Pemilik Toko Harian Ini 3 Kali Jadi Korban Order Fiktif Napi di Lapas

Pemilik Toko Harian Ini 3 Kali Jadi Korban Order Fiktif Napi di Lapas

Gambar hanya ilustrasi/INTERNET

Sabtu, 04 September 2021 14:50 WIB

MADIUN, POTRETNEWS.com — Pemilik Toko Barokah, Deddy Santoso (32), tak menyangka menjadi korban orderan fiktif yang dilakukan oleh narapidana kasus narkoba yang masih menjalani hukuman di Lapas Pemuda Kelas IIA Madiun. Tak hanya sekali, Deddy mengalami penipuan oleh tiga pelaku. Padahal, saat di dalam lapas, para narapidana dilarang membawa ponsel. “Saya tidak menyangka. Orang di dalam (lapas) kok bisa ya,” ujar Deddy, Jumat (3/9/2021).

Deddy mengatakan, hanya pihak lapas yang bisa menjawab mengapa tiga narapidana kasus narkoba itu bisa menggunakan fasilitas ponsel dari dalam penjara dan menipu banyak orang.

”Saya ingin tahu, kok bisa. Tentunya yang bisa menjawab itu yang bertugas (di lapas). Tetapi, mereka tidak pernah muncul. Kami sebagai korban pun tidak pernah disambangi pihak lapas,” ungkap Deddy melansir tribunnews.com .

Deddy mengungkapkan, saat menjadi korban penipuan yang pertama dan kedua, ia sempat dimediasi dari kepolisian dengan dua narapidana itu untuk pengembalian kerugian uang. Namun, mediasi menjadi gagal lantaran untuk kali ketiga pada Agustus 2021, narapidana kasus narkoba lainnya justru berusaha menipunya lagi dengan modus yang sama. ”Lha kok saya dibegitukan lagi oleh warga lapas,” kata Deddy.

Kejadian penipuan ketiga itu membuat Deddy merasa menjadi target oleh seseorang. Apalagi, dua kali sebelumnya pelaku berhasil menipunya hingga mengakibatkan kerugian Rp 41 juta. Ia berharap polisi tidak mengungkap pelaku utamanya saja, tetapi juga mengungkap jejaring lain yang bekerja sama dengan narapidana sehingga bisa menipu banyak warga.

”Kalau hanya pelakunya saja maka jaringannya tidak jera. Saya harap secara keseluruhan diungkap, mulai dari pelaku hingga penadah,” kata Deddy.

Korban diduga banyak
Dedy menyebutkan, sejatinya banyak pengusaha di Kota Madiun yang menjadi korban penipuan dengan modus yang sama. Hanya saja, mereka enggan melaporkan ke polisi. ”Informasinya di kepolisian sudah ada lima korban yang sudah melapor. Pelapor dari luar Madiun ada dua (Kalimantan, Tuban, dan Tulungagung). Sementara di Madiun ada dua, saya dan rumah makan Omah Cabe,” kata Deddy.

Deddy menceritakan, penipuan yang menimpa dirinya bermula saat ada pesanan barang melalui chat WhatsApp di tokonya tanggal 19 Juni 2021. Setelah selesai memesan, pelaku mengaku sudah mentransfer uang senilai Rp 33 juta dengan mengirimkan bukti transfer berupa cetakan pengiriman dari ATM melalui pesan WhatsApp. Lantaran kejadiannya berlangsung pada akhir pekan, Deddy tidak bisa mengecek validasi pengiriman uang dari pelaku. Hanya saja, saat itu Deddy memercayai hingga akhirnya mengirimkan barang melalui kurir online yang dipesan pelaku.

Kejadian kembali terulang keesokan harinya, Minggu (20/6/2021). Dengan modus yang sama, pelaku memesan kembali barang berupa minyak goreng, sampo, sabun, dan kebutuhan rumah tangga lainnya dengan nilai transaksi Rp8 juta. Kali ini, Deddy mengecek kebenaran pengiriman uang yang dilakukan pelaku. Hasilnya, pihak bank mengonfirmasi tidak ada transaksi yang masuk ke rekening tokonya. Ia pun baru menyadari menjadi korban penipuan order fiktif sehingga langsung melaporkan ke Polsek Manguharjo.

Kepala Lapas Pemuda Kelas II A Madiun Ardian Nova Christiawan yang dihubungi terpisah menyatakan, narapidana yang terlibat dalam kasus penipuan online mendapatkan ponsel dari dari narapidana yang bebas.“”Pengakuan sementara ini, mereka (tiga napi) itu mendapatkan HP dari napi yang sudah bebas,” ujar Ardian.

Soal apakah ada dan tidaknya keterlibatan pegawainya, Ardia mengatakan, sementara dilakukan investigasi di internal. Begitu juga dengan asal muasal ponsel yang digunakan tiga narapidana narkoba binaannya, itu juga sementara dilakukan penelusuran. Ia berjanji bila hasil investigasi terbukti ada keterlibatan pegawainya, akan ditindak tegas berupa pemecatan.

Kapolres Madiun Kota AKBP Dewa Putu Eka Darmawan yang dihubungi terpisah menyatakan, polisi tidak hanya berhenti menyidik dengan hanya menetapkan narapidana kasus narkoba sebagai tersangka. Penyidik akan mengungkap jaringan besar yang berada di balik penipuan online berkedok order fiktif. “Kami akan ungkap jaringan yang besar dalam kasus tersebut, dan tentunya kami akan kejar ke pelaku-pelaku lainnya,” kata Dewa.

Bagi Dewa, jaringan kasus ini harus dibongkar lantaran tidak mungkin narapidana itu melakukannya sendirian. Ia menduga ada komplotan sehingga pelaku bisa menipu para korbannya. “Apakah komplotan ini hanya dua atau ada yang lain. Karena ini suatu bentuk kejahatan yang tidak mudah dilakukan dalam lapas,” ujar Dewa. Ia mencontohkan beberapa dokumen bukti transfer palsu yang ternyata diedit oleh pelaku. Padahal, pengeditan itu tidak bisa dilakukan dengan ponsel biasa.

“Semisal dengan handphone, orangnya pun harus terbiasa. Untuk itu, kami upayakan untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujar Dewa. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim
wwwwww