Bos Fikasa Group Dituntut 14 Tahun Penjara dalam Perkara Bodong yang Rugikan Nasabah Rp84,9 Miliar

Bos Fikasa Group Dituntut 14 Tahun Penjara dalam Perkara Bodong yang Rugikan Nasabah Rp84,9 Miliar
Kamis, 03 Maret 2022 09:35 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — 4 bos Fikasa Group, terdakwa kasus dugaan investasi bodong yang merugikan sejumlah nasabah dengan total Rp84,9 miliar, dituntut 14 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pembacaan tuntutan oleh JPU, dilaksanakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Keempat bos Fikasa Group yang menjadi pesakitan dalam kasus ini, adalah Salim Bersaudara.

Di antaranya Bhakti Salim selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo (TGP). Lalu Agung Salim selaku Komisaris Utama PT WBN, Elly Salim Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP, dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP.

Mereka dinilai melanggar Pasal 46 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 64 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa masing-masing selama 14 tahun penjara dikurangi selama berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," tegas JPU Herlina Samosir, dalam sidang Selasa (1/3/2022) kemarin.

Selain itu, para terdakwa juga diwajibkan membayar denda masing-masing Rp20 juta dengan subsidair 11 bulan kurungan. Sejumlah barang bukti juga turut dirampas untuk mengganti kerugian yang dialami para saksi korban, sebesar Rp84.916.000.000.

"Dan selebihnya digunakan dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang atas nama Agung Salim dkk," imbuh JPU.

Atas tuntutan itu, majelis hakim mempersilakan para terdakwa untuk menyampaikan pledoi atau nota pembelaan.Pembacaan pledoi itu dijadwalkan pada agenda sidang berikutnya. Sementara itu, satu terdakwa lagi atas nama Maryani yang merupakan Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP, dituntut 12 tahun penjara.

JPU menilai Maryani terbukti bersalah melakukan melakukan tindak pidana turut serta secara bersama-sama, melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) dan atau Otoritas Jasa Keuntungan (OJK).

"Menjatuhkan pidana terdakwa Maryani dengan pidana penjara selama 12 tahun dan dikurangi selama terdakwa menjalani di dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," ujar JPU lainnya, Lastrida Br Sitanggang.

Selain itu, Maryani juga dibebankan membayar denda sebesar Rp15 miliar dengan subsidair 8 bulan kurungan.

Tuntutan JPU

Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya menyebutkan, dugaan penggelapan uang nasabah yang dilakukan para terdakwa ini terjadi pada tanggal 14 Oktober 2016 sampai dengan 25 Maret 2020, melansir Tribunnews.com.

Setidaknya ada 10 orang nasabah yang menjadi korban para terdakwa, dengan total kerugian Rp84.916.000.000.

Berawal dari tahun 2016 PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak di bidang usaha properti, perhotelan dan merupakan bagian dari Fikasa Grup, sedang membutuhkan tambahan modal untuk membiayai operasional perusahaan maupun perluasan usaha. Pada saat itu terdakwa Agung Salim mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.

"Diputuskan untuk menerbitkan Promisorry Note atas nama Perusahaan yang ada dalam Fikasa Grup, yaitu PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo. Kemudian terdakwa Agung menyuruh terdakwa Maryani menjadi marketing freelance dikedua perusahaan tersebut (Fikasa Grup)," ujar JPU saat membacakan dakwaan.

Selanjutnya, dengan menggunakan company profil Fikasa Grup yaitu PT WBN dan PT TGP, Maryani pada sekitar bulan Oktober 2016 mendatangi korban Archenius Napitulu yang beralamat di Jalan Mawar Nomor 55 RT 33 RW 002 Kelurahan Padang Terubuk, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru.

Maryani menawarkan investasi dengan bunga 9 sampai 12 persen per tahun. Dengan cara menjadi pemegang Promissory Note PT WBN dan PT TGP. Saat menawarkan Promissory Note atas nama PT WBN dan PT TGP kepada masyarakat di Pekanbaru, Maryani menyampaikan Fikasa Grup menghimpun dana dengan menerbitkan produk tabungan berbentuk promissory note dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga bank pada umumnya.

Jika bunga deposito pada bank umumnya berkisar 5 persen per tahun, maka Fikasa Group bisa memberikan bunga 6 sampai 12 persen pertahun. Sehingga tabungan berbentuk promissory note ini lebih menguntungkan.

"Tabungan berbentuk deposito promissory note Fikasa Group menawarkan penempatan dana seperti deposito perbankan pada umumnya, yaitu menempatkan dana dalam jangka waktu tertentu dan dijanjikan mendapatkan imbalan bunga serta pokoknya terjamin," sebut JPU.

"Kepada korban Maryani menjelaskan, bahwa produk tabungan berbentuk Promissory Note ini sama dengan produk deposito bank pada umumnya, yaitu nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu dan kemudian nasabah akan mendapatkan bunga dalam rate yang tetap (fixed rate) sebagaimana telah disepakati dan pokok dijamin kembali pada waktu jatuh tempo," urai JPU.

Sehingga, posisi produk tabungan deposito ini adalah produk yang aman dan tidak ada risiko. Terlebih terdakwa Agung Salim sebagai pimpinan dan pemilik Fikasa Group adalah orang yang sangat kaya atau konglomerat.Selain itu, sama seperti deposito berjangka bank pada umumnya.

