Waspada, Mafia Tanah Gentayangan, Ini Modusnya

Waspada, Mafia Tanah Gentayangan, Ini Modusnya
Kamis, 18 Februari 2021 06:04 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terus memburu mafia tanah menyusul kerja sama yang telah dilakukan dengan aparat Kepolisian RI.

Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, Agus Widjayanto mengatakan tahun ini pihaknya menargetkan memproses 61 sengketa yang diduga melibatkan mafia tanah.

Tahun lalu, sekitar 60 kasus mafia tanah telah diproses secara hukum dengan taksiran kerugian mencapai Rp80 miliar.

"Kalau untuk tahun ini belum ada hitungannya [jumlah kerugian], kan baru kita mulai," kata Agus, Selasa (25/2/2020), melansir Bisnis.com.

Agus mengatakan bahwa pemalsuan hak paling mendominasi di antara modus lainnya.

Menurut Agus sistem hukum pertanahan di Indonesia menjadi celah mafia tanah untuk memanfaatkan hal tersebut. Hal ini lantaran banyak bukti atas hak yang ada di Indonesia.

Kemudian, Agus menyatakan bahwa tanah Girik, tanah eigendom verponding, dan Surat Keterangan Penguasaan Tanah masih dipergunakan untuk mengklaim suatu bidang tanah.

Adanya administrasi girik yang tidak tertib memungkinkan kesempatan bagi orang-orang tertentu seperti mafia tanah untuk memproduksi girik yang sebetulnya tidak ada karena dipalsukan.

Tahun lalu, misalnya, pihaknya menemukan pemakaian modus ini di Bekasi yang hanya berbekal blanko girik yang tinggal diisi.

"Jadi kita bilang surat mencari tanah. Dilahan kosong taruh saja giriknya disitu ternyata sudah ada sertifikatnya," kata Agus.

Modus lainnya, mafia tanah juga memakai jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mengklaim atas tanah yang berujung pada kalahnya pemilik asli meskipun putusan itu bersifat verstek alias tanpa kehadiran pihak tergugat.

"Diputuskanlah penggugat sebagai pemilik tanah. Atas dasar itu dia [tergugat] ajukan permohonan [sertifikat] ke BPN," tuturnya.

Setelah mengajukan permohonan yang berujung ditolaknya oleh BPN untuk mengeluarkan sertifikat karena sejumlah ketentuan, dia bisa kembali menggugat ke PTUN dengan memegang putusan perdata sebelumnya.

"Kalau dikabulkan maka putusan PTUN akan membatalkan sertifikat yang sudah ada. Ini modus juga," ucapnya.

Modus lain yang biasa dipakai adalah memalsukan sertifikat tanah atau surat kuasa yang kemudian dijual dengan ganti nama.

Agus menyatakan bahwa sejumlah modus tersebut masuk dalam ranah pidana sehingga pihaknya bersama aparat Kepolisian telah berkerja sama untuk memberantas kejahatan yang terencana dari sindikat mafia tanah.

Dengan gencarnya memburu mafia tanah, pihaknya berharap sindikat mafia tanah akan jera karena adanya ancaman hukuman pidana.

Di sisi lain Agus mengingatkan pemilik tanah yang membiarkan tanahnya tak diurus atau tak dipantau agar lebih berhati-hati. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim
wwwwww