Home > Berita > Riau

Soal Penerbitan Obligasi Bank Riaukepri, Fitra Riau: Kasus Rp500 Miliar Masih ”Bermasalah”, Kok Buru-buru Nambah Rp1,5 Triliun

Soal Penerbitan Obligasi Bank Riaukepri, Fitra Riau: Kasus Rp500 Miliar Masih ”Bermasalah”, Kok Buru-buru Nambah Rp1,5 Triliun

Kantor lama Bank Riaukepri di Jalan Sudirman Pekanbaru. (foto: internet)

Selasa, 16 Mei 2017 00:03 WIB
Sahril Ramadana
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Rencana Bank Riaukepri (BRK) menerbitkan obligasi senilai Rp1,5 triliun mendapat kritik tajam dari LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau.

BERITA TERKAIT:

. OJK Nyatakan Kredit Bermasalah Bank Riaukepri Sudah Melampaui Batas alias Tidak Sehat

. Berita Skandal Obligasi Bank Riaukepri

Koordinator Fitra Riau Usman meminta agar BRK tidak terburu-buru mengeluarkan obligasi di tahun 2017, senilai Rp1,5 triliun. Pasalnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) obligasi 2011, belum kunjung dipublikasikan ke publik.

"Untuk itu, kami meminta agar hasil audit BPK tersebut, dipublikasikan ke publik dulu. Jika memang belum diaudit, kami meminta agar BPK melakukan audit terlebih dulu," kata Usman menjawab potretnews.com, Senin (15/5/2017).

Dia berpendapat, dalam dunia keuangan obligasi yang dikeluarkan BRK sangatlah wajar, karena hal itu merupakan salah satu cara untuk mengembangkan bisnis. Namun, publik juga sangat butuh kepastian dan transparansi pelaksanaanya, karena BRK milik masyarakat.

"Bukti BRK milik masyarakat karena sebagian besar uang yang dikelola oleh mereka berasal dari APBD, jadi transparansi pengelolaannya sangat dibutuhkan masyarakat," ujarnya.

Pada bagian lain, dia tetap menekankan permasalahan obligasi 2011 yang baru selesai 2016, perlu ditelusuri. Pasalnya sepanjang tahun itu diduga ada indikasi ”permainan”. Walau demikian, dia mengaku Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI belum perlu turun. "Mengenai hal ini, kalau KPK saya kira belum perlulah untuk turun," tukasnya.

Usman juga mengaku, kelayakan BRK untuk kembali melakukan obligasi, jika BPK tidak menemukan indikasi apa pun saat melakukan audit. Mulai dari kesesuaian administrasi, pelaksanaan yang bagus, dan mendapat predikat wajar tanpa pengecualian.

"Jika hasil audit ditemukan kecurangan, maka mereka tidak perlu dulu terburu-buru melakukan obligasi. Memang rencananya bulan September mendatang, tapi kita butuh kepastian, apalagi obligasi ini sangat mudah disalahgunakan," tandasnya.

Sementara itu, seperti telah dipublikasikan di berbagai media massa, penerbitan obligasi sebelumnya pernah menjadi kasus yang dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi dan Polda Riau, karena diduga terjadi penyimpangan hingga nilai kerugian ditaksir mencapai Rp24,5 miliar.

Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring Development (IMD) R Adnan menyebut pihaknya sudah pernah melaporkan kasus obligasi sebelumnya ke kejaksaan dan sampai sekarang masih berjalan. Kok sekarang malah mau menerbitkan obligasi lagi yang nilainya lebih besar," cetus Adnan.

Dipaparkan Adnan, tahun 2011 lalu Bank Riau Kepri (BRK) pernah menerbitkan obligasi senilai Rp500 miliar yang berjangka waktu lima tahun yang bertujuan ekspansi kredit perseroan. Seiring berjalannya waktu, penerbitan obligasi itu diduga diselewengkan, hingga nilai kerugian ditaksir mencapai Rp24,5 miliar.

Indikasi penyimpangan disebabkan penerbitan obligasi dengan menetapkan suku bunga kredit di bawah suku bunga dana/biaya dana (cost of fund) merupakan tindakan pelanggaran atas SEBI no.6/15/DPN/tgl 31 Maret 2014 dan dicabut dengan SEBI no.13/8/DPNP/2011 tgl.28 Maret 2011 dan SEBI No.13/26/DPNP/tgl30 November 2011 perihal Perubahan SEBI No.13/8/DPNP/tgl 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan.

"Di sini terjadi persoalannya. Obligasi itu diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun dengan suku bunga 10,4 persen atau Rp52 miliar pertahun. Pada saat yang sama, bunga ini sudah jatuh tempo senilai Rp260 miliar, sedangkan (bunga, red) yang sudah dibayar Rp156 miliar dengan 12 kali yang sudah dibayar," pungkasnya.

Sebab itu, ia meminta pemerintah sebagai pemegang saham BRK untuk menganulir rencana ini, lantaran sangat berisiko tinggi, bahkan bisa menyebabkan kebangkrutan.

Kasus Bank Century Bisa Menimpa Bank Riaukepri
"Jangan mengulangi kesalahan yang sama. Pemerintah harus menghentikan ini, kalau tidak apa yang terjadi di Bank Century bisa menimpa BRK," tegasnya.

Di sisi lain, ia meminta pihak kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus obligasi BRK yang pernah dilaporkannya. "Kabarnya kasus ini sudah memasuki tahap penyidikan. Mudah-mudahan ini bisa terungkap," ucapnya.

Menurut Adnan, banyaknya kasus yang melilit Bank Riaukepri juga menjadi catatan buruk kinerja manajemen dan direksi BRK selama ini. "Kalau sudah sudah terlalu banyak kasus yang menumpuk, bisa saja bangkrut. Atau mungkin penjualan obligasi ini tanda kebangkrutan," tandasnya.

Tak hanya itu, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menuntaskan beberapa kasus besar yang melilit Bank Riaukepri yang mandul di tangan kejaksaan.

"Sudah banyak kerugian negara yang timbul, tetapi pihak penegak hukum terkesan gak bernyali dan mandul. Makanya kita minta KPK turun tangan menyelesaikan kasus ini," tegasnya.

Di samping itu, imbuh Adnan, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci jika BRK ingin maju pesta. Mentalitas korup yang selama ini melekat harus dikikis dan diubah demi kelangsungan bisnis perbankan BRK.

Begitu juga dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus menjaga independensi dan objektif dalam melakukan pengawasan. "Ada kabar OJK menitipkan kolega sebagai karyawan disini, ini tidak bisa dibiarkan. OJK harus objektif dan menjaga prinsip independen," paparnya.

Sebelumnya, rencana penerbitan obligasi ini disampaikan langsung Direktur Utama Bank Riau Kepri Irvandi Gustari. Disebut, langkah ini dilakukan sebagai langkah menjadi perusahaan go public, bank di tahun 2017 akan menerbitkan obligasi sebagai pembiayaan jangka panjang.

"Obligasi yang akan kami tawarkan tahun ini senilai Rp 1,5 triliunan dengan periode 5 tahun," tuturnya sembari menyebut dengan penerbitan ini akan menjaga kondisi keuangan perusahaan. ***

Editor:
Muh Amin

wwwwww