Cerita Kelam Perempuan Pekerja di Lahan Sawit; Diperkosa Bos dengan Meletakkan Kapak di Tenggorokan agar tak Melawan
Ilustrasi/INTERNET |
Sementara seorang perempuan lain sebut saja bernama Indra bekerja di salah satu perkebunan sawit di Malaysia. Dia bercerita bosnya mulai melakukan pelecehan dengan mengatakan hal-hal seperti “Ayo tidur denganku. Aku akan memberimu seorang bayi."Sang bos juga mengintai saat Indra di kebun, bahkan ketika dia pergi ke kamar mandi. Di usia 27 tahun, Indra bercita-cita untuk pergi, tetapi ia mengaku sulit untuk membangun kehidupan baru tanpa pendidikan dan keterampilan lain.Kaum perempuan dalam keluarganya telah bekerja di perkebunan Malaysia yang sama sejak nenek buyutnya meninggalkan India saat masih bayi di awal tahun 1900-an. Seperti banyak pekerja di kedua negara tersebut, mereka tidak mampu meninggalkan perumahan bersubsidi dari perusahaan, yang seringkali hanya terdiri dari deretan gubuk bobrok tanpa air mengalir.”Saya rasa ini normal,” kata Indra. “Dari lahir sampai sekarang, saya masih di perkebunan.”Bekerja tanpa Tunjangan dan tanpa Bayaran
Associated Press media dari Amerika Serikat melakukan investigasi komprehensif pertama yang berfokus pada perlakuan brutal terhadap perempuan dalam industri minyak sawit, termasuk pelecehan seksual, mulai dari pelecehan verbal dan ancaman hingga pemerkosaan.Investigasi tersebut adalah bagian dari pandangan yang lebih mendalam tentang industri yang sering bersinggungan dengan beberapa pelanggaran, termasuk perdagangan manusia, pekerja anak dan perbudakan langsung.Dan kejadian tersebut terjadi baik di Indonesia dan Malaysia. Dalam industri ini, perempuan dibebani dengan beberapa pekerjaan yang paling sulit dan berbahaya di industri tersebut. Mereka menghabiskan berjam-jam di air yang tercemar oleh bahan kimia dan membawa beban yang sangat berat sehingga seiringkali berimplikasi pada rahim mereka.Selain itu banyak perempuan yang dipekerjakan oleh subkontraktor dengan jam kerja setiap hari tanpa tunjangan, melakukan pekerjaan yang sama untuk perusahaan serupa selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.Mereka sering bekerja tanpa bayaran demi membantu suami memenuhi kuota harian yang tidak mungkin dilakukan. “Hampir setiap perkebunan memiliki masalah terkait perburuhan,” kata Hotler Parsaoran dari kelompok nirlaba Indonesia Sawit Watch.Kelompok ini telah melakukan investigasi ekstensif atas pelanggaran di sektor minyak sawit. "Tapi kondisi pekerja perempuan jauh lebih buruk daripada laki-laki.”Parsaoran mengatakan hal tersebut adalah tanggung jawab pemerintah, petani, pembeli multinasional besar, dan bank yang membantu mendanai ekspansi perkebunan. Mereka diharapkan dapat mengatasi masalah yang terkait dengan minyak sawit.Minyak sawit sendiri terdapat di hampir produk perawatan pribadi, mulai dari maskara dan sabun hingga krim anti penuaan dini. AP mewawancarai lebih dari tiga lusin perempuan dan anak perempuan dari setidaknya 12 perusahaan di seluruh Indonesia dan Malaysia.Pemerintah Malaysia mengatakan belum menerima laporan tentang pemerkosaan di perkebunan, tetapi Indonesia mengakui pelecehan fisik dan seksual tampaknya menjadi masalah yang berkembang. Apalagi sebagian besar korban takut untuk angkat bicara.Sebanyak 7,6 Juta Perempuan Bekerja di Industri Sawit
Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat ada sekitar 7,6 juta perempuan yang bekerja di kebun kelapa sawit atau sekitar setengah dari total seluruh tenaga kerja.Sementara di Malaysia yang jauh lebih kecil, angkanya lebih sulit untuk dipastikan karena banyaknya imigran asing yang bekerja. Di kedua negara tersebut, AP menemukan beberapa generasi perempuan -dari keluarga yang sama- yang telah menjadi bagian dari tulang punggung industri sawit.Beberapa dari mereka bahkan mulai bekerja sejak anak-anak bersama orang tua mereka, mengumpulkan biji-bijian yang lepas dan membersihkan semak dari pohon dengan parang. Ironisnya, mereka tidak pernah belajar membaca atau menulis. Beberapa dekade berlalu, minyak sawit menjadi bahan penting untuk industri makanan, yang melihatnya sebagai pengganti lemak yang tidak sehat. Selain itu perusahaan kosmetik, yang beralih dari bahan-bahan hewani atau minyak bumi, terpikat oleh sifat ajaibnya: menyebabkan gel cukur dan pasta gigi berbusa, melembabkan sabun dan berbusa dalam sampo.Pekerja baru terus-menerus dibutuhkan untuk memenuhi permintaan tanpa henti, yang meningkat empat kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Perempuan di Indonesia seringkali menjadi pekerja “lepas”, yang dipekerjakan dari hari ke hari, dengan pekerjaan dan gaji yang tidak pernah terjamin.Laki-laki menerima hampir seluruh posisi yang sifatnya permanen, memanen tandan buah yang berat dan berduri dan bekerja di pabrik pengolahan. Di hampir setiap perkebunan, laki-laki juga menjadi pengawas. Hal tersebut membuka pintu untuk pelecehan seksual.Dijadikan budak seks di Malaysia
AP mendengar tentang insiden serupa di perkebunan besar dan kecil di kedua negara. Perwakilan serikat pekerja, pekerja kesehatan, pejabat pemerintah dan pengacara mengatakan ada kasus pemerkosaan berkelompok. Anak-anak berusia 12 tahun dibawa ke ladang dan diserang secara seksual oleh mandor perkebunan.Salah satu contohnya adalah seorang remaja Indonesia yang diperdagangkan ke Malaysia sebagai budak seks. Dia harus melewati antara pekerja minyak sawit yang mabuk yang tinggal di bawah terpal plastik di hutan. Dan akhirnya ia melarikan diri.Sementara Indonesia memiliki undang-undang untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan diskriminasi. Rafail Walangitan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengatakan dia menyadari banyak masalah yang diidentifikasi oleh AP di perkebunan kelapa sawit, termasuk isu pekerja anak dan pelecehan seksual.“Kami harus bekerja keras untuk ini,” katanya, sambil menambahkan bahwa jalan pemerintah masih panjang. ***/RiauEditor:
Akham Sophian