Home > Berita > Umum

Mengintip Pesona Desa Wisata Kampung Patin di Kampar; Desa yang Tenggelam, Direlokasi dari Proyek PLTA Kotopanjang Tahun 1989-1992

Mengintip Pesona Desa Wisata Kampung Patin di Kampar; Desa yang Tenggelam, Direlokasi dari Proyek PLTA Kotopanjang Tahun 1989-1992
Sabtu, 11 September 2021 14:25 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Desa Wisata Koto Masjid viral di media sosial setelah menjadi salah satu desa yang menembus 50 besar nominasi Anugerah Desa Wisata 2021. Di daerah itu juga ada kolam ikan patin yang populer. Adalah Suhaimi, pelopor Desa Wisata Koto Masjid atau desa yang lebih dikenal dengan Kampung Patin, Kampar. Kisah sukses Suhaimi membuat kolam ikan patin jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang.

Bahkan dari ide kreatifnya, desa ini telah menjadi destinasi wisata. Hingga idenya membantu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.

"Sejarah Desa Wisata Koto Masjid adalah desa yang tenggelam. Direlokasi dari proyek PLTA Danau Koto Panjang pada tahun 1989-1992. Warga desa di sini hanya memanfaatkan sektor perkebunan karet yang bergantung pada cuaca," katanya membuka cerita, Sabtu (11/9/2021), melansir Detik.com.

Suhami menilai jika hanya berharap dari kebun, sangat sedikit peluang masyarakat untuk bisa maju. Sehingga dibutuhkan potensi dan komoditas baru di desa itu.

"Kalau hanya berharap dari perkebunan karet peluangnya sedikit. Kami mencoba mencari komoditas baru, mencoba memilih teknologi dan pembinaan yang tepat. Akhirnya terpilih komoditas ikan patin," kata Suhaimi.

Seiring waktu berjalan, kehadiran Kampung Patin justru banyak memberi kesejahteraan dan dampak yang luar biasa bagi kemajuan desa. Saat ini Desa Wisata Koto Masjid menjelma sebagai sentra perikanan yang mampu menghasilkan panen ikan patin 15 ton per hari.

Kini ada 160 hektar cakupan kolam ikan yang menopang ekonomi warga di Kampung Patin. Hampir setiap rumah di sini terdapat kolam ikan. Satu rumah minimal ada satu kolam patin, sehingga Desa Koto Masjid memiliki motto 'Tiada Rumah Tanpa Kolam'.

Jumlah ini akan terus meningkat, lantaran setiap hari ada saja penambahan kolam baru. Nilai tambahnya adalah wisata alam dan wisata edukasi. Putaran uang di desa ini, bila dihitung dari hasil panen ikan bisa mencapai Rp 190 juta per hari. Dengan keberadaan destinasi wisata, sejumlah pelajar, mahasiswa, akdemisi, kelompok tani tak jarang datang untuk melihat inovasi perikanan sembil wisata.

"Produk UMKM di sini adalah hasil olahan ikan patin yaitu, ikan asap atau dikenal dengan salai patin, nugat, kerupuk, bakso, abon, siomay, empek-empek, serta kerupuk kulit," katanya.

Di desa ini telah banyak menyerap tenaga kerja. Sedikitnya ada 32 usaha pakan ikan dan 60 kepala keluarga yang bekerja. Sejumlah warga lainnya menjadi suplier bahan baku pakan 35-40 ton per hari.

"Belum lagi yang bekerja pada bagian pengolahan. Di sini ada 12 pondok pengasapan ikan salai patin. Ditambah lagi warga yang bekerja memanen ikan. Harapan kami di desa ini zero pengangguran," katanya.

Diungkapkan Suhaimi, warga di Kampung Patin tidak hanya menjual produk UMKM, pelet, benih, dan ikan segar. Namun, juga memberi fasilitas kegiatan pelatihan pembenihan ikan, cara pembuatan pakan ikan, dan pengolahan ikan.

"Dengan adanya pelatihan ini, orang bisa rutin datang sekaligus beriwisata alam," katanya seraya tersenyum.

Sejumlah warga dari Sumbar ketika menuju Kota Pekanbaru, terkadang singgah dan berbelanja di desa ini. Suhaimi bersama warga desa lainnya juga melayani konsumen melalui media sosial dan beberapa agen. Bahkan ia telah menjadi vendor filet ikan patin Aerofood Catering Service (ACS). Melalui media digital, produknya sudah terjual ke Sumbar, Sumut, Aceh, Bengkulu, Palembang hingga Jakarta. Ia bersama warga desa berhasil menciptakan pasar.

"Seluruh bahan baku hingga produk yang sudah jadi banyak laku habis terjual. Bahkan kalau habis, kita ambil produk dari daerah lain, jadi ada multiplier efek. Semoga nantinya akan ada banyak lagi orang belanja di kampung kami," kata Suhaimi.

Desa Koto Masjid sendiri dihuni 2.324 jiwa dengan jumlah 728 kepala keluarga yang mayoritas bersuku Melayu. Dengan luas wilayah 425,5 hektar, wajar saja desa itu mendapat julukan Kampung Patin, karena keberhasilan warganya membudidayakan ikan Patin.

Puncak Kompe, Sungai Gagak dan Lembah Aman adalah destinasi wisata alam yang menjadi andalan di desa wisata ini. Tidak hanya itu, di sini juga tersedia fasilitas untuk menginap. Ada 18 homestay dan beragam kuliner yang dapat dinikmati oleh para wisatawan yang berkunjung.

Kepala Dinas Pariwisata provinsi Riau, Roni Rakhmat menyebutkan, saat ini di Desa wisata Kampung Patin telah terbentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Menghimpun masyarakat yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk mengembangkan Desa Koto Masjid menjadi desa tujuan wisata.

"Pokdarwis Desa Koto Masjid terdiri dari pokdarwis Puncak Kompe, pokdarwis Sungai Gagak, serta penggiat-penggiat wisata yang mengelola kelompok kerajinan tangan dan kuliner. Kelompok ini merupakan masyarakat yang peduli terhadap kemajuan daerah melalui pariwisata," tukas Roni.

Ia menjelaskan, pemerintah sangat mendukung keberadaan desa wisata. Berbagai pembangunan dilakukan dimulai dari desa, dibarengi kegiatan pembinaan sumber daya manusia.

"Program Pemerintah pusat memberikan stimulus berupa dana desa. Kemudian, Gubernur Riau juga memberikan program Bantuan Keuangan Khusus desa. Dana ini bisa disesuaikan dengan potensi yang akan dikembangkan di desa," ujarnya.

Kita sangat yakin dan percaya, Desa Koto Masjid atau yang lebih dikenal dengan Kampung Patin ini bisa menjadi desa wisata terbaik, dan telah terbukti menjadi satu-satunya desa wisata di Riau yang masuk 50 besar dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww