Home > Berita > Riau

Ombudsman RI Usut Kejanggalan SP3 15 Perusahaan yang Disangka Bakar Hutan di Riau

Ombudsman RI Usut Kejanggalan SP3 15 Perusahaan yang Disangka Bakar Hutan di Riau

Ilustrasi kebakaran hutan. (foto: shutterstock.com)

Senin, 08 Agustus 2016 17:49 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan, akan menindaklanjuti laporan KontraS terhadap pemberian SP3 kepada 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan di Riau. Pemberian SP3 itu dianggap janggal lantaran ada pihak yang bermain dalam kasus tersebut. "Kami sudah baca tentang SP3 itu dan prihatin dengan adanya informasi ini. Semoga kami bisa menindaklanjuti dan kita dorong agar penegak hukum bisa secara adil," ujar Suaedy saat menerima laporan kejanggalan pemberian SP3 terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan di Riau, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (8/8/2016).

Dia juga berharap agar penegak hukum bisa menjalankan tugasnya sesuai kode etik. Selain itu, pihaknya bersama lembaga negara lainnya dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) agar terus memantau penyimpangan terhadap penegakan hukum.

"Selain itu ada dua cara investigasi, yakni penataan kelembagaan, agar lembaga itu responsif. Kedua dengan cara kasuistik (penyebab kasus)," paparnya.

Sementara ini, kata Suaedy, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan cara memeriksa data administrasi. "Kalau kasus kayak gini kami menunggu laporan resmi, kalau ada laporan tentang maladministrasi kami akan menindaklanjuti. Makanya kami tadi bilang sama teman-teman konstraS kami bisa ditindaklanjuti dengan data-data administrasi. Misalnya siapa yang salah bisa dikenakan sanksi tapi oleh atasannya," papar Suaedy.

Pihak Ombudsman menilai bahwa data yang diterima dari kontraS sangat dibutuhkan untuk menindaklanjuti kasus pembakaran hutan di Riau. "Data itu penting sekali. Data yang kita dapat nanti menjadi sarana perbaikan struktural di lembaga penegak hukum," tutupnya.

Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Kepala Divisi Hak Ekonomi Sosial KontraS, Ananto Setiawan meminta Ombudsman mengungkap alasan pemberhentian kasus penyidikan terhadap 15 perusahaan pembakar hutan di Riau. Menurutnya, pemberian SP3 itu menciderai hak keadilan keluarga korban kebakaran lahan tersebut.

"Kita datang ke Ombudsman melakukan audiensi, mencari jawaban ada apa di balik SP3 kasus pembakaran hutan di Riau. Ini perlu kita ketahui alasan pemerintah," papar Ananto di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/8/2016).

Ananto menegaskan, pemberian SP3 itu syarat dengan kepentingan sekelompok aparat yang memiliki keterlibatan dalam pembakaran lahan hutan tersebut. "Menurut kami ini agak janggal. Polisi sudah menetapkan tersangka, namun dalam 6 bulan dikeluarkan SP3," bebernya.

Dia menambahkan, seharusnya Polda Riau harus benar-benar melakukan penyelidikan kasus pembakaran itu sampai tuntas dan tidak terintimidasi oleh kepentingan manapun. "Seberapa besar Polda Riau melakukan penyidikan terkait bukti itu. Ini yang harus kita tahu, sehingga kasus ini jelas ke mana arahnya," tandas Ananto.

Lebih jauh Ananto meminta kepada masyarakat agar ikut mengawasi kasus pembakaran lahan hutan tersebut. Sehingga kasus ini tidak terus menerus terulang kembali. "Masyarakat juga ikut mengawasi, agar hukum bisa berjalan dengan adil. KontraS menilai apa yang dilakukan oleh mereka dengan membakar hutan demi kepentingan pribadi maupun kelompok untuk mencari keuntungan bisnis," katanya.

Dia menegaskan sanksi hukum terhadap pembakar hutan sudah dijelaskan dalam undang-undang. Namun, pada realitasnya tidak sesuai dengan keputusan pemerintah dalam hal ini penegak hukum.

"Itu sudah diatur dalam undang-undang. Kami mengajak masyarakat ikut mengawasi adanya kejanggalan hak asasi manusia, jangan ragu-ragu apa yang mereka (warga) temukan," ujarnya.

Ananto juga menuturkan, pihak penegak hukum dalam memvonis tersangka terkesan dipaksakan alias asal-asalan. "Pernah Kejari menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus pembakaran hutan, tapi pas diselidiki para tersangka itu sudah meninggal dunia. Masa orang sudah mati ditetapkan sebagai tersangka," bebernya.

"Ada juga penegak hukum yang begitu cepat menetapkan tersangka dan dengan cepat mengeluarkan SP3," imbuhnya.

Selain itu, pihak KontraS juga berencana melakukan praperadilan, namun harus terlebih dahulu mengumpulkan bukti-bukti. "Kita masih mengumpulkan bukti-bukti yang kuat, agar nanti bisa melakukan praperadilan," ujarnya.

Terkait persoalan ini, Kapolda Riau Brigjen Pol Supriyanto diperiksa Mabes Polri beberapa waktu lalu. Menurut Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo untuk tahun 2016 ini, Polda Riau mencatat ada sebanyak 63 kasus kejadian kebakaran hutan dan lahan. Polda dan jajaran sudah menetapkan sebanyak 78 tersangka. ***

Editor:
Farid Mansyur

Sumber:
Merdeka.com

wwwwww