Home > Berita > Siak

Pascapemberitaan Sidang Kasus Karhutla PT WSSI Siak, Seseorang Mengaku Keluarga Terdakwa Thamrin Basri Ancam Pidanakan Wartawan

Pascapemberitaan Sidang Kasus Karhutla PT WSSI Siak, Seseorang Mengaku Keluarga Terdakwa Thamrin Basri Ancam Pidanakan Wartawan

Screenshot ancaman mempidanakan wartawan dari seseorang yang mengaku keluarga Thamrin Basri yang disampaikan lewat Facebook.

Kamis, 11 Mei 2017 21:21 WIB
Sahril Ramadana
SIAK, POTRETNEWS.com - Pemberitaan terkait sidang lanjutan terdakwa H Thamrin Basri, kasus pembakaran lahan dan hutan (karlahut) milik PT Wana Sawit Subur Indah (WSSI), Rabu (10/5/2017) di Pengadilan Negeri (PN) Siak, berbuntut ancaman pada wartawan.

BERITA TERKAIT:

. Alasan Thamrin Basri Sakit, Sidang Kasus Karhutla PT WSSI Siak Ditunda

Ancaman tersebut muncul, ketika berita dengan judul "Alasan Thamrin Basri Sakit, Sidang Kasus Karhutla PT WSSI Siak Ditunda" di-link-kan (dibagikan, red) si penulis berita dari Koran Online potretnews.com ke dinding jejaring sosial Facebook pribadi dengan nama akun Sahril A'Gam.

Akun Facebook dengan nama Intan Suryani yang mengklaim sebagai keluarga besar terdakwa H Thamrin Basri, langsung melontarkan kata-kata atau menulis di kolom komentar berita dengan nada kurang senang, bahkan mengancam menempuh jalur hukum jika si wartawan tidak mencabut postingan berita tersebut.

"Postingan yg saudara posting banyak bertolak belakang dgn fakta yg sebenarnya. Saya minta kepada saudara untuk mencabut postingan tersebut. Apabila tidak saudara indahkan, maka kami dari pihak keluarga akan menempuh jalur Hukum (pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE & Fitnah)," tulis akun Facebook Intan Suryani, Kamis (11/5/2017) sekira pukul 12.00 WIB.

Bahkan terkait berita itu, akun Facebook dengan nama Mayonal Poerta, sudah menjelaskan mengenai berita yang diklaim Intan Suryani bertolak belakang dengan fakta yang ada, sudah sesuai dengan fakta persidangan. Bahkan dari tulisan itu, Mayonal menyebut fakta-fakta persidangan, sudah secara lugas diberitakan si penulis berita.

"Itu fakta persidangan, kawan2.. pertama, terdakwa yakni orang tua kita, Pak H Tamrin Basri, mengeluh sakit saat persidangan. Kedua, terdakwa tidak memiliki surat keterangan dokter. Ketiga, hakim mengambil keputusan untuk menunda sidang. Ke empat, direktur WSSI sudah dihadirkan JPU. Ke lima, sidang agenda keterangan saksi, akan dilangsungkan Rabu depan. Kemudian, terdakwa saat ditanya wartawan, memang mengatakan kondisinya sakit. Marjohan (Direktur PT WSSI) saat diwawancara memang memgatakan belum tahu apakah terdakwa bersatus karyawan organik atau tidak. Marjohan mengemukakan, penanggung jawab perkebunan waktu kejadian memang terdakwa. Tentu pembuktiannya di persidangan nanti. Sementara pada pemberitaan kawan2 wartawan sebelumnya, berdasarkan fakta persidangan agenda pembacaan eksepsi oleh Penasehat Hukum (PH), juga dimuat keterangan dalam eksepsi yang disampaikan. Bahwa menurut PH terdakwa, terdakwa tidak pernah mendapat SK dan tidak pula ada ketupusan RUPS. Namun dibantah JPU, bahwa terdakwa memang menandatangani permintaan biaya operasional untuk perkebunan. Nah, fakta2 persidangan inilah yang secara lugas diberitakan kawan2. Maaf sebelumnya, ikut berdiskusi dalam postingan berita ini," jelas Mayonal, sekitar pukul 15.00 WIB.

Tidak sampai situ saja, Intan Suryani juga membalas. "Bahwa menurut hemat kami (keluarga H. Thamrin Basri) postingan saudara yang tidak sesuai dengan fakta, yaitu: 1. Thamrin basri ditetapkan sebagai Tersangka bukan karena membakar lahan HGU PT. WSSI ( vide: Dakwaan JPU). 2. PT. WSSI tidak mempunyai HGU (vide: berkas perkara).
3. Bukan perusahaan yang melapor, tetapi perusahaanlah yang TERLAPOR dan HO KIARTO yang di dalam berkas perkara dinyatakan sebagai OWNER PT. WSSI telah ditetapkan sebagai Tersangka sebagaimana Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: SPDP/35/IX/2016/RESKRIMSUS POLDA RIAU tertanggal 15 September 2016. Kami berharap saudara yang memposting pemberitaan ini agar segera dicabut demi kebaikan bersama. Trims," tulisnya, yang berkali-kali meminta agar berita tersebut dihapus atau dicabut.

Menanggapi hal tersebut, Ahli Dewan Pers HA Ronny Simon yang dimintai pendapat lewat sambungan telepon Kamis (11/5/2017) malam menjelaskan, dalam peraturannya jika terdakwa merasa keberatan sejatinya harus diberikan ruang hak jawab bagi terdakwa. Tetapi, catatannya bukan keluarga terdakwa. Kalau melalui penasihat hukum itu tidak ada masalah.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/11052017/potretnewscom_vbqzf_890.jpg
Ahli Dewan Pers HA Ronny Simon tatkala diterima Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, beberapa waktu lalu. (foto: istimewa)

Apalagi, dasar ancaman pelaporannya sebagaimana yang ditulis di akun media sosial Facebook adalah Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), bukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Delik aduannya harus jelas. Jika mereka keberatan, hak jawab harus diberikan, tapi dari terdakwa. Kalau diancam dengan UU ITE, salah alamat. Dalam konteks keluarga tidak senang dan mengancam melapor, ya wajar-wajar saja. Namanya lagi emosi," kata Ronny, pria yang telah menjadi wartawan lebih dari 40 tahun itu.

Namun menurut tokoh pers nasional tersebut, selama dirinya memberikan keterangan ahli baik di institusi kepolisian dan pengadilan di berbagai wilayah, semua penegak hukum hanya menggunakan satu UU saja untuk pengaduan atau sengketa yang terkait pers, yakni UU Pers.

”Teman-teman di kepolisian, kejaksaan, pengadilan bahkan jajaran perhimpunan advokat sangat paham bahwa semua yang terkait pemberitaan atau dalam ruang lingkup luas disebut pers, adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” papar Ronny yang juga pemegang Press Card Number One (PCNO) dan telah bersertifikat wartawan utama (WU).

Oleh karena itu, pria yang juga penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Dewan Pers-Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sangat yakin jajaran kepolisian di Provinsi Riau akan menggunakan UU Pers sekiranya ada kasus-kasus pers.

Dia mencontohkan, dalam beberapa kasus yang dianggap meragukan, polisi pasti akan meminta pendapat atau berkonsultasi dulu dengan Dewan Pers, sebagai satu-satunya lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia.

Apalagi menurut dia, selain UU Pers, ada Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Polri tentang Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers, yang dimulai sejak era Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan SH MCL-Kapolri Jenderal Pol Drs Timur Pradopo dan dilanjutkan pada 9 Februari 2017 ditandai dengan penandatanganan nota (dengan substansi yang sama) antara Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo (Stanley) dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.

”Apalagi kalau yang ditulis di berita adalah dakwaan jaksa dan fakta persidangan. Bukan opini atau berita hoax,” tandasnya.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/11052017/potretnewscom_jebxw_891.jpg
Ketua Dewan Pers Yoseph Adhi Prasetyo (tengah) menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, pada Puncak Acara Hari Pers Nasional (HPN) di Ambon, Maluku, Kamis (9/2/2017). MoU menyangkut Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers. (foto: antara)

Meski begitu, dia mengingatkan semua wartawan Indonesia agar senantiasa menjalankan tugas sesuai Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers serta semua turunannya seperti Peraturan Dewan Pers, edaran, nota, surat-surat keputusan, pedoman, dan lain-lain.

Seperti diberitakan sebelumnya, sidang lanjutan kasus pembakaran lahan dan hutan (karlahut) milik PT WSSI seluas 70 hektar di Kampung Buatan II, Kecamatan Kotogasib, Kabupaten Siak, Riau, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Siak ditunda.

Pasalnya terdakwa H Thamrin Basri mengaku sakit. Padahal sidang yang digelar hari ini dengan agenda mendengarkan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). Sebelum H Thamrin Basri duduk di kursi pesakitan pengadilan, ia memberitahukan kepada Hakim Ketua Yuanita, bahwa kondisi kesehatannya kurang sehat (sakit). Bahkan kuasa hukum terdakwa, Rudi Jamrud meminta izin ke kepada majelis hakim untuk menunda persidangan.

Bahkan Thamrin berdalih, surat keterangan dokter baru diproses kuasa hukumnya, ketika majelis hakim mempertanyakan kepada terdakwa mengenai surat keterangan dokter yang belum diberikan kepada pihak PN Siak, dan pemberitahuan kepada Karutan Kelas II B Siak juga tidak ada.

Hingga berita ini diterbitkan, potretnews.com belum melakukan konfirmasi kepada Thamrin Basri atau penasihat hukumnya, untuk memastikan apakah ada anggota keluarga atau kerabatnya bernama Intan Suryani. ***

Editor:
Mario Abdillah Khair

Kategori : Siak, Riau, Umum, Peristiwa
wwwwww