Home > Berita > Umum

Pendiri HMI Prof Lafran Pane Pernah Dituntut Mati oleh Pemerintah Jepang, Aktivis HMI Ciputat: Beliau Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Pendiri HMI Prof Lafran Pane Pernah Dituntut Mati oleh Pemerintah Jepang, Aktivis HMI Ciputat: Beliau Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Ilustrasi aksi demonstrasi pada peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974). Aksi ini membuat banyak aktivis HMI ditangkap.

Senin, 09 November 2015 14:51 WIB
Redaksi
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Wacana merekomendasikan Prof Lafran Pane menjadi pahlawan nasional lewat Kongres ke-29 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Pekanbaru, 22-26 November, dinilai tepat. Aktivis HMI Komisariat Ushuluddin & Filsafat Cabang Ciputat, Dedy Ibmar melalui surat elektronik yang dikirim ke redaksi potretnews.com, Seni (9/11/2015) berpendapat, usulan tersebut patut didukung dan diperjuangkan oleh komponen HMI. Menurut dia, Lafran Pane yang di kalangan HMI disapa ”ayahanda” merupakan orang yang gigih melawan serta merebut kekuasaan dari tangan Jepang di daerahnya, ketika itu.

Dalam sejarah yang dia baca, Lafran yang dilahirkan 5 Februari 1922 di Padangsidempuan, Sumatera Utara, itu, bahkan sempat dituntut hukuman mati oleh pemerintah Jepang. Untungnya, Lafran muda berhasil meloloskan diri menuju Batavia (Jakarta).

Tak selesai di situ, kata Dedy, Lafran yang sejak muda telah berkacamata merupakan salah seorang penggagas sekaligus pendiri organisasi mahasiswa tertua di Indonesia yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), pada 5 Februari 1947.

Sebagaimana diketahui, organisasi mahasiswa Islam tersebut merupakan golongan yang ikut mempertahankan NKRI di awal-awal kemerdekaan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa jasa besar Lafran Pane tak bisa dipungkiri.

Menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November 2015, Dedy Ibmar menyayangkan karena nama Lafran Pane belum ditabalkan sebagai pahlawan nasional. Dia berharap pemerintah tidak melupakan jasa leluhur.

Dedy mencatat, pemerintah sudah menerbitkan 163 Keputusan Presiden (Keppres) tentang nama-nama yang diangkat sebagai pahlawan nasional. Mekanismenya, gelar pahlawan nasional diusulkan oleh masyarakat kepada bupati/wali kota dan gubernur melalui Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). Kemudian dilanjutkan kepada Menteri Sosial hingga akhirnya diserahkan dan disetujui oleh presiden.

Sejatinya, imbuh dia, jumlah pahlawan di Indonesia jauh melebihi angka 163. Karena masih banyak orang-orang seantero Nusantara yang telah berkontribusi besar di awal kemerdekaan, namun hingga hari ini belum diberikan gelar pahlawan nasional.

”Pemerintah tidak boleh melupakan jasa-jasa ’ayahanda’ Lafran Pane. Dan, seharusnya dari sejak tahun-tahun kemarin PB HMI sudah merekomendasi nama beliau kepada pemerintah agar ditetapkan sebagai pahlawan nasional,” ujarnya.

Pada bagian lain dia berpendapat, peringatan Hari Pahlawan 2015 menjadi momentum tepat menetapkan sejumlah tokoh pejuang menjadi pahlawan nasional, salah satunya Lafran Pane. Ada atau tidaknya rekomendasi, ucap Dedy, pemerintah disarankan menerbitkan Keppres Pahlawan Nasional untuk Lafran Pane.

”Sebenarnya, gelar ’pahlawan nasional’ sendiri tak dibutuhkan bagi diri Lafran Pane. Namun, tetap dianggap penting oleh generasi sekarang sekaligus menegaskan kiprah dan perjuangannya terhadap bangsa. Melalui seorang Lafran kita dapat belajar untuk terus mengabdi terhadap nusa dan bangsa,” ujarnya. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Umum, Peristiwa
wwwwww