Mengejutkan! Tahun 2011 Ternyata Ada Pengidap Gangguan Jiwa yang Meninggal di Panti Tunas Bangsa Pekanbaru, Mayatnya Ditelantarkan di Balai-balai sampai Dikerubungi Lalat

Mengejutkan! Tahun 2011 Ternyata Ada Pengidap Gangguan Jiwa yang Meninggal di Panti Tunas Bangsa Pekanbaru, Mayatnya Ditelantarkan di Balai-balai sampai Dikerubungi Lalat

Ilustrasi/Kondisi para penghuni panti pengidap gangguan jiwa yang dikelola Yayasan Tunas Bangsa, di lintas Timur KM 20 Tenayanraya. (foto: goriau.com)

Selasa, 31 Januari 2017 17:42 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Cerita miring soal dugaan kebobrokan pihak Yayasan Tunas Bangsa, Kota Pekanbaru Provinsi Riau dalam memperlakukan penghuni panti, belum habis. Setelah almarhum M Zikli, balita 18 bulan yang diduga meninggal secara tak wajar, kini muncul satu nama lainnya. Kali ini kisahnya datang dari salah seorang mantan penghuni panti jompo/Lansia dan pengidap gangguan jiwa yang terletak di jalan lintas Timur, Km 20 Tenayanraya, Kota Pekanbaru Provinsi Riau, yang juga salah satu dari panti di bawah naungan Yayasan Tunas Bangsa.

Mantan penghuni panti itu berinisial AR, demikian ditulis GoRiau.com yang dilansir potretnews.com. Pria kelahiran 1961 tersebut meninggal dunia setelah dititipkan di panti Yayasan Tunas Bangsa. Kasus AR terbilang cukup lama, yakni sekira tahun 2011-2012 silam. Selama itu pula keluarga memendam kisah kematian pria ini, yang mereka nilai sangat tidak wajar.

"Saya lupa-lupa ingat kapan persisnya, sekitar tahun 2011 kalau nggak salah dititipkan ke sana, waktu itu kondisi fisik dan badanya abang saya bagus (berdaging), cuma mengidap gangguan jiwa," tutur adik kandung AR di rumahnya di daerah Tenayanraya, Senin (30/1/2017) malam.

Singkat kata, belum sampai setahun di sana, sekira Maret atau April tahun 2012, tiba-tiba pengelola mengabarkan kalau AR sudah meninggal dunia. Dengan perasaan yang bercampur aduk, keluarga almarhum lalu mendatangi panti dengan maksud menjemput jenazah. Tapi apa yang didapat di sana justru membuat perasaan mereka terenyuh pilu.

Ketika itu jasad AR diletakkan begitu saja di bangunan terbuka mirip balai-balai di depan panti. Tak ada seorang pun yang menjaganya. Bahkan kata sang adik, tidak ada proses administrasi serah terima jenazah. Pihak pengelola juga tidak ada. "Satu pun orang yayasan tidak ada, tak ada yang jagain jenazah," bebernya.

Perasaan keluarga lebih hancur lagi saat melihat dari dekat kondisi jasad AR. Badannya sangat kurus dan tubuhnya dikerubungi lalat. "Itu abang saya badannya tinggal tulang, bukan kurus lagi tapi kayak tengkorak, cuma bedanya masih ada terbalut kulit. Saat diangkat ringan macam kapas, lalat banyak," sesal dia.

"Menangis saya tengoknya, menggigil, ngilu. Yang nguburkan kami (keluarga), orang itu (yayasan) nggak mau tahu. Saat itu jasad abang belum dikafani, cuma ditutup kain. Ibaratnya kayak mayat ketemu di jalan, ditaruh di situ, nggak ada harganya. Jangankan moto (foto), nengok kondisinya pun nggak sanggup," imbuhnya.

Ketika itu keluarga AR enggan berpikiran macam-macam. Niat mereka adalah bagaimana secepatnya memakamkan almarhum secara layak. "Kayak nggak dikasih makan, disiksa gitu. Kalau dibilang karena sakit, selama di sana pihak yayasan tidak pernah cerita. Saat nelpon itulah dikasih tahu sudah meninggal," ucapnya.

Pihak yayasan diakui keluarga AR juga tidak menyebutkan sebab meninggal dunianya almarhum. "Nggak ada dibilang kenapa (meninggal). Katanya meninggalnya malam, cuma kok baru pagi kami dikasih tahu, itu pun pakai telepon. Apa salahnya malam itu dikabari kan," ucapnya.

Adik almarhum memang tidak begitu setuju dengan rencana dititipkannya AR ke panti, salah satu alasannya lantaran pihak pengelola bergelagat aneh sejak awal. "Kita waktu itu (saat dititipkan pertama) sudah janjian menjemput abang saya ini siang, namun mereka (pengelola) itu bisa itu sekira jam 02.00 WIB," sebut adik kandung AR.

Pengelola yayasan juga menolak saat keluarga AR menawarkan untuk mengantarkan langsung AR ketika dititipkan di panti tersebut. "Nggak mau mereka, biar mereka yang jemput. Saya ingat, jam 02.00 WIB itu pas hujan deras. Kenapa harus jam segitu, padahal sejak siang sudah berencana, di sana saya awalnya sudah curiga," bebernya lagi.

Kisah ini pun terkubur dalam-dalam, sampai akhirnya nama Yayasan Tunas Bangsa mencuat pasca kasus M Zikli, balita 18 bulan yang meninggal dunia diduga secara tidak wajar. Bedanya, keluarga almarhum AR memang tidak ingin membawa kasus kematian abang kandungnya ini ke ranah hukum.

"Pas saya baca berita di internet, saya kaget ada nama Yayasan Tunas Bangsa. Apalagi ada berita soal kondisi Panti di KM 20, ternyata ini tempat abang saya dirawat dulu, hati saya langsung nggak tenang," tandas adik almarhum AR, didampingi suaminya malam itu.

Untuk merawat mendiang AR di sana diakui keluarga bukannya tanpa biaya. Pada waktu itu (tahun 2011-2012), mereka mesti mengeluarkan uang awal sebesar Rp10,5 juta, ditambah dengan iuran bulanan Rp250 ribu.

"Ada bayar uang muka dan uang perbulannya, uang peratawan mungkin ya," lanjutnya.
"Pas sudah di sana abang saya itu tidak pernah dan tidak boleh dibawa ke luar, misalnya dibawa pulang atau diajak jalan-jalan sehari pun nggak boleh, kalau sudah ke luar, pas masuknya hitungan baru, bayar Rp10,5 juta lagi, begitu aturannya," ujarnya. ***

Editor:
Hanafi Adrian

wwwwww