DPRD Riau Bentuk Pansus Bereskan Konflik Lahan

DPRD Riau Bentuk Pansus Bereskan Konflik Lahan
Selasa, 12 Oktober 2021 08:16 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) penyelesaian konflik lahan masyarakat dengan korporasi di Bumi Lancang Kuning.

Pembacaan rekomendasi pembentukan Pansus tersebut melalui rapat paripurna yang dilaksanakan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Riau, Senin (11/10/2021). Rekomendasi itu dibacakan oleh Anggota DPRD Fraksi Gerindra, Marwan Yohanis.

Dalam pidatonya, Marwan mengatakan bahwa konflik lahan di Riau sangat tinggi. Hal itu ia sampaikan berdasarkan data dari sejumlah lembaga civil society di Riau. Dirinya menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2016 – 2018, kasus konflik lahan yang terjadi sebanyak 185 kasus konflik lahan dengan luas lahan sengketa sekitar 283.277 hektar.

Kata dia, ada juga data dukungan lainnya mengenai konflik lahan masyarakat dengan korporasi di Riau, yakni berupa laporan masyarakat yang masuk ke DPRD Riau. Di antaranya, laporan dari Forum Masyarakat Kenegerian Benai, Kenegerian Siberakun, Kenegerian Kota Rajo, Kenegerian Kopah di Kabupaten Kuantan Singingi.

Kemudian laporan dari masyarakat Koto Garo di Kecamatan Tapung Hilir, Masyarakat Desa Pantai Raja di Kecamatan Perhentian Raja, Pengelola Hutan Adat Imbo Putui di Desa Petapahan, Ninik Mamak Suku Melayu Bendang dan Suku Melayu Sumpu di Desa Kuok, laporan dari masyarakat di Kecamatan Langgam, dan laporan dari masyarakat di Indragiri Hulu.

“Semua laporan masuk ke ranah legislatif, disaat DPRD diminta hadir dalam pembelaan terhadap masyarakat yang tengah dihimpit oleh persoalan pandemi dan kondisi ekonomi yang kian menurun. DPRD Riau sebagai wakil rakyat memiliki otoritas politik untuk memberi rekomendasi menyelesaikan konflik secara benar sesuai dengan tataran hukum yang berlaku.” kata Marwan Yohanis saat membacakan rekomendasi pembentukan Pansus penyelesaian konflik lahan di ruang rapat paripurna DPRD Riau, Senin (11/10).

Marwan berujar, akibat potret buram mengenai konflik lahan pada sektor perkebunan dan kehutanan tersebut telah menempatkan provinsi Riau sebagai daerah peringkat pertama yang rawan konflik lahan di Indonesia. Dia bilang hal itu berdasarkan laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) pada 2017.

Usai rapat paripurna selesai, potretnews.com menemui Marwan Yohanis. Ia mengatakan bahwa sesudah ini akan membentuk Pansus tersebut pada rapat paripurna selanjutnya, sebab rekomendasi pembentukan Pansus telah disetujui.

“Setelah ini kita akan membentuk Pansus. Kemudian kita akan bekerja dan memproses semua laporan masyarakat terkait konflik lahan dengan perusahaan,” ujar Marwan kepada potretnews.com.

“Tidak hanya laporan yang sudah masuk akan kita proses. Masyarakat yang sedang berkonflik lahan saat ini juga bisa segera melaporkan nantinya ke Pansus,” imbuhnya.

Ia menyebutkan bahwa 48 orang anggota dewan dari 8 fraksi telah menyetujui pembentukan Pansus penyelesaian konflik lahan.

“Pembentukan Pansus ini telah mendapat dukungan dari 48 anggota DPRD Riau dari 8 Fraksi. Jadi kita tinggal menunggu masing-masing fraksi mengutus anggotanya untuk menjadi anggota pansus pada rapat paripurna selanjutnya,” pungkasnya.

Ada HGU Aneh yang Diterbitkan BPN untuk Perusahaan di Riau

Marwan Yohanis yang merupakan anggota DPRD Riau dari fraksi partai Gerindra daerah pemilihan Kuansing dan Inhu ini mengungkapkan bahwa ada HGU Aneh yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk salah satu perusahaan di Riau.

