Terkait Pemalsuan Akta Perjanjian

Sempat Lolos dari Jeratan Hukum, Notaris Top Pekanbaru Akhirnya Dieksekusi Jaksa

Sempat Lolos dari Jeratan Hukum, Notaris Top Pekanbaru Akhirnya Dieksekusi Jaksa

Notaris Neni Sanitra saat dieksekusi jaksa.

Kamis, 30 Juni 2016 23:37 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Oknum notaris di Pekanbaru, Provinsi Riau, Neni Sanitra, dieksekusi jaksa, Kamis (30/6/2016) sore tadi, pukul 15.30 WIB. Pesakitan kasus dugaan pemalsuan akta perjanjian ini pun terancam mendekam ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan dan Anak Pekanbaru. Namun hingga Kamis petang, Neni kabarnya masih dirawat di salah satu rumah sakit di Pekanbaru dengan alasan sakit saat akan dieksekusi jaksa dari Kejati Riau, Ermindawati SH. "Nanti dulu, masih bekerja," ujar Ermindawati singkat saat dihubungi wartawan melalui selulernya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Adi Kadir mengatakan, proses eksekusi terhadap notaris yang berkantor di Jalan Tuanku Tambusai, Pekanbaru tersebut dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) melayangkan surat panggilan terhadap Neni.

"Yang bersangkutan (Neni) memenuhi panggilan JPU, setelah melalui proses perlengkapan administrasi, terpidana dibawa ke rumah sakit, untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan," lanjutnya. "Kalau rampung, kita bawa ke Lapas untuk menjalani hukuman," imbuh Adi.

Perlu Diketahui, pada sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (19/3/2016)) lalu, majelis hakim melepaskan Neni Sanitra dari tuntutan hukum dan memerintahkan JPU memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat.

Tak terima dengan itu, JPU kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, isi putusan pengadilan ini pun diubah, dan MA memutuskan Neni Sanitra dihukum selama satu tahun penjara.

Adapun kasus ini berawal saat PT Bonita Indah (BI) dengan direkturnya bernama Daniel Freddy Sinambela, mengikuti tender jasa penyediaan kendaraan mobil tanpa jasa pengemudi. Karena modalnya terbatas, Daniel pun mencari pemodal agar dapat mengikuti lelang itu.

Tujuannya untuk melengkapi salah satu syaratnya, yakni harus memiliki uang sedikitnya Rp5 miliar di bank. Daniel berinisiatif menemui dua pengusaha yakni BS dan MH, dan keduanya bersedia menjadi pemodal pada proyek PT BI.

Keduanya sepakat bekerja sama dan membuat perikatan dalam Akta Perjanjian Kerja sama Nomor 149 dan 150 tanggal 30 Maret 2014 di Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Neni Sanitra. Lalu, PT BI pun menang dalam lelang itu.

Namun setelahnya, BS berselisih dengan Daniel. Imbasnya Bs menarik uang Rp5 miliar dari bank secara sepihak. Atas tindakan itu, Daniel pun mengutus kuasa hukumnya untuk meminta salinan akta perjanjian dari Notaris Neni.

Saat itu Neni tak bersedia memberikan salinannya, yang diduga ada kejanggalan. Daniel merasa kalau isi perjanjian yang dijadikan BS untuk menggugatnya tidak sama dengan isi perjanjian semula, ketika sama-sama menghadap Notaris Neni.

Ternyata, dari akta itu terungkap bahwa isi perjanjian itu memang diubah sepihak. Sebab, sesuai aturan, untuk mengubah akta harus dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak di hadapan notaris (renvoi). Akta yang diubah itulah yang diduga dijadikan Bonar menggugat PT BI di peradilan perdata. ***

Editor:
Mukhlis

Sumber:
GoRiau.com

Kategori : Pekanbaru, Hukrim
wwwwww