Mantan Direktur Kepatuhan Bank Riau Kepri Dihadirkan sebagai Saksi dalam Sidang Dugaan Fee Asuransi yang Menyeret 3 Kacab

Mantan Direktur Kepatuhan Bank Riau Kepri Dihadirkan sebagai Saksi dalam Sidang Dugaan <i>Fee</i> Asuransi yang Menyeret 3 Kacab

Suasana sidang eks Kepala Cabang BRK, terdakwa tindak pidana perbankan. Mantan Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Riau Kepri, Eka Afriadi (baju kemeja hijau, duduk paling depan) menjadi salah satu saksi yang dihadirkan oleh JPU.

Jum'at, 27 Agustus 2021 07:20 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Sidang lanjutan ketiga terdakwa mantan kepala cabang Bank Riau Kepri (BRK) terkait kasus dugaan tindak pidana perbankan, dengan agenda mendengarkan 8 keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum, kembali digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis, 26 Agustus 2021.

Sidang yang berlangsung secara virtual ini dipimpin oleh Dahlan selaku Ketua Majelis Hakim, dan ditemani dua orang hakim anggota, yakni Estiono dan Tommy Manik. Awalnya sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ini di jadwalkan sekira pukul 10.00 WIB, namun sidang baru di mulai pukul 13.57 WIB.

“Sidang perkara pidana dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,” kata Ketua Majelis Hakim, Dahlan sambil mengetokan palu dan menanyakan keadaan kepada ketiga terdakwa yang menghadiri persidangan secara virtual dari rumah tahanan Polda Riau.

Adapun ketiga terdakwa ini adalah Nur Cahya Agung Nugraha mantan Kepala Cabang Pembantu Bagan Batu, Mayjafri mantan Kepala Cabang Tembilahan dan Hefrizal mantan Kepala Cabang Taluk Kuantan.

Sidang yang berlangsung kurang lebih selama 4 jam dari pukul 13.57-18.00 WIB, JPU dari Kejaksaan Tinggi Riau menghadirkan langsung 8 orang saksi. Di antaranya, Rinaldi selaku Direktur Umum PT Global Risk Managemen (GRM), Eka Afriadi selaku Mantan Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko Bank Riau Kepri.

Kemudian Fitri Wahyuni dan Asbir dari BRK cabang Tembilahan. Lusiana dan Nurfalinda dari cabang Taluk Kuantan. Lalu Akmalia dan Misrijal Kirana dari cabang pembantu Baganbatu, Rokan Hilir.

Mereka berenam ini masing-masing ada yang menjabat sebagai admin kredit dan seksi operasional. Dari 8 saksi yang di hadirkan, Majelis Hakim terlebih dahulu ingin mendengarkan keterangan dari Rinaldi selaku Dirut PT GRM, dan Eka Afriadi selaku mantan Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko BRK.

“Bapak Rinaldi selaku apa di PT GRM,” tanya Ketua Majelis Hakim, Dahlan. Kemudian Rinaldi menjawab bahwa dirinya menjabat sebagai Dirut PT GRM.

“Apakah Bapak mengetahui masalah yang menjerat ketiga terdakwa ini?,” lanjut Dahlan.

Rinaldi pun langsung menjawab pertanyaan pimpinan sidang. Ia mengungkapkan bahwa dirinya mengetahui hal apa yang menjerat ketiga terdakwa itu. “Kami waktu itu di periksa terkait tindak pidana perbankan atas pemberian fee kepada pimpinan cabang,” jawab Rinaldi.

Rinaldi mengatakan bahwa yang memberi komisi kepada ketiga pimpinan cabang itu adalah Dicky. Ia menerangkan kepada hakim, kalau Dicky statusnya hanya sebatas mitra di perusahaannya.

“Kalau di perusahaan asuransi biasanya disebut agen, sedangkan kalau di perusahaan pialang disebut mitra,” terangnya.

Ketika Dicky disebut oleh hakim merupakan staff di PT GRM, Rinaldi langsung menyangkal hakim. Ia mengatakan bahwa Dicky bukanlah karyawan atau pegawai di perusahaan yang dipimpinnya.

“Ia (Dicky) bukan staff atau karyawan di PT GRM, tapi kerjasama pembawa bisnis. Kami berkontrak sama saudara Dicky sebagai pembawa bisnis. Jadi payung hukumnya bernama perjanjian kerjasama pengembangan bisnis,” sebut Rinaldi sambil menegaskan di hadapan hakim kalau Dicky bukanlah karyawan, apalagi kepala cabang PT GRM di Riau.

