Home > Berita > Umum

Ada Jejak Sejarah Kapten Kopassus yang Gagah Berani Hadapi Pemberontak di Lubukjambi Kuansing Riau

Ada Jejak Sejarah Kapten Kopassus yang Gagah Berani Hadapi Pemberontak di Lubukjambi Kuansing Riau
Sabtu, 20 November 2021 09:23 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur identik dengan keberadaan Jalan RA Fadillah. Nama jalan itu diambil dari nama Kapten RA Fadillah yang gugur dalam pertempuran melawan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Riau tahun 1958.

Kopassus kerap menggunakan nama RA Fadillah untuk nama jalan atau bangunan yang bernilai penting atas jasa dan pengabdian yang pernah dilakukan.

Kapten RA Fadillah ditunjuk sebagai Komandan Kie B untuk menguasai pertahanan musuh yang berada di Lubuk Jambi, Riau. Satu peleton Banteng Raiders pun diberangkatkan untuk menguasai markas utama musuh yang disebut berada di Desa Cengar.

Dalam buku "Kopassus untuk Indonesia, Profesionalisme Prajurit Kopassus", dijelaskan bahwa perjalanan berat harus dilalui pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, saat ini Kopassus) tersebut dengan melawati sungai yang cukup lebar dan hutan rawa sambil diguyur hujan. Rencana penyergapan pukul 09.00 WIB tak terlaksana karena pasukan baru tiba pukul 12.00 WIB.

Namun Desa Cengar yang disebut dihuni sekitar dua peleton pasukan musuh ternyata sudah dikosongkan. Padahal dua pesawat pembom sudah mengitari desa itu sambil melepaskan sejumlah tembakan.

Pasukan RPKAD kemudian dibagi menjadi dua tim, di mana tujuh orang berada di bawah komando Kapten RA Fadillah dan satu tim lain bergabung dengan peleton Batalyon Raiders/Diponegoro di bawah Lettu Djajadiningrat. Mereka akan masuk ke Lubuk Jambi melalui Sanagu dan Banjarmasin.

Kelompok RA Fadillah yang telah masuk hutan dan menyeberangi sungai tiba-tiba bertemu pasukan musuh yang berjumlah banyak tengah menarik diri dari Lubuk Jambi. Seketika pasukan Kapten RA Fadillah dihujan tembakan selama tiga menit tanpa henti. Bahkan terdengar suara senapan mesin LMG 30 yang belum pernah dimiliki Angkatan Perang Republik Indonesia (TNI saat ini).

Setelah tembakan reda, Kapten RA Fadillah membagi pasukannya menjadi tiga kelompok. Satu di sisi kiri, satu di sisi kanan, dan lainnya sebagai cadangan di tengah belakang. Kapten RA Fadillah berjalan sendiri di tengah sebagai penghubung antar kelompok.

Meski terus melancarkan serangan, pasukan RA Fadillah belum juga memukul mundur musuh. Selain berkekuatan lebih banyak, pasukan musuh berada di posisi tinggi dan memiliki penguasaan medan lebih baik. Kapten RA Fadillah dengan gagah berani berdiri sendirian di jalan setapak menghubungkan pasukannya. Namun dia cukup kesulitan karena kondisi medan yang tertutup rapat meski jarak musuh hanya tinggal 10 meter, melansir iNews.id.

Salah satu prajurit RA Fadillah, Praka Bugis pun gugur di tengah hujan tembakan. Sementara pasukannya di sebelah kanan mulai kesulitan karena senapan mereka kehilangan daya pegas. Kapten RA Fadillah dengan gagah berani tetap memimpin pasukannya melakukan serangan.

Namun musuh yang berada di sebelah kanan RA Fadillah melepaskan tembakan yang mengenai perutnya. RA Fadillah kemudian didatangi anak buahnya dan mengatakan sudah tak sanggup merangkak. Dua prajurit secara susah payah mengangkat tubuh Kapten RA Fadillah. Dia kemudian diserahkan ke pasukan cadangan untuk kembali ke Desa Cengar untuk mendapat pertolongan pertama.

Tim itu juga kesulitan menghubungi kelompok pimpinan Lettu Djajadiningrat karena sinyal mati. Tanggal 2 April 1958 pukul 17.30 WIB, Kapten RA Fadillah mengembuskan napas terakhir. Pukul 20.00 WIB semua pasukan meninggalkan Desa Cengar sambil membawa jenazah. Sementara Kie C dikerahkan ke Lubuk Jambi yang berhasil dikuasai tanpa perlawanan.***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum, Riau
wwwwww