Home > Berita > Riau

Drama Birokrasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pekanbaru Senapelan yang Menguras Kesabaran

Rabu, 22 Februari 2017 15:16 WIB
Ishar D/Muhamad Maulana
drama-birokrasi-di-kantor-pelayanan-pajak-pratama-pekanbaru-senapelan-yang-menguras-kesabaranIlustrasi/KPP Pratama Pekanbaru Senapelan di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru No 247.
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Perilaku pegawai pajak yang profesional, cepat, dan ramah, sepertinya hanya berlaku untuk kalangan yang mengikuti program amnesti pajak saja. Apalagi kalau yang ikut program itu berasal dari keluarga taipan seperti Chief Executif Officier (CEO) Grup Lippo James Riyadi. Seperti dilansir kompas.com terbitan Jumat, 2 September 2016, 19:03 WIB, dia mengaku terkesan setelah datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu. "Ternyata kantor pajak ini cukup profesional, cepat, dan ramah," ujar Bos Lippo Grup itu, Jakarta, Jumat (2/9/2016) silam.

Tapi, di KPP Pratama Pekanbaru Senapelan yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru No 247, sikap oknum pegawainya bertolak belakang alias ibarat langit dan bumi dengan pegawai KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, seperti yang diceritakan James Riyadi.

Atau mungkin juga, karena yang berurusan bukanlah seorang konglomerat dengan kerajaan bisnis menggurita, melainkan hanya seorang ibu rumah tangga muda yang bekerja di sebuah perusahaan/perseroan terbatas (PT) skala kecil.

Terlebih lagi urusan si ibu ini bukan pula untuk ikut program amnesti pajak yang meskipun maknanya pengampunan bagi wajib pajak, tetapi hakikatnya adalah membayar sejumlah tebusan yang dicatat sebagai penerimaan negara.

Lantas? Kedatangan ibu yang bernama Ny E Rizky itu ke KPP Pekanbaru Senapelan sebenarnya berharap ”menjemput” surat keterangan, penjelasan atau balasan dari kantor tersebut atas 2 surat yang sudah dikirimkan oleh perusahaan tempatnya bekerja, dengan perihal: Permohonan Penegasan Wajib Pajak (WP) Bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Ibu satu anak ini menuturkan, pada 1 Februari 2017, dirinya datang ke KPP Pratama Pekanbaru Senapelan untuk menyampaikan surat pertama dari pimpinan perusahaan. Ketika bertemu pegawai di ruangan belakang, Ny E Rizky diarahkan menemui pegawai di kasir 1 yang menurut mereka bernama Dona.

SIMAK:

. Berita Perbankan dengan Judul SKANDAL Rp500 MILIAR, Bank Riau Kepri Terancam Bangkrut?, Ternyata Pernah Dimuat Media Terkemuka di Indonesia pada November 2014

Oleh pegawai di kasir 1 (diduga bernama Dona, tanpa nama dada), surat yang dibawa ibu tadi diterima. Sebelum dibuat bukti penerimaan surat, si pegawai menyebut, bahwa KPP Pratama Pekanbaru Senapelan tidak bisa mengeluarkan surat keterangan yang menegaskan seseorang wajib pajak bukan PKP, dengan alasan selama ini belum pernah ada perusahaan atau wajib pajak yang mengajukan surat dengan perihal serupa.

Keduanya berdialog singkat hingga akhirnya ditemui titik tengah, Ny E Rizky meminta pegawai kasir 1 tadi agar menjelaskan langsung soal itu kepada pimpinan perusahaan tempatnya bekerja melalui telepon seluler milik Ny E Rizky.

Dalam percakapan antara pegawai kasir 1 dengan pimpinannya yang didengar langsung oleh Ny E Rizky, diperoleh kesepakatan, pihak KPP Pratama akan membalas surat tersebut yang isinya pihak Kantor Pajak tidak bisa mengeluarkan surat keterangan yang menegaskan seseorang wajib pajak bukan PKP, dengan alasan selama ini belum pernah ada perusahaan atau wajib pajak yang mengajukan surat dengan perihal serupa.

Pada Jumat 10 Februari 2017 (9 hari kemudian, red) Ny E Rizky datang lagi ke KPP Pratama Pekanbaru Senapelan bermaksud ”menjemput” surat sebagaimana ”kesepakatan” dengan pegawai kasir 1. Dengan membawa bukti penerimaan surat, dirinya menemui pegawai yang disebut bernama Dona. Lalu, kata dia, pegawai tadi pergi ke ruangan belakang untuk melihat surat balasan sebagaimana telah disepakati sebelumnya.

Kemudian, pegawai tersebut kembali ke mejanya di kasir 1 dan mengatakan, bahwa berdasarkan informasi dari ruang belakang (menurutnya bersumber dari pegawai bernama Ferdian [?]), surat balasannya belum diproses dengan alasan pimpinan perusahaan tempat Ny E Rizky bekerja telah datang ke KPP Pratama Pekanbaru Senapelan untuk membatalkan surat tersebut, karena akan mengajukan PKP.

Mendengar itu, Ny E Rizky kaget dan saat itu juga mengklarifikasi bahwa pimpinannya tidak pernah datang atau memberi kuasa kepada orang lain untuk membatalkan surat tersebut. Selanjutnya, oleh Dona, ibu ini dibawa ke ruang belakang untuk menemui pegawai bernama Ferdian (?).

”Tapi bapak pimpinan perusahaan itu sudah datang untuk membatalkan surat tersebut? Makanya tidak kami proses,” kata Ny E Rizky, menirukan ucapan pria yang disebut-sebut bernama Ferdian (tanpa nama dada dan ID card). Lagi-lagi Rizky harus menjelaskan kepada Ferdian bahwa pimpinannya tidak pernah membatalkan surat Permohonan Penegasan Wajib Pajak (WP) Bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Kemudian oleh Ferdian, ibu ini diarahkan ke atasannya yang bernama Sinta (berdasarkan ucapan Ferdian, red). Namun, lagi-lagi jawaban yang keluar dari mulut Sinta sama persis dengan penjelasan anak buahnya (Dona) yang menyebut bahwa selama ini belum pernah ada perusahaan atau wajib pajak yang meminta surat keterangan seperti yang diajukan perusahaan tempat Ny E Rizky, bekerja.

Menurut Ny E Rizky, Sinta sempat membaca surat yang mereka ajukan. ”Ini saja perihalnya salah,” ucap Ny E Rizky, menyitir kalimat Sinta. Saat itu Rizky bingung mendengar jawaban Sinta yang menyatakan surat yang diajukannya salah, sementara Sinta mengaku belum pernah ada perusahaan atau wajib pajak yang mengajukan surat seperti itu. ”Kok bisa bilang salah pada surat yang diakuinya (Sinta) belum pernah diajukan oleh perusahaan atau wajib pajak ya?”, tutur Rizky kepada Ishar D dari potretnews.com, Selasa (21/2/2017) petang.

Merespons ucapan Sinta kala itu, Ny E Rizky berujar, ”Kalau memang menurut ibu (Sinta) surat yang kami ajukan salah, biar kami ajukan surat baru. Menurut ibu, apa perihal dan isi yang benar?”. Kemudian, bawahan Sinta, Dona, yang masih berada di ruangan itu menulis langsung perihal surat yang benar menurut/versi Sinta. 

Berharap surat pengganti yang diajukan pada waktu berikutnya cepat diproses (tidak seperti surat pertama, red), Ny E Rizky meminta pendapat langsung dari Sinta apa isi surat yang benar. Kata Sinta saat itu, seperti dituturkan Ny E Rizky, di dalam surat yang baru (nanti) perusahan atau wajib pajak menulis saja kronologi bahwa relasi atau mitra kerja meminta surat keterangan bukan PKP dan menyatakan bahwa pendapatan atau transaksi perusahaan tidak mencapai atau sangat jauh dari Rp4,8 miliar dalam setahun.

