Home > Berita > Umum

Aksi ”Memberangus” Truk yang Dimodifikasi Terkesan Melempem di Riau

Aksi ”Memberangus” Truk yang Dimodifikasi Terkesan Melempem di Riau

Truk yang dimodofikasi/DETIKCOM.

Selasa, 09 April 2019 10:38 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Iring-iringan truk bermuatan gelondongan kayu akasia itu terseok-seok meraung di kawasan jalan lintas Maredan-Perawang Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dua bulan lalu. Kayu-kayu yang diangkut oleh empat truk roda 16 itu rencananya bakal disetor ke pabrik pengolahan bubur kertas dan kertas milik PT Indah Kiat, di Perawang.

Tapi sayang, Kementerian Perhubungan RI buru-buru menyetop truk tadi dan langsung dibawa ke kawasan Bandar Raya Payung Sekaki, di Pekanbaru. Alasannya, truk-truk itu sudah over dimensi dan over loading (ODOL).

Di jalan lintas timur (Jalintim), jalan yang menghubungan antara Provinsi Riau dan Provinsi Jambi, pemandangan truk seperti yang dicokok oleh Kementerian perhubungan tadi, jamak kelihatan.

Kayu-Kayu akasia itu, ada yang disetor ke Indah Kiat dan ada pula yang diangkut ke pabrik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalankerinci, Pelalawan.

Truk-truk tangki dengan beban berat, menambah warna jalan lintas timur itu. "Kalau truk akasia dan truk tanki sudah beriringan, alamat kita akan sulitlah untuk melintas," ujar Sapran 43 tahun, salah seorang warga yang sering melintasi jalintim itu kepada Gatra.com, Senin (8/4/2019).

Yang membikin pemandangan semakin miris, truk-truk berat tadi juga menjadi pemandangan biasa di kawasan Panam Pekanbaru.

Truk-truk itu meliuk di antara jejalan pengendara di kawasan paling padat di Kota Pekanbaru itu. Bukan sehari dua hari ini saja, tapi sudah bertahun.

”Enggak habis pikirlah kenapa truk-truk seperti itu bisa masuk kota, meski ini bukan pusat kota," rutuk Ardiansyah, salah seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Pekanbaru.

Belakangan, kendaraan ODOL mulai gencar dipersoalkan oleh sejumlah Anggota DPRD Riau setelah Gubernur Riau Syamsuar mengatakan bahwa lebih dari 50 persen dari total 2.799 kilometer jalan provinsi Riau, rusak parah dan sedang.

Tapi aksi konkret di lapangan untuk memberangus kendaraan-kendaraan ODOL tadi justru terkesan melempem. Kalaupun ada yang diamankan, lebih terkesan pada tebang pilih.

Kepala Dinas Perhubungan Riau, Taufik Oesman mengatakan kalau pihaknya sangat kekurangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk menindak truk-truk ODOL itu. Hanya saja Taufik tidak merinci berapa banyak PPNS yang kurang dan berapa estimasi jumlah kendaraan berat yang selalu mondar-mandir di Riau.

Bagi Mardianto Manan, persoalan transportasi di Riau bukan hanya persoalan kendaraan ODOL. Tapi justru ada sederet pemicu hingga ODOL menjadi merajalela di Riau.

Jalan kata Mardianto, tidak lepas dari daya dukung beban atas jalan itu. "Mutu konstruksi jalan sangat penting untuk dianalisa. Lakukan kajian akademik. Kalau konstruksinya sudah benar, berarti ODOL yang jadi masalah," kata Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Riau ini kepada Gatra.com, Selasa (9/4/2019).

Tapi persoalan yang paling krusial itu kata Mardianto justru bukan pada konstruksi jalan tadi, tapi persekongkolan antaroknum yang sudah terjadi sejak lama.

Yang namanya kendaraan berat semacam itu tadi kata Mardianto pasti erat kaitannya dengan konglomerat. "Bukan orang biasa yang punya kendaraan itu," katanya.

Dan di zaman Gubernur Riau Saleh Djasit, kata Mardianto, peraturan daerah (perda) yang mengatur tonase kendaraan sudah ada. Untuk membatasi tonase ini, jembatan -jembatan timbang dibikin.

Katakanlah jembatan timbang (jeti) di kawasan Balairaja, lintas Utara Sumatera Kabupaten Bengkalis, jeti Rantauberangin Kabupaten Kampar, jeti Logastanahdarat Kuantan Singingi dan jeti Pangkalankuras Pelalawan.

Tapi apa yang terjadi dengan jeti ini? "Hanya jadi lambang. Jadi tempat nongkrong oknum untuk menerima setoran. Banyak kendaraan yang tak masuk jeti lantaran persekongkolan dan konstruksi jeti yang tidak sesuai. Gimana pula kendaraan masuk kalau atap jeti pendek," sindir Mardianto.

Lalu yang membikin persoalan semakin runyam kata Mardianto, tidak ada alat mekanik di jeti yang bisa langsung mengurangi beban lebih kendaraan. "Ini juga yang menambah masalah itu," ujarnya.

Intinya kata Mardianto, sejak lama sudah ada beking membeking di tera kendaraan itu. "Itu enggak bisa dipungkiri. Kalau semua kendaraan masuk jeti tadi, kondisi jalan di Riau enggak akan separah sekarang," ujarnya.

Celakanya kata Mardianto, kalau ada petugas yang idealis, biasanya para petugas itu enggak akan bertahan lama di sana. "Itu karena apa, karena persekongkolan tadi. Yang idealis akan tersingkir dari jeti itu. Paham sendirilah mengartikannya," kata Mardianto.

Kalau memang niat baik untuk membenahi sistim transportasi di Riau ada, tidak sulit untuk menertibkan kendaraan yang bebannya berlebih. "Kasat mata kita tahu kok yang mana kendaraan yang kelebihan muatan maupun kelebihan dimensi. Tapi lagi-lagi saya katakan, banyak yang punya kepentingan di situ," tegasnya. ***

Artikel ini telah tayang di gatra.com dengan judul "Antara ODOL Hingga Jeti Yang Cuma Lambang"

Editor:
Sahril Ramadana
Kategori : Umum, Riau
wwwwww