Sebagai bukti pembukaan tabungan berbentuk deposito promissory note tersebut, nasabah akan menandatangani perjanjian tabungan berbentuk deposito promissory note.Nasabah juga menerima sertifikat tabungan berbentuk deposito promissory note yang di dalamnya terdapat sistem perpanjangan otomatis (automatic roll over) terhadap deposito yang telah jatuh tempo.

Singkatnya, deposito Promissory Note Fikasa Group adalah sama dengan deposito berjangka bank pada umumnya, karena keduanya memiliki karakteristik yang sama.Sebagai Marketing Freelance, Maryani bercerita bahwa sudah banyak nasabah yang membuka produk tabungan berbentuk deposito promissory note Fikasa group dan mereka semua menerima bunga yang lebih besar dari pada bunga bank.

Pembayaran bunga sekaligus pengembalian tabungan pokok selalu berjalan dengan lancar. Untuk meyakinkan bahwa Fikasa Group dapat mengembalikan pokok dan bunga deposito promissory note Fikasa Group sepenuhnya, Maryani menjelaskan bahwa Fikasa Group dimiliki oleh konglomerat keluarga Salim.

Keempatnya adalah Agung Salim, terdakwa Bhakti Salim, terdakwa Elly Salim, dan terdawka Christian Salim. Saksi Maryani juga menjelaskan bahwa tabungan berbentuk deposito promissory note Fikasa Group mempunyai izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Bahwa dengan kepiawaiannya selaku marketing freelance Fikasa Group, Maryani dari tahun 2016 sampai dengan 2019 telah berhasil mendapatkan nasabah dari masyarakat yang berdomisili di Pekanbaru yang menempatkan dana di PT WBN dan PT TGB," beber JPU.

"Dana itu disetornya dengan cara transfer ke Rekening PT WBN di Bank BCA atas nama PT WBN dengan nomor rekening 5460313190, Bank CIMB NIAGA atas nama PT WBN dengan nomor rekening 800157175000700 dan Bank Mandiri atas nama PT WBN dengan nomor rekening 1210000779789," lanjut JPU.

Pada beberapa Promissory Note PT WBN dari para korban, ternyata dana yang ditransfer bukan ke PT WBN, namun ke rekening atas nama PT Inti Putra Fikasa (IPF) dengan nomor rekening Bank CIMB NIAGA 1070100065, nomor rekening Bank Mandiri 1020000007135 dan atas nama PT TGP Nomor rekening Bank BCA 5460313190.

Setelah itu, nasabah mendapatkan bukti penempatan berupa perjanjian promissory note dan certificate promissory note yang berisi nominal penempatan, bunga keuntungan, dan tanggal jatuh tempo. Serta ditandatangani oleh terdakwa Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Christian Salim dan juga ditandatangani oleh nasabah yang menempatkan dananya.

Adapun 10 nasabah yang menempatkan dananya pada PT WBN dan PTTGP dan menerima promisorry note dari kedua perusahaan ini tahun 2016 sampai dengan 2019 yaitu, Arhenus Napitupulu sebesar Rp20.391.000.000.

Pormian Simanungkalit Rp16.500.000,000, Meli Novriyanti Rp10.000.000.000, Oki Yunus Gea Rp2.000.000.000, Pandapotan Lubantoruan Rp2.000.000.000. Kemudian, Darto Jonson M Siagian Rp2.000.000.000 Agus Yanto M Pardede Rp22.250.000.000.

Timbul S Pardede Rp2.000.000.000, Elida Sumarni Siagian Rp5.275.000.000 dan Natalia Napitupulu sebesar Rp2.000.000.000. Alhasil total dana yang terkumpul dari para korban sebanyak Rp84.916.000.000.

Dana nasabah yang seharusnya digunakan untuk operasional dan modal pengembangan usaha dari PT WBN dan PT TGP itu, justru digunakan para terdakwa untuk operasional dan modal usaha perusahaan lain yang ada dalam Fikasa Group.

Di antaranya, untuk usaha air minum dan perhotelan. Di mana, usaha tersebut merupakan badan hukum yang berbeda tanpa dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada pemilik modal atau nasabah pemegang promissory note.

"Hasil keuntungan dari usaha perhotelan dan air minum tersebut masuk ke perusahaan-perusahaan group Fikasa, juga masuk ke rekening pribadi terdakwa Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Christian Salim dan Maryani," urai JPU.

"Hal ini dapat dilihat dari aliran uang keluar dan masuk atas nama PT WBN Bulan Oktober tahun 2016 sampai dengan bulan September 2020," imbuh JPU.

Bahwa para nasabah pemegang promissory note PT WBN dan PT TGP pada saat investasi mereka sudah jatuh tempo dan sudah tidak mendapatkan keuntungan berupa bunga, mereka telah mengambil sikap untuk tidak melanjutkan menempatkan uangnya di kedua perusahaan tersebut.

Para korban meminta kembali pokok investasinya kepada PT WBN dan PT TGP pada awal tahun 2020. Atas hal itu, para terdakwa menjanjikan dalam surat pernyataannya tanggal 26 Februari 2020 akan mengembalikan uang para nasabah pada tanggal 25 Maret 2020.

Tetapi sampai saat ini uang para nasabah belum dikembalikan oleh para terdakwa, sehingga para nasabah mengalami kerugian dengan total lebih kurang Rp.84.916.000.000.

Para terdakwa disangkakan dengan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 378 Jo Pasal 64 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 372 Jo Pasal 64 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 372 Jo Pasal 64 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Riau
wwwwww