Home > Berita > Umum

Meski Berstatus Daerah Istimewa, Aceh Justru Provinsi Paling Miskin di Sumatra

Meski Berstatus Daerah Istimewa, Aceh Justru Provinsi Paling Miskin di Sumatra

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh/ILUSTRASI

Kamis, 18 Februari 2021 08:15 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com — Aceh diberikan status daerah istimewa oleh Pemerintah RI sejak 26 Mei 1959. Sayangnya, Daerah Istimewa itu kini telah berpredikat sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Pulau Sumatera.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada September 2020 penduduk miskin di Aceh berjumlah 833,91 ribu atau 15,43% dari total penduduknya. Jumlah kemiskinan di Aceh naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 15.01%.

Dilihat dari data tahunan, selama lima tahun ini jumlah penduduk miskin di Aceh memang tinggi. Pada September 2015 misalnya, persentase-nya mencapai 17,11%

Persentase itu turun jadi 16,43% pada September 2016 dan berlanjut lagi menjadi 15,92% pada September 2017 dan 15,68% pada September 2018.

Pada September 2019, angka kemiskinan berhasil turun lagi menjadi 15,01% dan turun lagi menjadi 14,99% pada Maret 2020. Tapi, naik lagi menjadi 15,43% pada September 2020.

Meski sempat turun, tetap saja angka kemiskinan di Aceh masih tinggi dibanding daerah lain di Sumatera. Di bawah Aceh ada Bengkulu yang persentase penduduk miskinnya 15,3%, Sumatera Selatan 12,98%, Lampung 12,76%, Sumatera Utara 9,14%, Jambi 7,97%, Riau 7,04%, Kepulauan Riau 6,13% dan Bangka Belitung 4,89%.

Tidak hanya kemiskinan, tingkat pengangguran di Aceh pun tinggi. Tingkat pengangguran di Aceh tahun lalu memang bukan yang tertinggi di Sumatera, tetapi tahun-tahun sebelumya Aceh jadi yang nomor satu.

Melansir laman Bappeda Aceh, sejak tahun 2008 hingga 2015, Aceh telah menerima Dana Otsus sebesar Rp 41,49 triliun. Dana Otsus pun menjadi sumber utama penerimaan daerahnya.

"Dan telah menjadi sumber penerimaan utama bagi pembangunan Aceh, dengan rata-rata peningkatan penerimaan sebesar 11% per tahunnya," tulis Bappeda Aceh dalam laporannya pada situs resminya, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (18/2/2021), melansir cnbcindonesia.com

Penggunaan dana otsus pun, menurut Bap7peda Aceh untuk membiayai tujuh sektor pembangunan, yaitu infrastruktur, ekonomi, kemiskinan, pendidikan, sosial, dan kesehatan, termasuk pelaksanaan keistimewaan Aceh.

Pemerintah pusat pun memutuskan untuk melanjutkan alokasi dana otsus Aceh sampai 2021, dan sudah diundangkan dalam UU Nomor 9 Tahun 2020 tentang APBN 2021. Alokasi dana otsus Aceh 2021 sebesar Rp 7,8 triliun.

Pembagian dana otsus setiap wilayah tergantung dari aspek kewilayahan. Antara lain berupa jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah kabupaten/kota, dan jumlah kampung (desa).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana Otsus Aceh sejak 2015 sampai 2020 selalu mengalami peningkatan. Pada 2015, Aceh mendapatkan dana otsus sebesar Rp 7,1 triliun, terus naik menjadi Rp 7,7 triliun pada 2016.

Kemudian pada 2017 dan 2018 dana otsus Aceh mendapatkan Rp 8 triliun. Lalu terus meningkat hingga Rp 8,4 triliun pada 2019 dan 2020.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, pada awal 2020 pernah mengatakan, dana otsus diberikan langsung dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi. Namun, regulasinya belum mengatur sistem pengendalian dan pengawasan anggaran yang optimal.

Selama ini, pemerintah daerah tidak diharuskan menyusun laporan realisasi dan output dari penggunaan dana otsus. Laporan yang disampaikan hanya berupa pertanggungjawaban APBD secara umum. Transfer dana otsus langsung masuk ke APBD tanpa dipisah.

"Hal ini mengindikasikan penggunaan dana otsus tidak dikelola dengan akuntabel dan transparan," kata Suahasil kala itu. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww