2 tahun akan kosong penerimaan. Jadi akan balik (level produksi) di 2021. Level produksi di 2021 akan sama ekspektasinya seperti 2018, jadi harga tembaganya di 2018, kami ekspektasi dapat dividen 2021 itu 350 juta dolar AS dan akan meningkat bertahap dan ekspektasi akan menerima minimal 1 miliar dolar AS di 2023 dan seterusnya,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/6/2020), seperti dikutip dari inews.id.

Dividen PTFI bersama dengan dividen-dividen dari tiga anak usaha lain akan memperkuat kas Inalum. Saat ini, Inalum memiliki saham pada empat anak usaha yaitu Bukit Asam, Antam, PT Timah, dan PTFI.

Jawaban Orias tak membuat Nasir puas. Nasir mengaku pusing dengan penjelasan Orias. Nasir tak sepakat dengan keputusan Inalum me-refinancing utang karena sama saja menggadaikan BUMN.

Orias menjawab, refinancing diperlukan karena Inalum butuh tambahan modal dan mengurangi beban karena suku bunga utang baru lebih rendah 0,7 persen daripada utang lama. Orias menepis kalau utang sama dengan menggadaikan BUMN karena penerbitan surat utang Inalum selama ini tak butuh jaminan.

”Jadi Pak, pinjaman yang 4 miliar dolar AS dan 2,5 miliar dolar AS enggak ada collateral-nya. Clean. Ini kami terbitkan global bond, ada 300 institusi yang partisipasi, seluruh dunia, karena ini di pasar modal, pembelinya bergerak setiap hari. Tapi yang pasti enggak ada collateral," tuturnya.

Nasir kemudian menanyakan bagaimana cara Inalum nanti melunasi utang di masa depan. Dia menilai, akuisisi PTFI tak bermanfaat karena tak memberikan pemasukan bagi Inalum. "Kalau sumber dananya tidak memenuhi bagaimana cara bayarnya? Kalau tahun depan enggak bisa bayar bagaimana? Utang lagi Pak?," kata Nasir.

Orias menjawab, posisi kas Inalum saat ini mencapai Rp42 triliun. Selain itu, kata dia, Inalum akan memperoleh dividen dari anak-anak usaha. Dalam jangka panjang, Inalum cukup kuat. Nasir kembali tak sepakat dengan pernyataan Orias.

”Saya sekarang bukan bagaimana selesaikan dengan cara utang? Bukan tambah buat masalah. Bapak kalau cuma ambil keuntungan dari tiga perusahaan ini, bangkrut ini. Digadaikan itu," ucapnya. Kemudian, Nasir mengancam Orias untuk keluar dari ruang rapat karena tidak mampu menjawab pertanyaannya.

"Itu yang kami khawatirkan. Makanya kita minta data detilnya. Kalau Bapak sekali lagi begini, saya suruh Bapak keluar dari rapat," ucap Nasir. Ancaman tersebut direspons oleh Orias.

Wakil Presiden Komisaris PTFI itu bersedia menyudahi rapat apabila memang diizinkan. "Kalau Bapak suruh saya keluar, ya saya izin keluar," kata Orias.

Mendengar jawaban Orias, Nasir menggebrak meja. Nasir menuding Orias tak serius saat rapat karena tidak menyediakan data lengkap. "Bapak bagus keluar, enggak ada gunanya di sini. Anda bukan buat main-main di DPR. Anda bukan buat main-main di sini," ucap Nasir sambil menggebrak meja.

Orias pun kembali menjawab pernyataan dari Nasir. "Saya tidak main-main," kata Orias. Nasir kemudian meminta pimpinan rapat Alex Noerdin untuk tidak mengundang lagi Orias dalam rapat DPR. Dia juga akan menyurati Menteri BUMN Erick Thohir agar Orias dicopot dari jabatannya.

”Anda itu enggak lengkap bahannya. Enak betul Anda di sini. Siapa yang naruh Anda di sini? Kurang ajar Anda di sini. Kalau Anda enggak senang, Anda keluar! Kau pikir punya saudara kau ini semua,” pungkas Nasir.

Profil Lengkap M Nasir
Siapa Muhammad Nasir? Dikutip dari Kompas.com, Nasir melenggang ke Senayan setelah sukses meraup cukup suara dari Dapil Riau II yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi dan Pelalawan.

Di DPR, Nasir duduk di Komisi VII yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup.

Nasir merupakan merupakan kakak kandung dari Muhammad Nazarudin, Bendahara Partai Demokrat yang jadi terpidana kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang yang melibatkan perusahaannya, PT Anugerah Nusantara yang merupakan anak usaha dari Grup Permai. Karier Nasir sebagai politikus terbilang sukses.

Dia terpilih sebagai anggota DPR sebanyak tiga kali, setelah duduk di kursi DPR periode 2009-2014, Nasir terpilih kembali menjadi Anggota DPR periode 2014-2019 setelah memperoleh 48.906 suara.

Nasir adalah seorang pengusaha dan aktif di asosiasi industri perkebunan dan peternakan. Pada periode 2009-2014, Nasir duduk di Komisi IX yang membidangi kesehatan, tenaga kerja dan kependudukan.

Pada masa kerja 2014-2019 Nasir bertugas di Komisi VII yang membidangi energi sumber daya energi dan lingkungan hidup. Dan kini, dia kembali membidangi Komisi VII di periode 2019-2024.

Nasir bergabung menjadi kader Demokrat di 2004 dan dipercaya untuk menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat Provinsi Riau (2004-2009). Di 2009 Nasir dipercaya untuk memimpin Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi DPP Partai Demokrat (2009-2012).

Di laman DPR, Nasir sempat mengenyam pendidikan di SMA PKBM Pemnas Medan pada tahun 2007. Dilansir dari Harian Kompas, 25 Juni 2019, pada 4 Mei 2019, ruang kerja Nasir di DPR digeledah KPK. Namun, tidak ada barang yang disita.

Saat itu, penggeledahan ruang kerja Nasir dilakukan untuk memeriksa informasi terkait dugaan gratifikasi yang diterima Bowo Sidik Pangarso, mantan anggota DPR yang terkait gratifikasi di Kementerian Perdagangan.

Sebab, uang Rp 8 miliar yang disita saat Bowo ditangkap sebagian merupakan gratifikasi dari sejumlah pihak. ”KPK melakukan penggeledahan sebagai bagian dari proses verifikasi terkait informasi dugaan sumber dana gratifikasi yang diterima BSP (Bowo Sidik Pangarso). Diduga pemberian kepada BSP itu terkait pengurusan dana alokasi khusus. Tetapi, KPK tak melakukan penyitaan dari ruangan M. Nasir karena tak menemukan bukti relevan dengan pokok perkara,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (4/5/2019). ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Politik, Riau
wwwwww