Home > Berita > Umum

5 NGO di Riau Desak Hasil TWK Pegawai KPK Dibatalkan

5 NGO di Riau Desak Hasil TWK Pegawai KPK Dibatalkan
Selasa, 25 Mei 2021 19:02 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Sebanyak 5 Organisasi Nonpemerintah di Riau yang tergabung dalam Gerakan Riau Antikorupsi (Grasi) meminta Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) membatalkan hasil Tes Wawasan Kebangsaan.

Selain itu, Grasi yang terdiri atas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Senarai, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau juga mendesak agar ketua KPK, Firli Bahuri segera mengaktifkan kembali 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK.

Mereka menilai bahwa keputusan itu harus segera dikeluarkan, karena sejumlah pegawai KPK tersebut tengah menangani perkara korupsi yang cukup penting untuk diselesaikan. Seperti korupsi bantuan sosial penanganan Covid-19 yang menambah beban pemerintah ketika kelimpungan mengatasi wabah.

“Lagi pula, tujuan TWK untuk peralihan status pegawai KPK jadi ASN tidak boleh merugikan hak-hak yang bersangkutan. Seperti yang tertuang dalam putusan MK dari hasil uji formil dan materil Undang-Undang KPK yang baru,” kata Noval Setiawan dari LBH Pekanbaru lewat keterangan tertulis, Selasa, 25 Mei 2021.

Noval mengatakan materi TWK tersebut tidak logis, serta tidak realistis untuk dipertanyakan kepada para pegawai KPK, karena tidak ada sangkut pautnya dengan kerja-kerja mereka dalam memberantas korupsi. Kemudian ia menilai bahwa pada saat perekrutan pegawai KPK, mereka telah dilatih bahkan ditanamkan nilai-nilai kebangsaan sejak awal mengikuti Indonesia Memanggil. Lalu kerja mereka selama ini dalam memberantas korupsi telah menunjukkan sikap nasionalisme dan cinta tanah air.

“Sebaliknya, para koruptor yang mereka tangkap selama inilah yang menggerogoti dan menghancurkan Indonesia. Seharusnya, para koruptor itulah yang diuji kembali wawasan kebangsaannya,” ujar Jeffri Sianturi dari Senarai.

Kata Jeffri, Presiden Jokowi tidak cukup kalau hanya memberi pernyataan simpatik terhadap 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan. Jokowi perlu bertindak tegas dengan memanggil Firli Bahuri dan kawan-kawan supaya membatalkan hasil TWK, serta menegaskan pada komisioner KPK tersebut supaya tidak bertindak semena-mena.

“Kalau Jokowi membiarkan KPK semakin hancur dan runtuh wibawanya, sama saja dia melanggar komitmen antikorupsi yang sering digaungnya dalam dua periode menjabat,” imbuh Jeffri.

Sedangkan dari FITRA Riau, Taufik berujar bahwa Jokowi harus sadar, sebab pegawai KPK yang di nonaktifkan tersebut telah banyak menyelamatkan keuangan Negara.

“Jokowi harus sadar, pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK selama ini, terutama yang melibatkan penyidik KPK yang dinonaktifkan, telah menyelamatkan keuangan negara. Bila para koruptor dibiarkan terus mencuri duit rakyat, Jokowi tidak akan bisa membangun infrastruktur yang selama ini jadi andalannya diberbagai sudut Indonesia,” tegasnya.

Sedikit berbeda, Manager Kampaye dan Advokasi Jikalahari, Arpiyan Sargita malah membandingkan kinerja KPK sebelum kepemimpinan Firli. Ia mengatakan bahwa kinerja KPK sebelumnya lebih cemerlang prestasinya ketika sebelum dijabat oleh mantan ajudan Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono pada tahun 2012.

Dikarenakan hal itu lembaga yang fokus memantau laju deforestasi hutan di Riau ini turut meminta agar KPK segera membatalkan hasil TWK terhadap 75 pegawai KPK. Lantaran di Riau diketahui komisi anti rasuah yang didirikan pada tahun 2003 itu telah berhasil memenjarakan beberapa kepala daerah di Riau, seperti Gubernur, Bupati, Wali Kota, Kepala Dinas, anggota dewan bahkan menyeret koorporasi yang terlibat melakukan suap. Misalnya, kasus suap alih fungsi lahan yang menyeret Mantan Gubernur Riau, Annas Mamun dan Bos Darmex Agro Surya Darmadi dan Legal Manager Duta Palma Suheri Terta.

“Di Riau, hanya KPK yang berani menetapkan tersangka terhadap bos perusahaan dalam perkara korupsi. Ini adalah prestasi dan kebanggan bagi warga Riau yang tidak hanya menderita karena korupsi tapi juga menghirup asap beracun saban tahun dari karhutla akibat penggunaan lahan secara illegal. Gara-gara penyidik KPK dinonaktifkan, upaya mencari Surya Darmadi yang kabur menjadi tersendat. Seharusnya Firli sebagai komandan KPK, fokus mencari para koruptor yang kabur ketimbang memberhentikan pegawai yang progresif,” Ujar Arpiyan Sargita.

Lalu dari Walhi Riau menilai kerja-kerja KPK terutama dalam pencegahan tindak pidana korupsi selama kepemimpinan Firli dan komisionernya sangat berjarak dengan masyarakat sipil. Padahal, pemberantasan korupsi dan upaya KPK menurunkan angka korupsi di Riau sebelumnya tidak lepas dari partisipasi publik.

"Apa lagi saat ini pemerintah tengah mendorong strategi nasional pencegahan korupsi yang terintegrasi dalam tiga zona yaitu perizinan dan tata negara, penegakan hukum, serta keuangan negara dan reformasi birokrasi. Justru, KPK saat ini terkesan birokratis dan lebih banyak menghabiskan waktu buat kunjungan ke instansi-instansi pemerintah ketimbang diskusi dengan masyarakat," jelas Ahlul Fadli dari Walhi Riau.

Maka dalam hal ini Grasi merekomendasikan 3 tuntutan yang ditujukan kepada ketua KPK dan Dewan Pengawas KPK, di antaranya :

1. Meminta Ketua KPK, Firli Bahuri untuk mengembalikan hak-hak 75 pegawai KPK sesuai dengan putusan MK 70/PUU-XVII/2019, dan seluruh komisioner KPK harus minta maaf pada publik karena buat gaduh dan menghambat pemberantasan korupsi.

2. Dewan Pengawas KPK segera memeriksa seluruh komisioner KPK terkait dugaan pelanggaran HAM atas penonaktifan 75 pegawai KPK.

3. Meminta KPK agar fokus mengejar para koruptor yang melarikan diri setelah mencuri uang rakyat. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww