Home > Berita > Umum

Mengenal Sang Naualuh, Raja Siantar Penyebar Islam yang Tersohor sampai Bengkalis

Mengenal Sang Naualuh, Raja Siantar Penyebar Islam yang Tersohor sampai Bengkalis

Makam Raja Sang Naualuh di Des Senggoro Pulau Bengkalis, Riau/ISTIMEWA

Sabtu, 17 April 2021 19:08 WIB

SIANTAR, POTRETNEWS.com — Sangnaualuh Damanik adalah raja ke-14 Kerajaan Siantar. Beliau lahir pada tahun 1871 di Rumah Bolon (Istana) Raja Siantar di Pamatang, yang kini merupakan daerah Kelurahan Simalungun, Siantar Selatan Kota Pematangsiantar. Nama Sangnaualuh tak hanya dikenal di kalangan masyarakat Siantar dan Simalungun, namun kiprah bangsawan satu ini juga dikenal sampai Bengkalis, Riau, di mana ia mengakhiri hayatnya pada 9 Februari 1913.

Tribunmedan.id pun sempat menyambangi kediaman dari keluarga Sangnaualuh Damanik, yang dianggap mengetahui perjalanan sejarah masa lalu. Ia adalah Tuan Rudi Damanik, keturunan kelima paman Sangnaualuh Damanik bernama Tuan Itam Damanik.

Rudi Damanik menceritakan, kejayaan Sangnaualuh dapat dilihat di Pematang. Di sana ada Pesanggrahan, tempat bermusyawarah raja-raja, kompleks Jorat yang merupakan pemakaman dan pusat tradisi kerajaan sebelum mengenal Islam dan rumah batu, istana kerajaan Siantar.

"Pada saat Sangnaualuh berusia 9 tahun, sang ayah meninggal dunia. Ia belum cukup usia untuk menjadi seorang raja, sampai posisi Raja Siantar dipangku Raja Itam Damanik," kata Rudi.

Singkat cerita, setelah berusia 17 tahun atau pada tahun 1888, Sangnaualuh Damanik resmi dinobatkan sebagai Raja Siantar ke-14 oleh dewan Harajaon (Kerajaan) Siantar. Pemerintahan Sangnaualuh pun dimulai dengan berbagai tantangan. Pada masa kepemimpinannya, Sangnaualuh, mulai mendapat tekanan dari Bangsa Belanda yang masuk ke Hindia Belanda (Indonesia). Ia gigih menentang dan menolak kebijakan Belanda yang merugikan rakyat. Ia menolak menyepakati perjanjian Korte Verklaring.

"Raja Sangnaualuh mulai mengenal Islam pada tahun 1901 dari keluarganya yang lebih dulu mualaf. Sebelumnya mereka penganut kepercayaan Habonaron. Kepercayaan lokal masyarakat Simalungun," kata Rudi.

Pada tahun 1904, Sangnaualuh ditangkap Belanda dan dua tahun berselang beliau diasingkan ke Bengkalis, Riau. Di sana pula Sangnaualuh yang sudah matang dalam memimpin rakyat, mulai mensyiarkan Islam.

Sangnaualuh sempat menjadi guru mengaji dan dikenal sebagai ulama di daerah pengasingannya hingga sampai menghembuskan nafas terakhir. Di Bengkalis pula pusaranya didirikan sebagai tokoh masyarakat setempat. Rudi mengatakan, Sangnaualuh adalah raja terakhir dari kerajaan Siantar sebelum invasi Belanda di tanah Siantar. Tahun kelahiran Sangnaualuh sendiri dikenang setiap tahun sebagai usia Kota Pematangsiantar.

"Tahun 24 April 1871 itu tanggal kelahiran Sangnaualuh jadi ulang tahun Kota Siantar," kata pria berpeci putih kepada Tribun Medan.

Masyarakat Bengkalis tak Mau Makam Sangnaualuh Damanik Dipindahkan Takhta Raja Siantar yang diemban Sangnaualuh Damanik tak bisa diteruskan ke anak-anaknya. Penyebabnya era kolonialisme dan imperialisme Belanda dimulai.

Perlu diketahui Sangnaualuh memiliki 11 anak dari pernikahannya dengan empat orang istri. Istri-istri dari Sangnaualuh di antaranya Dorainim Boru Purba, Sorialim Boru Purba, Sarmailim Boru Saragih dan Puang Bolon Boru Saragih. Rudi mengatakan, Raja Sangnaualuh di Bengkalis disegani dan dihormati oleh masyarakat setempat. Itu sebabnya masyarakat di sana tidak mengizinkan makam Sangnaualuh dipindahkan ke Kota Pematangsiantar.

"Cucunya Tuan Syah Damanik berencana mau memindahkan makam ke kota kelahiran di Siantar. Tapi Pemerintah Kabupaten Bengkalis menolak, lantaran Sangnaualuh adalah bagian dari masyarakat Bengkalis. Selama hidup di sana, beliau mengajar ngaji, pertanian, pemerintahan dan lainnya," kata Rudi, melansir Tribunnews.com.***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum, Bengkalis
wwwwww