”Kencing CPO” di Riau Marak, DPR Susun Regulasi Tata Niaga Sawit

”Kencing CPO” di Riau Marak, DPR Susun Regulasi Tata Niaga Sawit

Ilustrasi/Truk tangki CPO dari berbagai perusahaan harus berhenti di tanjakan Gul Gul Kecamatan Lubuk Dalam, Kabupaten Siak. (foto: tribunpekanbaru.com)

Senin, 29 Agustus 2016 15:42 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - DPR RI akan membentuk regulasi perkebunan sawit dengan menyusun undang-undang untuk mengatur proses tata niaga komoditas sawit dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) guna mencegah praktik distribusi ilegal yang marak terjadi di beberapa daerah, seperti di Riau. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo mengatakan praktik ilegal distribusi crude palm oil (CPO) atau biasa disebut "kencing CPO" telah merugikan negara dan pihak perusahaan itu sendiri. DPR sudah mengetahui kondisi ini karena banyak masyarakat dan perusahaan yang mengadu dan menyampaikan aspirasinya.

"Kencing CPO marak terjadi di beberapa daerah, seperti di Riau. Kami tengah membentuk regulasi baru mengenai tata niaga sawit yang salah satu tujuannya melindungi distribusi CPO dari praktik-praktik ilegal. DPR RI juga akan membicarakan hal ini dengan Dewan Sawit Nasional," katanya saat dihubungi, wartawan dari Pekanbaru (28/8/2016).

Regulasi itu akan mengatur persoalan tata niaga mulai dari pembukaan lahan, penanaman, panen, distribusi dan hilirisasi. Dia menjelaskan regulasi tersebut harus menguntungkan negara, perusahaan serta masyarakat untuk dapat meningkatkan perekonomian.

Politikus Golkar tersebut berpendapat, pihak perusahaan bersama asosiasi juga melaporkan praktik ilegal tersebut kepada aparat jika mempunyai bukti-bukti yang cukup. Karena pihak perusahaan juga dirugikan oleh mafia yang menyelundupkan CPO itu ke luar negeri.

"Perusahaan yang dirugikan harus ikut juga aktif melaporkan kepada aparat. Jangan sampai ada oknum perusahaan yang malah menjadi sindikat dan terlibat," katanya.

Aparat juga diminta untuk tidak tutup mata. Untuk menangani kasus ini, Polri ataupun Bea dan Cukai tidak mesti harus menunggu laporan. Firman mengatakan penanganan pihak penegak hukum terkait persoalan ini juga masih terlihat minim.

Riau merupakan salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia. CPO diekspor ke beberapa negara seperti India, Tiongkok, Malaysia dan Singapura dan lainnya. CPO diekspor ke tol Laut Dumai dan Belawan, Sumatera Utara untuk dipasarkan ke luar negeri.

Dari informasi yang dirangkum, modus penampungan ilegal ini ‎beroperasi dengan kerja sama antara ”kaki tangan” si ”mafia” CPO dengan para supir dan kernet mobil tangki CPO.

Dimulai dari lokasi penampungan. Ada yang berlokasi dipinggir jalan lintas yang disamarkan dengan warung dan dibelakangnya ditutupi tenda agar kolam CPO tak mudah dilihat. Ada juga yang memilih tersembunyi, namun tak jauh dari jalan. Selain membuat bak atau kolam, ada yang memakai drum untuk menampung.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru joko memperkirakan sekitar 25% dari total produksi cruide palm oil Riau per tahun digelapkan dengan cara 'kencing CPO' sehingga merugikan potensi pendapatan dari sektor tersebut.

Total produksi CPO di Riau mencapai 6,5 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 25% atau 1,62 juta ton per tahun diduga bocor melalui praktik “kencing CPO” yang masih marak terjadi di Riau.

"Praktik 'kencing CPO' merugikan pihak perusahaan dan merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya," katanya

Praktik ilegal tersebut juga berdampak kepada kualitas CPO yang diekspor. Minyak sawit mentah yang diperoleh dari cara ilegal itu diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga. Padahal Indonesia sedang getol mebingkatkan standar sistem pengelolaan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

"Tentu ini merugikan pelaku usaha yang bersusah payah memenuhi standar internasional, " katanya.

Menurutnya, pemerintah harus menanggapi persoalan ini. Pemerintah perlu menempatkan orang untuk mensurvei dan mendata setiap truk CPO yang mendistribusikan komoditas itu. ***

Editor:
Farid Mansyur

Sumber:
Bisnis.com

Kategori : Hukrim, Politik, Umum, Riau
wwwwww