Tangsi, Saksi Bisu Kejayaan Kolonial Belanda di ”Negeri Istana” Kabupaten Siak yang Menyimpan Sejuta Misteri

Tangsi, Saksi Bisu Kejayaan Kolonial Belanda di ”Negeri Istana” Kabupaten Siak yang Menyimpan Sejuta Misteri

Tangsi Belanda di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak.

Jum'at, 18 November 2016 17:45 WIB
SIAK SRI INDRAPURA, POTRETNEWS.com - Bangunan tangsi (asrama, penjara, barak, red) yang terdapat di Kampung Benteng Hulu Kecamatan Mempura Kabupaten Siak Provinsi Riau, merupakan saksi bisu peninggalan kolonial Belanda yang hingga hari ini masih menyimpan sejuta misteri, tahun berapa didirikan?. Dan siapa pendirinya?. Berdasarkan fakta sejarah, masa pemerintahan Kesultanan (Kerajaan, red) Siak berkisar antara tahun 1724 hingga tahun 1945. Namun tidak diketahui secara pasti apakah pada masa yang bersamaan kolonial Belanda juga mendirikan bangunan ”tangsi” yang terdapat di tepian Sungai Siak Kampung Benteng Hulu itu.

BERITA TERKAIT:

. Tangsi Peninggalan Belanda di Kota Siak Sri Indrapura Mulai Rusak, Kondom Berserakan di Dalam

Sejumlah sumber menyebutkan. Bahwasanya tangsi yang terdapat di Kecamatan Mempura itu diperkirakan dibangun pada sekitar tahun 1880 Masehi, setelah sebelumnya salah seorang utusan dari Negeri Belanda datang ke Siak Sri Indrapura dengan maksud ingin mendirikan keresidenan di kawasan Sumatera Timur.

Kawasan itu meliputi wilayah Pekanbaru, Rokan, Kubu, Tanah Putih, Bangka, Kulo, Kota Pinang, Pagarawan, Batubara, Bedagai, Kualuh, Panai, Bilah, Asahan, Langkat, Temiang dan Deli Serdang, yang kala itu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Siak.

Pembentukan keresidenan yang direncanakan oleh Pemerintah Belanda itu, berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Belanda tanggal 15 Mei Tahun 1873. Yang mana Pemerintah Belanda ingin memperluas wilayah kekuasaannya di wilayah Kerajaan Siak dan sekitarnya. Karena kala itu Negeri Siak merupakan daerah dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang begitu memukau. Mulai dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan, hingga hasil hutan (damar, rotan, dan kayu, red).

Sejauh ini, belum ditemukan penjelasan dan bukti-bukti otentik dari para ahli sejarah yang ada di Provinsi Riau, tentang kepastian tanggal dan tahun didirikannya bangunan tangsi di Kecamatan Mempura itu, namun telah ditemukan sejumlah makam tua dengan ornamen berbahasa Belanda, yang lokasinya terletak tidak jauh dari keberadaan tangsi tersebut.

Pada sejumlah kuburan tua yang diprediksi milik salah seorang Jenderal Belanda itu, salah satunya bertuliskan:
“Laatste Rusiplaats”
VAN
P.J.J Van Rossum.
Geboren : 25 Januari 1884 Le’t Hage.
Overleden: 23 Februari 1919 te Siak.

Dan di sekitar makam P.J.J Van Rossum itu, juga ditemukan sekitar 4 makam lainnya dengan model bangunan yang sama, yang diperkirakan juga merupakan kuburan para serdadu/tentara Belanda. Namun karena kondisi kuburan tersebut sebagian bangunannya telah rusak dan berantakan. Sehingga tidak ditemukan lagi penjelasan nama dan tahun pada batu/tembok keempat kuburan tua tersebut.