Pernyataan Rinaldi ini tentunya berbeda sekali dengan pengakuan yang disampaikan oleh Dicky Vera Soebasdianto di persidangan sebelumnya pada Kamis, (19/8). Dicky mengatakan bahwa dirinya menjabat sebagai Busines Development Officer atau Kepala Cabang PT GRM untuk wilayah Riau. Ia mengaku mempunyai hak dan kewajiban untuk berkomunikasi dengan kepala cabang hingga kepala kedai terkait pengelolaan biaya asuransi.

Disaat hakim bertanya soal pemberian fee yang diberikan oleh Dicky ke masing – masing kepala cabang, Rinaldi tampak gugup menjawabnya. “Jadi Dicky ini memberikan fee kepada ketiga kepala cabang ini, atas suruhan siapa ini?,” tanya hakim kepada Rinaldi. Ia menjawab, bahwa terkait pemberian komisi atau based income kepada ketiga kepala cabang itu atas inisiasi Dicky.

Hal ini juga berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh Dicky pada sidang sebelumnya. Ia mengatakan bahwa setelah PT GRM menjadi satu-satunya pengelola asuransi di BRK pada November 2018. Kemudian Dicky mengungkapkan bahwa fee naik menjadi 10 persen setelah berjumpa dengan Rinaldi di Jakarta.

Usai permintaan Dicky soal kenaikan fee disetujui oleh Rinaldi menjadi 10 persen, para terdakwa menyanggupi permintaan Dicky untuk menambahkan jumlah debitur. Walhasil, sejak Desember 2018 target perusahaan pialang asuransi ini tercapai.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Dicky, masing – masing terdakwa menerima uang sebesar Rp 119.879.875 untuk Nur Cahya Agung Nugraha, Rp 59.690.500 untuk Mayjafri dan Rp 200 juta lebih untuk Hefrizal.

Kemudian hakim mendengarkan keterangan dari saksi kedua, yaitu mantan Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko BRK, Eka Afriadi. Hakim bertanya soal kewenangan, “Betul apa tidak, untuk memilih pialang itu merupakan kewenangan pimpinan cabang atau ada campur tangan dari pusat?,” tanya hakim kepada Eka Afriadi. Ia menjawab bahwa dirinya tidak mengetahui persoalan itu.

“Saya sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko tidak mengatahui, sebab jabatan ini salah satu fungsinya terlepas dari bisnis,” jawab Eka.

Saat ditanya tentang kontrak oleh hakim, Eka menjawab kalau dirinya mengetahui. Terkait kasus yang menyeret tiga kepala cabang BRK ini, Eka Afriadi ditanya oleh hakim soal aturan internal di BRK. Eka mengatakan bahwa di BRK ada aturan yang mengatur kode etik perbankan. “Terkait sepuluh persen yang diterima oleh ketiga pimpinan cabang ini dianggap menjadi masalah dan telah melanggar aturan yang berlaku. Apa betul ada aturannya di BRK ya pak?,” tanya Dahlan kepada Eka.

“Apa Bapak mengetahui kalau ketiga kepala cabang ini menerima komisi sebesar 10 persen ini?,” imbuh Dahlan.

Eka menjawab, “Kami tidak mengetahui kalau mereka menerima komisi 10 persen,”.“Secara aturan kami tidak boleh menerima hadiah. Ini aturannya di kode etik kepatuhan dan beberapa ketentuan lainnya, seperti ketentuan gratifikasi,”

Disaat Mantan Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko BRK ini bicara ketentuan gratifikasi, ia di sangkal oleh hakim. Hakim berkata bahwa saat ini kasus yang jalan dipersidangan adalah tindak pidana perbankan. “Gratifikasi itu tindak pidana korupsi pak, kita ini lagi bicara tindak pidana perbankan. Kita jadikan tipikor lah kalau menurut Bapak ini gratifikasi,” kata hakim sambil bertanya kepada Eka Afriadi soal Undang-Undang Perbankan. “Apakah ada didalam UU perbankan membahas gratifikasi,?”

Lalu hakim melanjutkan untuk mendengarkan keterangan saksi dari 6 pegawai BRK yang dihadirkan langsung oleh JPU di PN Pekanbaru. Pertanyaan hakim terhadap 6 pegawai BRK ini hampir sama keseluruhannya terkait soal adanya komisi yang diterima oleh ketiga kepala cabang itu.

Namun 6 pegawai BRK ini menjawab kalau mereka tidak mengetahui adanya fee yang diterima oleh ketiga terdakwa itu disaat menjabat sebagai kepala cabang. Persidangan akan dilanjutkan pada Kamis, 2 September 2021 dengan agenda mendengarkan keterangan dari ahli. Dalam sidang lanjutan nanti, ahli yang dihadirkan berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pusat. ***

Kategori : Hukrim
wwwwww