Home > Berita > Umum

Ketua DPRD Riau Sambut Baik Usulan Perkumpulan Scale Up untuk Bentuk Perlembagaan Resolusi Konflik di Bumi Lancang Kuning

Ketua DPRD Riau Sambut Baik Usulan Perkumpulan Scale Up untuk Bentuk Perlembagaan Resolusi Konflik di Bumi Lancang Kuning

Ilustrasi/INTERNET

Sabtu, 23 Januari 2021 10:44 WIB
Widya Paramitha

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Ketua DPRD Provinsi Riau Yulisman menyambut baik usulan Perkumpulan Scale Up untuk mendirikan lembaga resolusi konflik di negeri berjuluk Bumi Lancang Kuning ini. Hal itu disampaikannya pada saat menanggapi pemaparan Direktur Perkumpulan Scale Up, M Rawa El Amady pada launching Catatan Akhir Tahun Kamis (21/1/2021).

”Kami sangat mengapresiasi usulan Perkumpulan Scale Up ini, kami dukung dan meminta agar dilakukan kajian lebih dalam, melibatkan kelompok masyarakat yang lebih besar tentu berdasarkan hukum yang ada. Ternyata Scale Up sudah mempunyai data konflik sejak tahun 2003,” kata Yulisman.

Launching Catatan akhir tahuan Perkumpulan Scale Up 2020, dilaksanakan via Zoom dihadiri 61 peseerta dari Riau dan nasional termasuk dari Kantor Sekretariat Presiden. Selain Ketua DPRD Provinsi Riau, Catatan Akhir Tahun ini juga dibahas oleh Prof Ward Barenschoot peneliti dari KITLV Belanda, Usep Setiawan MA (Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden), dan Ilya M Moelliono yang merupakan Penasihat Senior Conflict Resolution Unit (CRU).

Bukan hanya Ketua DPRD Provinsi Riau yang menyambut baik usulan Perkumpulan Scale Up tersebut. Tenaga Ahli Utama Kantor Presiden Usep Setiawan juga berpendapat sama. Dia menyampaikan bahwa usulan Perkumpulan Scale Up ini sejalan dengan upaya yang sedang dilakukan Kantor Staf Presiden yang sedang membentuk tim kerja untuk kelembagaan penyelesaian konflik. Catatan Akhir Tahun Perkumlan Scale Up ini menjadi input penting bagi tim yang sedang bekerja.

”Kami meminta agar data lebih detail dan stuktur yang baru ditulis secara singkatnya disampaikan ke kami dalam bentuk yang lebih detail lagi,” ungkap Usep Setiawan.

Prof Ward Barenschoot, peneliti dari KITLV Belanda yang baru saja selesai melakukan riet konflik sawit juga sangat mengapresiasi karena ini merupakan dari hasil penelitian yang diharapkan.

Pelu Dukungan Perda dan Pergub
Direktur Perkumpulan Scale Up, M Rawa El Amady menyampaikan, untuk membentuk perlembagaan resolusi konflik, perlu dukungan dengan menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang perlembagaan resolusi konflik sumber daya alam sebab terdapatnya kondisi-kondisi yang mendesak.

Menurut dia, beberapa kondisi yang menyebabkan perda itu seharusnya sudah terbentuk di antaranya adalah; pada tahun 2004 Komnas HAM beserta jaringan masyarakat sipil telah mendesak dibentuknya KNuPK (Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria). Kemudian pada tahun 2011 KPA juga mendorong dibentuknya perlembagaan resolusi konflik agrarian. Lalu, tahun 2014 Laksmi A Safitri, peneliti UGM juga mengusulkan perlembagaan resolusi konflik dalam pertemuan KPA di Sumatera Selatan.

Selain itu, tahun 2012 Provinsi Kalimantan Tengah juga telah membentuk Kelembagaan Penyelesaian konflik. Selanjutnya, tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Barat mendirikan Bale Mediasi hingga ke tingkat desa yang merupakan kelembagaan resolusi konflik di NTB.

Kemudian, tahun 2017 Kabupaten Kapuas Hulu mendirikan Desk resolusi konflik dan tahun 2017 Kantor Sekretariat Presiden mendirikan desa resolusi konflik.

”Sejak tahun 2015, perkumpulan Scale Up sudah mendorong pembentukan perlembagaan resolusi konflik, kemudian tahun 2018 perkumpulan Scale Up juga menjadikan isu pembentukan perlembagaan konflik sebagai catatan akhir tahun. Di tahun 2019 Perkumpulan Scale Up terlibat pada program riset Pocaji yang meneliti konflik perkebunan sawit dan mendorong pembentukan perlembagaan media penyelesaian konflik. Selanjutnya di akhir tahun 2020 policy brief Pocaji dengan tegas mendorong pembentukan perlembagaan tersebut dan catatan akhir tahun 2020 kembali mendesak pemerintah Riau dan DPRD Provinsi Riau, untuk membentuk perlembagaan resolusi konflik, karena belum adanya tanda-tanda konflik akan menurun,” kata Direktur Scale Up M Rawa El Amady di Pekanbaru, Kamis, dalam keterangan tertulis yang diterima potretnews.com, Sabtu pagi.

Ia menjelaskan bahwa di pemerintah juga terdapat upaya penyelesaian konflik, namun sangat teknis, birokratis, dan tumpang tindih, belum ada koordinasi antara departemen baik antar pusat dan daerah, masih menganggap konflik sebagai gangguan pembangunan dan perkebunan serta sangat eksklusif dan beranggapan hanya pemerintah yang boleh terlibat dalam penyelesaian konflik dan masyarakat masih sulit mendapatkan akses ke kelembagaan penyelesaian konflik.

”Oleh sebab itu, kami perkumpulan Scale Up mengusulkan pembentukan perlembagaan resolusi konflik dengan penyelesaian konflik yang tepat dan cepat dan juga berkelanjutan. Hal ini berkaitan dengan visi Scale Up yaitu Terciptanya tata pengaturan kehidupan sosial yang baik dan kesejahteraan sosial yang berkeadilan melalui penyelenggaraan pembangunan sosial yang akuntabel dan berkelanjutan melalui kemitraan (partnership) yang dinamis antara masyarakat sipil (civil society), pemerintah (government) dan sektor swasta (private sector),” tandas Rawa.

Dia menyebut, visi ini diperjuangkan melalui misi ”Mengembangkan model pembangunan sosial yang akuntabel dan berkelanjutan berbasis kemitraan antara para pihak (multi stakeholder) dan mendorong perbaikan kebijakan dan tanggung jawab sosial para pihak melalui strategi penyelesaian konflik di luar pengadilan (ADR)”.

”Untuk itulah Perkumpulan Scale Up sangat berkepentingan untuk menyelesaikan seluruh konflik yang ada di Provinsi Riau khususnya dan Indonesia umumnya karena konflik berbiaya besar, menghambat pencapaian pembangunan dan menyebabkan berbagai pihak terkendala dalam menjalani kehidupan secara normal,” pungkasnya. ***

Kategori : Umum, Riau
wwwwww