Dalam sebuah diskusi bersama sejumlah tokoh masyarakat dan para sesepuh yang ada di Kecamatan Mempura, beberapa waktu silam penulis mendapati sekelumit keterangan tentang perkiraan pembangunan Tangsi Belanda itu. Konon dijelaskan bahwasanya pada sekitar tahun 1920 Masehi, wilayah Kabupaten Siak (khususnya Kecamatan Mempura, red) sebagian besarnya masih merupakan kawasan hutan belantara, namun tangsi Belanda itu sudah berdiri kokoh.

“Orang tua kami datang ke Siak ini pada sekitar tahun 1920 Masehi, dan waktu itu wilayah Kabupaten Siak sebagian besarnya masih merupakan hutan belantara. Sedangkan Tangsi Belanda itu sudah ada dengan kondisi masih utuh (belum ada bagian bangunannya yang rusak, red). Jadi saya rasa Tangsi Belanda itu dibangun sekitar tahun 1800’an lah,” ujar salah seorang kakek, yang kini dirinya telah meninggal dunia, sebagaimana dikutip potretnews.com dari infosiak.com.

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Drs H OK Nizamil Jamil dan kawan-kawan, yang berjudul ”ISTANA ASSERAYAH HASYIMIAH KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA” cetakan tahun 2002, hanya menjelaskan tentang seputar Kerajaan Siak. Dan tidak ada ditemukan penjelasan tentang riwayat maupun sepenggal cerita yang berkenaan dengan pembangunan Tangsi Belanda yang ada di Kecamatan Mempura itu.

Dengan demikian, penulis mengambil kesimpulan bahwasanya sampai hari ini tangsi yang terdapat di Kecamatan Mempura itu masih menjadi misteri, tentang siapa pendirinya dan tahun berapa didirikan? Dan butuh penelusuran yang cukup panjang untuk bisa mendapati keterangan dan kesimpulan. Bahkan dalam catatan sejarah Nasional pun belum ada Sejarawan maupun Budayawan yang menulis (memuat, red) tentang tangsi tersebut.

Pada beberapa tahun silam, Pemerintah Provinsi Riau telah melakukan pemugaran terhadap bangunan Tangsi Belanda tersebut, namun tidak secara menyeluruh. Hanya sebagian kecil saja dari bangunan itu yang dilakukan pemugaran. Yakni pengecatan sebagian dinding, perbaikan lantai, dan perbaikan atap, sedangkan untuk halaman dan ruang-ruang kecil yang ada di sekitarnya masih dibiarkan begitu saja.

Arsitektur bangunan tangsi itu bernuansa Eropa, yang dilengkapi ruang-ruang kecil sebagai tempat penyimpanan senjata, ruang penjara, ruang logistik serta ruang kantor. Dan terdapat juga sebuah sumur tua berdiameter sekitar 2,5 meter, yang konon (menurut cerita para orang-orang tua, red) digunakan oleh prajurit Belanda sebagai tempat mengubur (memendam, red) mayat-mayat penduduk Pribumi yang meninggal dunia akibat kerja paksa.

Pada tahun 2012 silam, pernah terjadi insiden yang cukup mengerikan di lokasi Tangsi Belanda tersebut, yang mana dua remaja (pelajar, red) Ardianto (18) dan Faisal (18), meninggal dunia akibat tertimpa tembok bangunan Tangsi Belanda yang roboh secara tiba-tiba.

Kala itu kedua korban sedang asyik duduk-duduk (istrahat, red) seusai pulang dari sekolah. Dan diketahui kedua pelajar yang meninggal dunia di lokasi kejadian itu merupakan siswa di salah satu sekolah yang ada di Kecamatan Mempura.

Beberapa hari setelah insiden yang menyebabkan korban jiwa tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak langsung mengerahkan 1 unit alat berat untuk membersihkan puing-puing reruntuhan. Dan memasang pagar kawat (besi, red) di sekeliling lokasi bangunan tangsi Belanda itu, agar tidak ada lagi para pelajar maupun anak-anak yang menjadikan Tangsi Belanda tersebut sebagai tempat bermain atau pun tempat tongkrongan. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

Kategori : Potret Riau
wwwwww