---- (Sekadar diketahui, siaran pers yang dirilis Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi di laman resmi pajak go.id pada Jumat, 3 Januari 2014 - 09:20, menyebut, batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau menjadi wajib PPN dinaikkan menjadi Rp4,8 miliar setahun dari sebelumnya Rp600 juta setahun. Perubahan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 197/PMK.03/2013 yang ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2014.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3A UU PPN, bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. Dengan adanya PMK ini, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun dan memilih menjadi Non-PKP, tidak diwajibkan menjadi PKP dan menjalankan kewajiban perpajakann yang melekat.

Peraturan Menteri Keuangan ini diterbitkan dengan maksud untuk mendorong Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan Skema Pajak Penghasilan (PPh) Final menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang telah berjalan sejak Juli 2013 lalu karena tidak kuatir lagi dengan efek perpajakan PPN-nya.

Juga, dengan naiknya batasan omzet ini, maka bagi PKP dengan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dan memilih untuk menjadi non PKP, tidak diwajibkan lagi untuk membuat Faktur Pajak dan tidak perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN sehingga biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) menjadi lebih rendah.

Secara umum, dengan adanya aturan ini akan memudahkan Wajib Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. Sehingga, dengan adanya kemudahan ini ditambah kemudahan lain yang telah ada, maka Wajib Pajak akan menjadi lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.) ----

Berselang 3 hari (14 Februari 2017), Ny E Rizky kembali datang ke KPP Pratama Pekanbaru Senapelan membawa surat kedua (surat baru sebagaimana diminta pegawai). Surat diterima oleh pegawai kasir 1 (Dona [?]), dan memberikan bukti penerimaan surat kepada si ibu muda ini. Sama seperti bukti surat penerimaan sebelumnya, di belakang surat itu pegawai menulis nomor telepon 0761-28204 ext 109/110 untuk sekiranya perusahaan, wajib pajak atau pihak yang tengah berurusan ingin mengetahui proses surat yang diajukan melalui sambungan telepon.

Sepekan setelahnya (21 Februari 2017), dengan membawa bukti penerimaan surat, Ny E Rizky menemui kasir 1 dengan harapan, surat keterangan, penjelasan atau balasan dari KPP Pratama Pekanbaru, bisa dibawanya pulang. Pegawai yang ditemuinya, Dona, lantas pergi ke ruangan belakang untuk melihat surat (keterangan) dimaksud.

Setelah dari ruang belakang, Dona menjelaskan kepada Ny E Rizky, bahwa berdasarkan keterangan pegawai bernama Ferdian (?) surat tersebut lagi dalam proses. Menurut Dona, soal surat tersebut sudah dilaporkan ke atasannya yang lain, bernama Purnama.

”Pak Ferdian sudah konfirmasi dengan Ibu Purnama dan diperoleh bahwa surat keterangan itu nanti yang mengeluarkan Seksi Waskon (Pengawasan dan Konsultasi),” sebut Ny E Rizky, menyitir ucapan Dona.

Penyataan Dona lantas direspons oleh Ny E Rizky dengan pertanyaan, ”Kapan kira-kira bisa kami terima surat keterangan itu, mba?” imbuh Ny E Rizky. Namun, Dona tidak bisa memberi gambaran waktu dan meminta Ny E Rizky agar bertanya langsung kepada Ferdian.

Ketika Selasa (21/2/2017) sore kemarin bertemu Ferdian, Ny E Rizky bukannya mendapat penjelasan dari pegawai pria itu, tetapi malah diarahkan lagi ke Sinta, orang yang pernah ditemuinya dan yang menyebut surat yang diajukan kali pertama adalah salah.

