SK Pemecatan Pegawai KPK Dinilai Salah Prosedur, Ombudsman RI: Harusnya Diteken Sekjen

SK Pemecatan Pegawai KPK Dinilai Salah Prosedur, Ombudsman RI: Harusnya Diteken Sekjen
Minggu, 19 September 2021 15:37 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menilai surat keputusan pemecatan terhadap 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menyalahi prosedur. Dia menilai surat itu harusnya diteken oleh Sekretaris Jenderal KPK, bukan pimpinan.

“Apa yang diputuskan di KPK itu sendiri dalam konstruksi kepegawaian salah,” kata Robert dalam diskusi daring ICW, Ahad, 19 September 2021.

Robert mengatakan yang memiliki kewenangan memberhentikan, mengangkat dan memindahkan pegawai berkategori aparatur sipil negara adalah pejabat pembuat komitmen atau PPK. PPK di kementerian dan lembaga nonkementerian, adalah menteri dan kepala lembaga.

Di pemerintahan daerah, PPK adalah gubernur, bupati hingga wali kota. Sementara, khusus lembaga negara dan lembaga nonstruktural seperti KPK, Ombudsman dan Komnas HAM, PPK adalah Sekjen. “Jadi bukan Ketua Ombudsman, bukan Ketua KPK, bukan Ketua Komnas HAM,” kata dia.

Sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat keputusan pemberhentian dengan hormat 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK. Satu pegawai sudah memasuki masa pensiun. SK Nomor 1354 Tahun 2021 itu diteken oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 13 September 2021.

Surat Keputusan Nomor 1354 Tahun 2021 itu ditetapkan pada 13 September 2021. Dalam keputusannya, Firli Bahuri memberhentikan pegawai KPK terhitung mulai 30 September 2021, melansir Tempo.co.

Ada lima poin yang menjadi pertimbangan. Di antaranya, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Kedua, pegawai ASN secara filosofis dan ideologis disyaratkan memiliki kewajiban setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim
wwwwww