Home > Berita > Umum

2 Pria Terjebak di Tengah Laut Selama 29 Hari, Bertahan Hidup dengan Cara Memakan Jeruk, Kelapa, dan Memanjatkan Doa

2 Pria Terjebak di Tengah Laut Selama 29 Hari, Bertahan Hidup dengan Cara Memakan Jeruk, Kelapa, dan Memanjatkan Doa

Gambar hanya ilustrasi/INTERNET

Minggu, 10 Oktober 2021 19:39 WIB

POTRETNEWS.com — Sebelum ajal berpantang mati. Peribahasa ini tepat disematkan kepada dua pria yang selamat dari maut walau terjebak di laut lepas karena dihantam ombak, angin, dan awan hitam.

Keduanya mampu bertahan selama 29 hari di tengah laut dengan cara yang ekstrem. Meski dalam kondisi nyawa terancam, namun keduanya berhasil selamat berkat usaha yang dilakukan. Kedua pelaut ini mampu bertahan hidup dan bertemu dengan nelayan.

Begini kisahnya
Livae Nanjikana dan Junior Qoloni, dua pria asal Kepulauan Solomon yang terjebak di tengah laut selama 29 hari, sukses bertahan hidup dengan memakan jeruk, kelapa, dan memanjatkan doa.

Mereka kemudian diselamatkan 400 kilometer jauhnya dari pantai Papua Nugini. Cerita bermula saat Nanjikana dan Qoloni melakukan perjalanan antarpulau di Laut Solomon yang terkenal sulit diprediksi kondisinya.

Kapal mereka yang berukuran tujuh meter kemudian terjebak dalam cuaca buruk, beberapa jam dalam perjalanan mereka pada 3 September.

Keduanya kehilangan pandangan terhadap daratan dalam hujan lebat, awan gelap tebal, dan angin kencang, menurut kesaksian Nanjikana kepada Perusahaan Penyiaran Kepulauan Solomon dari distrik Papua Nugini di Pomio pada Jumat (8/10/2021).

Saat baterai di GPS mereka mati dan malam menjelang, Nanjikana dan Qoloni mematikan mesin kapal yang berkekuatan 60 tenaga kuda untuk menghemat bahan bakar.

Mereka lalu menghabiskan malam pertama dengan dihantam angin dan hujan yang menyeret kapal mereka lebih jauh ke laut. Selama sembilan hari pertama, Nanjikana dan Qoloni bertahan hidup dengan jeruk yang mereka kemas untuk perjalanan.

Ketika jeruknya habis, Nanjikana bercerita mereka bertahan hidup dengan air hujan, kelapa dan iman kepada Tuhan karena berdoa siang dan malam. Selain mengumpulkan air hujan di tas kanvas untuk minum, mereka juga menyalakan mesin setiap kali menemukan kelapa terapung, bergegas untuk mengambilnya.

"Setelah beberapa hari, karena kami berdoa, Tuhan memberi kami pemikiran untuk membuat alat berlayar. Jadi kami membangun struktur seperti tiang menggunakan dayung dan kanvas lalu berlayar mengikuti arah angin," kata Nanjikana, melansir kompas.com .

Pelayaran itu membawa mereka ke pulau New Britain di Papua Nugini. Di sana mereka melihat seorang nelayan di kejauhan. Nanjikana dan Qoloni kemudian menyalakan mesin untuk satu dorongan terakhir dan melaju ke arahnya, tetapi kehabisan bahan bakar.

”Saat itulah kami berteriak dan terus-menerus melambaikan tangan kepada nelayan agar dia melihat kami dan mendayung ke arah kami," ujar Nanjikana dikutip dari AFP. ”Ketika dia mendatangi kami, kami bertanya, di mana kami sekarang? Dan dia menjawab, PNG (Papua Nugini). Ooh, kami sekarang aman."

Nanjikana dan Qoloni sekarang masih di Pomio, dan diupayakan untuk dipulangkan ke Kepulauan Solomon. ***

Editor:
Wahyu Abdillah

Kategori : Umum, Kampar
wwwwww