Home > Berita > Umum

Masyarakat Adat Pantairaja Kampar Minta Gubernur Berikan Solusi Penyelesaian Konflik Lahan dengan PTPN V

Masyarakat Adat Pantairaja Kampar Minta Gubernur Berikan Solusi Penyelesaian Konflik Lahan dengan PTPN V
Rabu, 06 Oktober 2021 07:29 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Masyarakat adat Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja, Kampar mendatangi rumah dinas Gubernur Riau, Syamsuar di Jalan MH Thamrin, Kota Pekanbaru, pada Senin (4/10/2021).

Berdasarkan pantauan potretnews.com, masyarakat ini didampingi oleh tim advokasi Gerakan Masyarakat Pantai Raja (Gempar), Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari Kabupaten Kampar. Gubernur Riau menyambut dengan hangat kedatangan masyarakat adat itu di rumah dinasnya. Masyarakat ini berencana menyampaikan persoalan mereka kepada orang nomor satu di Riau ini. Tak hanya itu, mereka juga ingin meminta solusi kepada mantan Bupati Siak itu atas penyelesaian konflik mereka dengan PT Perkebunan Nusantara V yang sudah terjadi sejak puluhan tahun.

Gusdianto yang merupakan salah satu tim advokasi, menceritakan persoalan sengketa lahan dengan PTPN V yang telah terjadi sejak tahun 1984 di Desa Pantai Raja. Di mana pada tahun itu, perusahaan perkebunan milik negara ini datang ke desanya dengan langsung menyerobot kebun milik masyarakat adat tanpa adanya ganti rugi sampai saat ini.

Namun pada tahun 1999 pasca reformasi, barulah terjadi dialog antara PTPN V dengan masyarakat adat Pantai Raja yang menghasilkan berita acara kesepakatan. Hasil dari kesepakatan itu, PTPN V mengakui bahwa terdapat lahan milik masyarakat adat Pantai Raja seluas 150 hektar berada dalam kebun inti di dalam HGU perusahaan perkebunan milik negara itu. Meskipun telah ada kesepakatan dan pengakuan dari pihak manajemen PTPN V waktu itu, namun hingga kini janji – janji yang tertulis dalam berita acara kesepakatan itu tak juga direalisasikan oleh PTPN V.

“Kami berharap Bapak Gubernur mau membantu untuk menyelesaikan konflik yang sudah puluhan tahun telah di rasakan Oleh Masyarakat Adat Pantai Raja,” kata Gusdianto, saat menyampaikan kronologis singkat kepada Gubernur Riau Syamsuar.

Gusdianto juga menyampaikan kepada orang nomor satu di Riau ini terkait persoalan mereka yang telah digugat oleh PTPN V melalui Chief Executife Officer PTPN V, Jatmiko K Santosa.

Mereka digugat PTPN V sebesar Rp14,5 miliar di Pengadilan Negeri Bangkinang, serta melaporkan sejumlah masyarakat adat Pantai Raja ke Kepolisian Daerah Riau. Gugatan dan laporan ini disebabkan, lantaran pada tahun 2020, ratusan masyarakat adat Pantai Raja menduduki lahan PTPN V. Pendudukan lahan ini ditengarai akibat Badan Usaha Milik Negara ini tak juga mewujudkan janji – janjinya, yaitu akan memberikan lahan seluas 150 hektar, sesuai dengan kesepakatan baru atau hasil mediasi yang di fasilitasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2019 di kantor Bupati Kampar.

“Kami melakukan aksi karena PTPN V tak jalankan rekomendasi Komnas HAM untuk membangunkan kebun bagi masyarakat adat Pantai Raja, justru kami malah dilaporkan ke Polda Riau dan digugat oleh PTPN V sebanyak Rp 14,5 Milyar,” kata Gusdianto.

Disisi lain, Jikalahari pun mengusulkan penyelesaian konflik lahan melalui pengakuan Masyarakat adat. Sebab Jikalahari menyebutkan, bahwa salah satu permasalahan konflik antara masyarakat adat Pantai Raja dengan PTPN V selama ini karena tidak ada pengakuan dari pemerintah terhadap Masyarakat Adat dan tanahnya.

“Solusinya dapat melalui pengakuan masyarakat adat dan saat ini sedang pembahasan RUU Provinsi Riau, di mana di dalamnya terdapat pengakuan masyarakat adat. Tentu jika itu terlaksana maka Dapat menyelesaikan konflik lahan di Riau, bukan saja di Pantai Raja,” Kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari.

Okto mengatakan bahwa pihaknya bersama Lembaga Adat Melayu Riau (LAM-R), akademisi dan masyarakat sipil telah memberi masukan dalam RUU tersebut. RUU ini dianggap penting, sebab didalam terdapat isu krusial yang menjadikan Riau sebagai Provinsi darurat kemiskinan kekurangan Infrastruktur dialami masyarakat adat, SDA Riau berupa pertambangan dan migas, kehutanan, serta Perkebunan dikuasai segelintir pengusaha dan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup akibat Monopoli SDA di Riau. Selain itu, terdapat 5 kekhasan yang dimiliki Provinsi Riau. Di antaranya, mengenai kebudayaan Melayu, Masyarakat Adat, Ruang Ekologis Riau, Lembaga Adat Melayu Riau dan Ekonomi Riau Hijau.

“RUU ini juga telah dipublikasi oleh koalisi pada 28 September 2021,” ujar Okto.

Sedangkan Gubernur Riau, dalam menanggapi penjelasan masyarakat adat Pantai Raja, ia mengatakan akan menindaklanjuti aduan tersebut dengan memanggil Asisten I Bidang Pemerintahan Setdaprov Riau. Lantaran sebelumnya Pemprov Riau melalui Asisten I pada Juni 2021 lalu telah memfasilitasi penyelesaian persoalan tersebut.

“Nanti saya panggil Asisten I, sudah sejauh mana hasil kerjanya,” kata Syamsuar.

Syamsuar pun berujar, konflik tanah ini sangat sering terjadi di Riau. Dia pun heran melihat persoalan masyarakat adat Pantai Raja dengan PTPN V ini. Sebab permasalahannya sudah terjadi sejak lama.

“Kenapa tidak diselesaikan dari dulu ya?, kesalahan kita tak diselesaikan sejak dulu dan membiarkan berlama-lama. Ke depan kalau ada kasus seperti ini segera laporkan dan diselesaikan, jangan sampai berlarut-larut seperti ini, kasian Masyarakat,” ujarnya.

Selain itu Syamsuar juga menyampaikan bahwa persoalan Pantai Raja ini juga dapat didorong menjadi persoalan konflik yang dapat diselesaikan oleh Panitia Kerja (Panja) tentang evaluasi dan pengukuran ulang atas Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan (HPL) dari Komisi II DPR RI.

Selesai Acara, Syamsuar menyampaikan bahwa draft RUU Provinsi Riau yang diusulkan oleh LAM, Jikalahari dan masyarakat sipil sudah dikirimkan ke DPR RI dan dibahas di sana.

“Ini sudah kita kirimkan ke DPR RI kemarin, pembahasan di DPR RI lagi,” pungkasnya ***

Kategori : Umum, Kampar
wwwwww