Donna Fitria, Kasubbid BPKAD Riau Diperiksa Jaksa Selama 3 Jam soal Dugaan Korupsi di Bappeda Siak

Donna Fitria, Kasubbid BPKAD Riau Diperiksa Jaksa Selama 3 Jam soal Dugaan Korupsi di Bappeda Siak
Rabu, 21 April 2021 18:35 WIB

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Penyusunan Anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau, Donna Fitria diperiksa selama 3 jam soal Dugaan Korupsi di Bappeda Siak yang libatkan Sekdaprov Riau Nonaktif Yan Prana Jaya .

Donna Fitria diperiksa tim jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau terkait keterlibatannya dalam Dugaan Korupsi di Bappeda Siak yang telah menyeret Sekdaprov Riau Nonaktif Yan Prana Jaya. Donna Fitria diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak atau Dugaan Korupsi di Bappeda Siak .

Pemeriksaan terhadap wanita yang pernah mengemban tugas sebagai Bendahara Pengeluaran di Bappeda Siak ini, dilakukan pada Selasa (20/4/2021) kemarin. Donna diperiksa mulai pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB. Pemeriksaan dilakukan di lantai 2 gedung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati Riau.

"Iya, yang bersangkutan (Donna Fitria) diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, Rabu (21/4/2021). Lanjut Muspidauan, ini merupakan pemeriksaan yang pertama terhadap Donna dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

"Pemeriksaan ini untuk melengkapi berkas perkaranya," sebut Muspidauan lagi.

Sebelumnya, jaksa sudah menetapkan Sekretaris Daerah Provinsi atau Sekdaprov Riau Nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid sebagai tersangka. Saat ini, mantan Kepala Bappeda Siak itu tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Dalam sidang perdana yang digelar Kamis (18/3/2021) lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa Yan Prana, saat itu muncul nama Donna Fitria.

Dalam surat dakwaan disebutkan, Yan Prana dan Donna Fitrian (berkas perkara terpisah) diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sebesar Rp2,89 miliar, atau tepatnya Rp.2.896.349.844,37.

Ini sebagaimana laporan hasil audit Inspektorat Kota Pekanbaru Nomor: 03/LHP/KH-INSPEKTORAT/2021.

Yan Prana sebagai Kepala Bappeda Kabupaten Siak juga sebagai Pengguna Anggaran (PA) dari tahun anggaran (TA) 2013 sampai dengan 2017, melakukan pemotongan 10 persen atas anggaran perjalanan dinas mulai tahun 2013 sampai dengan 2017. Berdasarkan DPPA SKPD Nomor 1.06.1.06.01 Tahun 2013 - 2017, total realisasi anggaran perjalanan dinas yakni sebesar Rp15.658.110.350.

Januari Tahun 2013 lalu, saat terjadi pergantian Bendahara Pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna Fitria, Yan Prana mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.

Donna Fitria sebagai Bendahara Pengeluaran di Bappeda Siak lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan Dinas Bappeda Siak tahun anggaran 2013-Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.

Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat didalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) perjalanan dinas dipotong sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.

Pelaksana kegiatan sebagaimana yang tercantum pada Surat Perintah Tugas (SPT), terkait pelaksanaan perjalanan Dinas Bappeda Siak pada tahun 2013, sebelumnya sudah mengetahui bahwa terdapat pemotongan anggaran perjalanan Dinas Bappeda Siak atas arahan Yan Prana Jaya. Alhasil, pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut, dilakukan setiap pencairan.

Uang dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria selaku Bendahara Pengeluaran di brankas bendahara Kantor Bappeda Siak. Donna Fitria, mencatat dan menyerahkan kepada Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan pasal berlapis. Yakni, dengan Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 3 Jo Pasal 10, Jo Pasal 12 e dan f Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Melihat peran besar Donna Fitria dalam perkara itu, mengantarkannya sebagai tersangka baru.

Ternyata status itu disandangnya jauh hari sebelum surat dakwaan terhadap Yan Prana dibacakan, yakni pada Februari 2021. Proses hukum Dugaan Korupsi di Bappeda Siak terus berlanjut, jaksa pun menetapkan tersangka baru menyusul Sekdaprov Riau non aktif Yan Prana .

Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Penyusunan Anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau, Donna Fitria ditetapkan sebagai tersangka dalam Dugaan Korupsi di Bappeda Siak tersebut. Selanjutnya, Jaksa berusaha melengkapi berkasnya dengan pengumpulan alat bukti terkait dengan Dugaan Korupsi di Bappeda Siak itu.

Donna Fitria merupakan tersangka kedua dalam perkara korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak. Dalam perkara itu, Donna Fitria diketahui menjabat Bendahara Pengeluaran Bappeda Siak. Sedangkan tersangka pertama adalah Sekretaris Daerah Provinsi atau Sekdaprov Riau non aktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid.

Saat ini, mantan Kepala Bappeda Siak itu tengah menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Pada sidang perdana yang digelar Kamis (18/3/2021) lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan terhadap Yan Prana, saat itu muncul nama Donna Fitria.

Dalam surat dakwaan disebutkan, Yan Prana dan Donna Fitria (perkara terpisah) diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sebesar Rp2,89 miliar, atau tepatnya Rp.2.896.349.844,37.

Ini sebagaimana laporan hasil audit Inspektorat Kota Pekanbaru Nomor: 03/LHP/KH-INSPEKTORAT/2021.

Yan Prana sebagai Kepala Bappeda Kabupaten Siak juga sebagai Pengguna Anggaran (PA) dari tahun anggaran (TA) 2013 sampai dengan 2017, melakukan pemotongan 10 persen atas anggaran perjalanan dinas mulai tahun 2013 sampai dengan 2017.

Berdasarkan DPPA SKPD Nomor 1.06.1.06.01 Tahun 2013 - 2017, total realisasi anggaran perjalanan dinas yakni sebesar Rp15.658.110.350. Januari Tahun 2013 lalu, saat terjadi pergantian Bendahara Pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna Fitria, Yan Prana mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.

Donna Fitria sebagai Bendahara Pengeluaran di Bappeda Siak lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan Dinas Bappeda Siak tahun anggaran 2013-Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan. Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat didalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) perjalanan dinas dipotong sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.

Pelaksana kegiatan sebagaimana yang tercantum pada Surat Perintah Tugas (SPT), terkait pelaksanaan perjalanan Dinas Bappeda Siak pada tahun 2013, sebelumnya sudah mengetahui bahwa terdapat pemotongan anggaran perjalanan Dinas Bappeda Siak atas arahan Yan Prana Jaya. Alhasil, pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut, dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria selaku Bendahara Pengeluaran di brankas bendahara Kantor Bappeda Siak.

Donna Fitria, mencatat dan menyerahkan kepada Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya. Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan pasal berlapis. Yakni, dengan Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 3 Jo Pasal 10, Jo Pasal 12 e dan f Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Melihat peran besar Donna Fitria dalam perkara itu, mengantarkannya sebagai tersangka baru. Ternyata status itu disandangnya jauh hari sebelum surat dakwaan terhadap Yan Prana dibacakan, yakni pada Februari 2021.

"Iya, sudah tersangka," ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Senin (29/3/2021), melansir Tribunnews.com.

Atas penetapan itu, penyidik kata Raharjo, akan melengkapi berkas perkaranya. Yakni, dengan pengumpulan alat bukti.

"Langkah berikutnya, sesuai hukum acara yang berlaku," sebut mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

"Dengan ditetapkannya sebagai tersangka, otomatis harus memanggil saksi-saksi, melengkapi barang bukti dan sebagainya," ujar Raharjo. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Siak, Riau
wwwwww