Home > Berita > Umum

Ombudsman RI: Lima Pimpinan Lembaga Negara Langgar Prosedur Pembentukan Peraturan KPK soal Tes Wawasan Kebangsaan

Ombudsman RI: Lima Pimpinan Lembaga Negara Langgar Prosedur Pembentukan Peraturan KPK soal Tes Wawasan Kebangsaan
Rabu, 21 Juli 2021 22:05 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Ombudsman RI menemukan pelanggaran prosedur dalam pembentukan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021. Pelanggaran terkait pembentukan dasar hukum tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dilakukan oleh lima pimpinan lembaga negara. Adapun, TWK merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Penyimpangan prosedur terkait kehadiran pimpinan, sesuatu yang tidak ada dan tidak diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM," ujar Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (21/7/2021), melansir Kompas.com.

Lima pimpinan lembaga negara yang disebut melanggar prosedur yakni Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, dan Ketua KPK Firli Bahuri.

Kemudian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo. Menurut Endi, pelanggaran prosedur terjadi saat proses harmonisasi Perkom.

Ia menjelaskan, berdasarkan Permenkumham Nomor 23 Tahun 2018, proses harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau Rancangan Peraturan dari Lembaga Nonstruktural mestinya dihadiri oleh Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) tiap lembaga.

Namun, berdasarkan penyelidikan Ombudsman, proses harmonisasi pada 26 januari 2021 dihadiri langsung oleh para pimpinan lembaga, bukan JPT, pejabat administrator ataupun perancang.

"Sesuatu yang luar biasa, harmonisasi itu levelnya pada JPT yang terjadi selama ini. Tapi untuk proses Perkom, dihadiri oleh pimpinan lembaga. Padahal levelnya adalah menyusun peraturan KPK," tutur dia.

Endi mengatakan, kehadiran pimpinan lembaga negara biasanya diwajibkan saat proses harmonisasi rancangan undang-undang (RUU) ketika pembahasan di DPR. Namun, kelima pimpinan lembaga negara itu hadir dalam proses harmonisasi peraturan KPK yang tingkatnya di bawah undang-undang.

"Jika harmonisasi rancangan undang-undang, para pimpinan lembaga bisa hadir, agar memastikan yang disusun itu tepat ketika berada pada pembahasan di DPR, tapi ini peraturan KPK," imbuhnya.

Selain itu, Endi menuturkan, lima pimpinan lembaga negara itu tidak menandatangani berkas acara proses harmonisasi. Penandatanganan berkas acara justru dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak hadir dalam proses harmonisasi, yaitu para JPT masing-masing lembaga.

"Justru mereka yang tidak hadir, yaitu adalah Kepala Biro Hukum KPK, dan Direktur Pengundangan di Kemenkumham," kata Endi.

"Sekali lagi, yang hadir adalah para pimpinan, yang menyusun dan menandatangani adalah mereka yang tidak hadi," ucapnya.

Oleh sebab itu, Ombudsman juga menyatakan lima pimpinan lembaga negara itu melakukan penyalahgunaan wewenang.

"Penyalahgunaan wewenang, (karena) penandatanganan berita acara justru dilakukan oleh pihak yang tidak hadir dalam rapat harmonisasi," ujar Endi. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww