Home > Berita > Riau

Bocah yang Meninggal karena Hirup Asap Tak Punya Riwayat Sakit

Bocah yang Meninggal karena Hirup Asap Tak Punya Riwayat Sakit

Hasil rontgen menunjukkan paru-paru Ramadhani Lutfi Aerli (alm) penuh asap.

Kamis, 22 Oktober 2015 09:49 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com- Heri Wirya, 45 tahun, ayah Ramadhani Luthfi Aerli, bocah 9 tahun yang meninggal diduga akibat kabut asap Riau, mengaku anak sulungnya tersebut selama ini tidak punya riwayat penyakit kronis, baik gangguan pernapasan maupun jantung. “Fisiknya itu kuat, jarang sakit,” katanya kepada Tempo di rumah duka, Jalan Pangeran Hidayat, Pekanbaru, Rabu (21/10/2015).

Heri tidak habis pikir begitu cepat Luthfi meninggal hanya karena mengeluh demam. Tidak lama setelah panas tinggi itu, Luthfi mengalami kejang-kejang dan muntah. "Padahal sebelumnya Luthfi sehat dan bugar," ucapnya.

Heri menduga sakit yang menyerang anaknya merupakan dampak dari kabut asap yang menyelimuti Pekanbaru sejak dua bulan lalu. Terlebih anaknya juga kerap beraktivitas di luar rumah meskipun sekolah diliburkan.

"Yang namanya anak-anak wajar saja susah dilarang untuk bermain di luar rumah, meski dalam keadaan berasap," ujarnya.

Dugaan Heri diperkuat dengan pernyataan dokter Rumah Sakit Santa Maria yang menangani Luthfi. Dokter tersebut menuturkan pasien mengalami penipisan oksigen di jantung. Dari hasil foto medis roentgen dada anaknya, Heri mengatakan paru-paru korban tampak ditutupi seperti gumpalan awan. Namun Heri tidak mengetahui persis apa sebenarnya yang menutupi paru-paru anaknya itu.

"Dokter bilang penipisan oksigen di jantung. Jantungnya bengkak. Paru-parunya ditutupi seperti awan-awan begitu. Tapi dokter tidak menyebutkan apakah itu flek atau lendir. Saya tidak paham," katanya sambil memperlihatkan foto roentgen anaknya.

Luthfi meninggal menjelang azan subuh, Rabu, 21 Oktober 2015, di RS Santa Maria, Pekanbaru. Sebelum mendapat perawatan di rumah sakit, Luthfi mengeluh demam kepada ibunya sekitar pukul 12.00, Selasa, 20 Oktober 2015. Sang ibu, Lili, memberinya obat penurun panas. “Setelah minum obat, anak saya tidur sampai pukul 7 malam,” ucap Heri.

Namun suhu badan Luthfi tidak kunjung turun. Tepat pukul 22.00, korban mengalami muntah dan kejang-kejang. Khawatir dengan kesehatan anaknya, Heri membawa Luthfi ke RS Santa Maria, yang tidak jauh dari rumahnya. Korban dirawat di Ruang PICU. Namun, hingga pukul 03.00, Rabu dinihari, kesadarannya menurun, denyut jantungnya melemah. Korban akhirnya meninggal pukul 04.00.

Kepergian Luthfi sontak membuat keluarga kaget. "Tidak menyangka saya secepat itu," ujar Heri sambil mengusap air mata kesedihannya.

Sebelumnya, kasus serupa menimpa keluarga Mukhlis, warga Kulim, Pekanbaru, 10 September 2015. Anaknya bernama Muhanum Anggriawati, 12 tahun, meninggal dunia akibat gagal pernapasan. Dokter menyebut terjadi penumpukan lendir di paru-paru korban sebelah kanan. ***

(Farid Mansyur)
Sumber:Tempo.co
wwwwww