Dalam pidatonya, Marwan memberikan contoh beberapa buruknya penerbitan izin tentang lahan. Misalnya, ada HGU milik salah satu perusahaan di Riau yang masa berlakunya berakhir tahun 2018, namun sudah diperpanjang 13 tahun sebelumnya, yakni diperpanjang pada tahun 2005.

HGU itu diterbitkan oleh BPN dengan surat keputusan Kepala BPN bernomor 38/HGU/2005 tentang pemberian perpanjangan waktu HGU atas tanah yang terletak di Kabupaten Kuansing. Pada diktum pertamanya menyebutkan, memberikan kepada salah satu perusahaan tersebut perpanjangan jangka waktu HGU nomor 1/Cengar, Kopah, Koto Rajo, selama 25 tahun, sejak berakhir haknya tanggal 31 Desember 2018, atas tanah seluas 11.260 hektar, sebagaimana diuraikan dalam surat ukur tanggal 2 Mei 1988 nomor 4944/1988 terletak di Kecamatan Kuantan Tengah, Kuantan Mudik dan Kuantan Hilir, Kabupaten Kuansing.

Selain itu, kata dia, beberapa Kepala Daerah di Riau juga tersandung kasus hukum yang berkaitan dengan pemberian izin, merubah status lahan. Dimana perusahaan melakukan tindakan melawan hukum untuk mendapat legalitas tanah tersebut.

“Ini suatu bukti adanya proses yang tidak benar dalam kepemilikan lahan dalam bentuk HGU, maupun penerbitan sertifikat tanah,” ujar Marwan.

Penyelesaian Konflik Lahan di Riau selalu Diserahkan ke Pemerintah Pusat

Berdasarkan pidato yang disampaikan oleh Marwan Yohanis pada rapat paripurna yang membahas rekomendasi pembentukan Pansus penyelesaian konflik lahan. Ia mengatakan bahwa selama ini pemerintah daerah, baik itu Kabupaten dan Provinsi belum menjadikan kebijakan sebagai upaya solutif terhadap masyarakat yang terjebak dalam persoalan konflik lahan.

“Sebagai catatan, banyak pihak yang menilai segala persoalan konflik lahan selalu diserahkan ke pemerintah pusat. Hampir seluruh pengaduan konflik lahan disampaikan ke pemerintah pusat melalui KLHK. Sementara Dinas Kehutanan belum mempunyai suatu sistem yang terintegrasi dalam menangani konflik,” kata Marwan dalam rapat paripurna itu.

Marwan mengungkapkan bahwa luas lahan yang berkonflik di Riau selama 3 tahun terakhir, tercatat 283.277 hektar. Ia menyebut konflik lahan terbesar terjadi di Kabupaten Bengkalis, dimana luas konflik lahan di daerah itu sebanyak 83.121 hektar. Lalu Kabupaten Siak menjadi urutan kedua sebagai daerah yang memiliki konflik lahan sebanyak 70.320 hektar.

Selanjutnya pada urutan ketiga ditempati oleh Kabupaten Pelalawan dengan luas konflik lahan sebanyak 52.091 hektar. Kemudian Indragiri Hilir konflik sebanyak 44.732 hektar. Urutan kelima, Kabupaten Kampar sebanyak 36.016 hektar. Serta Kabupaten Kuansing dengan luas lahan sebanyak 23.101 hektar.

“Ini menjadi catatan penting bagi kita semua, bagaimana masyarakat Riau telah terbabit oleh konflik lahan yang menahun dan tidak terselesaikan dalam sebuah sistem. Kondisi inilah menurut kami diperlukan dukungan dari pemerintah daerah,” pungkasnya.

Selain itu, menurut Marwan, terkait penyelesaian konflik lahan masyarakat dengan perusahaan di Riau ini juga harus ada kemauan politik dari semua pihak, baik dari tingkat eksektutif dan legislatif, bahkan pun POLRI. Hal ini kata dia, sebagai upaya untuk mendorong penyelesaian konflik yang arif dan bijak. Sehingga seluruh lapisan masyarakat ataupun masyarakat adat bisa mendapatkan kembali lahannya. Dan para investor dapat menjalankan investasinya dengan aman dan nyaman dengan prinsip saling menguntungkan. ***

Kategori : Pemerintahan, Riau
wwwwww