Home > Berita > Riau

Ornop Desak JPU Tuntut Sekdaprov Riau Nonaktif 10 Tahun Penjara

Ornop Desak JPU Tuntut Sekdaprov Riau Nonaktif 10 Tahun Penjara
Selasa, 06 Juli 2021 12:37 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Besok Rabu (7/7/2021) mantan Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Yan Prana Jaya Indra Rasyid akan menghadapi sidang tuntutannya di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Sebelum tahap itu dilewati, Organisasi Nonpemerintah (Ornop) pemantau persidangan, Senarai mendesak Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Riau agar menuntut bekas anak buah Gubernur Riau Syamsuar itu selama 10 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta.

“Yan harus dihukum berat. Dia tidak memberi contoh dan panutan yang baik bagi ASN di Bappeda Siak kala ditunjuk memimpin instansi pemerintahan tersebut. Apa lagi, praktik lancung itu berlangsung selama dia menjabat dan banyak ditolak oleh pegawai, namun mereka takut menyampaikan keberatannya,” kata Koordinator Umum Senarai Jeffri Sianturi saat di hubungi potretnews.com, Selasa (6/7).

Diketahui Yan Prana Jaya mulai 2011 – 2017 menjabat Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak. Tidak hanya itu, ia juga sempat jadi Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Siak dan setelahnya diangkat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Riau.

Setelah diangkat Syamsuar sebagai Sekdaprov Riau selama 2 tahun, Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau mencium bau korupsi dari badan Yan pada saat menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak. Kasus itu terendus ketika penyidik memeriksa dua bendahara pada masanya.

Berdasarkan pantauan sidang dari Senarai selama ini, Jeffri mengatakan bahwa memang kuat secara bukti kalau Yan Prana Jaya telah melakukan korupsi selama menjabat sebagai Kepala Bappeda di Siak.

Jefrri menuturkan bahwa disaat sidang bergulir selama ini, Yan Prana Jaya dicecar telah melakukan korupsi perjalanan dinas, belanja peralatan kantor dan konsumsi pegawai.

“Modusnya, bawahannya yaitu bendahara dan kasubbag umum memangkas perjalanan dinas sebesar 10 persen. Kemudian menggelembungkan harga pembelian peralatan kantor, serta makan-minum harian pegawai,” ungkap Jeffri.

“Kwitansi dipalsukan dan tidak sesuai dengan realisasi uang yang dikeluarkan dari kas bendahara. Laporan yang manipulatif tersebut tidak pernah sampai ke Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), sehingga wajar saja Yan sering dapat penghargaan selama jadi Kepala Bappeda Siak. Penghargaan itu harusnya dicabut kembali,” imbuhnya.

Selain modus korupsi di atas, selama persidangan Tim Senarai juga menemukan sejumlah fakta, yakni adanya upaya penghilangan barang bukti. Sebab beberapa saksi kunci dari kasus korupsi ini yaitu Ade Kusendang dan Donna Fitiria mengaku telah menghilangkan barang bukti korupsi dari hasil pemangkasan perjalanan dinas.

Mereka berdua ini, yaitu Ade Kusendang dan Donna Fitria adalah bendahara di kala Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak.

“Misalnya Donna, ia mengaku telah merobek buku catatan kecil yang berisikan catatan jumlah uang perjalanan dinas pegawai yang dipangkas serta duit-duit yang telah diserahkan pada Yan. Dia melakukan itu atas perintah Yan, setelah itu dirinya naik jabatan sebagai Kabag Keuangan,” terangnya.

Sedangkan Ade mengaku telah membakar buku catatan kecilnya yang juga berisi uang keluar-masuk dari hasil pemangkasan perjalanan dinas. Dia lakukan itu setelah diperiksa penyidik, kemudian berkonsultasi kepada Yan seusai pemeriksaan.

“Yan menekankan padanya supaya jalani proses hukum dan tidak ikut diseret dalam masalah ini,” ucap Jeffri.

Menurut Jeffri, Penuntut Umum dalam hal ini harus menerangkan fakta tersebut sebagai alasan kuat untuk menambah hukuman lebih berat pada Yan Prana Jaya.

“Temuan itu tidak boleh dikesampingkan, karena selama persidangan Yan juga selalu berkilah dan mencoba mengaburkan kesalahannya,” tegasnya.

Jeffri kembali mengungkapkan fakta lain di persidangan. Ia berkata bahwa setelah Yan Prana Jaya pindah jabatan jadi Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD). Mantan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Provinsi Riau itu pun terus meminta duit dari mantan anak buahnya yang masih bertugas di Bappeda Siak.

“Terakhir kali, Ade Kusendang dan Kasubbag Umum Erita serahkan uang Rp 30 juta ke Yan di halaman parkiran kantornya,” ugkapnya.

Tak hanya mendesak JPU untuk menuntut Yan Prana Jaya dengan hukuman yang setimpal. Jeffri juga mendesak Yan Prana Jaya harus berkata jujur dalam pembelaannya nanti.

“Yan Prana harus berhenti mencari alibi yang terkesan hendak lepas dari kesalahan. Lebih baik Yan Prana mengungkapkannya. Buat apa saja uang sebanyak Rp 1,8 miliar yang dikorupsinya waktu itu?, Siapa pejabat yang ikut menikmati aliran uang darinya?,” pungkasnya. ***

Kategori : Riau, Hukrim
wwwwww