Lantas apa jawaban Sinta tatkala ditanya oleh Ny E Rizky? ”Suratnya lagi dalam proses. Seharusnya yang mengurus (meminta, red) ini adalah relasi kerja dari perusahaan (tempat Ny E Rizky bekerja), bukan perusahaan (Ibu E Rizky). Relasi kerjanya suruh kemari. Kalau mau menunggu (surat) bersabarlah. Kerjaan kami banyak, kerjaan kami bukan ini saja,” kata Eka, meniru kalimat yang dilontarkan Sinta, yang nadanya sangat tidak bersahabat.

Karena Ny E Rizky agak kesal mendengar penjelasan Sinta, lantas dia spontan menanggapinya dengan menyebut akan meminta surat keterangan tersebut ke Dirjen Pajak atau Menteri Keuangan RI. Hebatnya lagi, Sinta yang ketika memberi pernyataan terlihat ”arogan” dengan wajah yang jauh dari ramah, mengeluarkan kalimat yang terkesan ”menantang” atasannya sendiri.

”Silakan. Kalaupun mengajukan surat tersebut ke Dirjen Pajak atau Menteri Keuangan, tetap kami juga (nanti) yang akan memproses,” tukas Ny E Rizky, mengutip pernyataan Sinta. Nyonya E Rizky yang pernah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan ini mengaku kesabarannya terkuras berurusan dengan oknum pegawai pajak di era Pemerintahan Presiden Jokowi, dengan dikomando Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Selama ini dirinya mengaku terkesima dengan berita-berita dan iklan layanan masyarakat yang dibacanya, yang menulis paradigma Kantor Pajak (sekarang) sudah berubah dan pegawainya dituntut profesional, cepat, dan ramah.

”Ternyata, pelayanan yang profesional, cepat dan ramah hanya untuk para miliarder atau yang ikut tax amnesti. Kepada pengusaha kecil apalagi saya yang cuma pekerja, pelayanan itu seperti jauh panggang dari api,” ucapnya.

Dia mengaku, akibat mendapat perlakukan yang lamban, ”dipingpong” dan tidak ramah dari oknum pegawai KPP Pratama Pekanbaru Senapelan, tekanan darah (tensi)-nya naik 160/90. ”Jujur pak, saya sampai stres berinteraksi dengan oknum di sana,” ujarnya.

Menanggapi ada warga yang mendapat pelayanan tidak elok, mantan Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pekanbaru Khusaini Prasaja menyatakan, di tengah riuh rendah perilaku oknum pegawai pajak yang ”kolokan” – karena senang disuapi seperti anak kecil – dan mencapai tingkat kekayaan materi dalam kurun dan jumlah tidak wajar, harusnya pegawai di semua tingkatan mengembalikan atau memulihkan citra institusi.

”Waduh, saya pikir paradigmanya telah berubah, tapi ternyata masih seperti yang sudah-sudah. Sekiranya kejadiannya memang benar seperti itu, semoga dapat menjadi perhatian para pengambil kebijakan, dalam hal ini Dirjen Pajak atau Menteri Keuangan,” tukasnya, terpisah.

Hingga berita ini diterbitkan, potretnews.com belum mendapat konfirmasi dari Kepala KPP Pratama Pekanbaru Senapelan atau bagian yang diberi kewenangan untuk memberi keterangan. Nomor telepon yang tertera di berbagai laman, 076128204 atau yang diperoleh dari Ny E Rizky 076128204 ext 109/110, ketika berkali-kali dihubungi oleh koran online ini pada jam kerja, hanya dijawab suara mesin penjawab otomatis. Tidak pernah diangkat oleh pegawai.

Sekiranya nomor telepon yang dihubungi tersebut dijawab oleh petugas, potretnews.com bermaksud ingin melakukan konfirmasi atau setidaknya minta nomor telepon seluler kepala kantor atau bagian yang diberi kewenangan untuk memberi keterangan. ***

Editor:
Akham Sophian

wwwwww